Situasi umum pada saat itu adalah bahwa setelah tahun 2000, kebijakan Timur Tengah AS mengalami periode ambiguitas dan kebingungan yang berkepanjangan. Pemerintahan Bush gagal secara paksa mengubah Irak. Pemerintahan Obama menciptakan Suriah, Mesir, Libya yang bergejolak, dan melahirkan monster ISIS. AS gagal mengendalikan kendali dan kerusuhan berlanjutan di Timur Tengah, yang menciptakan peluang bagi Sulaemani.
Di Lebanon, kelompok Syiah Hizbullah selalu menjadi musuh terbesar Israel. Pada tahun 2006, Israel menginvasi Lebanon Selatan, dan pecahlah pertempuran dengan Hizbullah. Pada saat kritis Hizbullah Lebanon mengundang Sulaemani, dia tanpa ragu untuk menghadapi musuh kuat (Israel) dengan melancarkan perang terowongan bawah tanah dan perang gerilya sehingga Israel tidak dapat menggunakan senjata beratnya, dan menyebabkan infantri Israel mengalami banyak korban dan babak belur di Libanon.
Setelah perang itu, Lebanon menjadi "saudara/adik kecil" Iran yang setia. Dari perang saudara Suriah hingga perang melawan ISIS hingga Irak, mereka mengikuti Iran sampai ke tengah medan pertempuran. Pejuang Hizbullah juga pergi ke Iran dalam skala besar untuk latihan militer dan menerima pelatihan lainnya dari Iran, diberi dukungan senjata. Dari unit gerilya yang didominasi oleh senjata ringan hingga kekuatan mekanis yang nyata, membuat Israel sangat kewalahan.
Di Irak, Sulaemani mengambil keuntungan dari kekacauan setelah AS menumbangkan rezim Saddam Hussein, memasuki Irak untuk memenangkan para pemimpin Syiah setempat, mengambil alih orang-orang Syiah yang merupakan mayoritas penduduk Irak, dan memanfaatkan kesempatan untuk berperang. terorisme untuk membentuk ratusan ribu milisi pro-Iran seperti Organisasi Mobilisasi Populer, Brigade Barda, dan bahkan parlemen dan pemerintah Irak.
Dengan kata lain, perang Irak yang dilancarkan AS tidak hanya menghancurkan salah satu lawan paling kuat Iran, tetapi juga mengubahnya menjadi sekutu Iran, dan Iran sebenarnya telah menjadi penerima manfaat terbesar dari perang Irak.
Bila akan mengatakan ironi dalam hal ini juga ironis di sini. Salah satu tujuan AS meluncurkan Perang Irak adalah untuk mendukung rezim Syiah dengan menghancurkan Sunni Saddam Hussein, dan kemudian melalui transformasi mengubah menjadi demokrasi model AS, menggunakan rezim Syiah yang demokratis dan universal yang ideal ini untuk membalikkan pengaruh Iran, yang juga seorang Syiah, dan kemudian mencapai tujuan untuk menumbangkan rezim agama Iran.
Sangat disayangkan bahwa permainan AS dihancurkan, uang mereka telah dihabiskan, dan tentaranya banyak yang mati. Setelah melumpuhkan Irak, mereka memberikannya kepada Iran secara gratis.
Di Suriah, setelah pecahnya perang saudara Suriah pada tahun 2011, pasukan militer Barat sedang bangkit. Sulaemani secara pribadi memimpin Pasukan elit Quds ke Damaskus. Dengan panah yang menembus awan, dia dengan cepat mengumpulkan orang-orang Syiah termasuk Hizbullah di Lebanon, Irak dan banyak angkatan bersenjata termasuk milisi Syiah Afghanistan, di bawah koordinasinya, berhasil menahan invasi AS ke Suriah dan mempertahankan status Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Pada 2015, karena negara-negara Teluk meningkatkan dukungan mereka untuk oposisi Suriah, rezim Assad menghadapi keruntuhan untuk sementara waktu. Pada saat kritis, Sulaemani pergi ke Moskow tiga kali, dan akhirnya berhasil membujuk Putin untuk mengirim pasukan dan menstabilkan situasi perang. Â Bahkan AS harus mengakui bahwa Sulaemani adalah orang yang benar-benar memimpin operasi darat di Suriah.
Selain itu, ada juga Syiah Yaman, yang lokasinya khusus. Negara ini dikelilingi oleh sekelompok bos Sunni di Semenanjung Arab. Namun, Sulaemani menyukai nilai geografis Yaman dan memilih untuk mendukung Houthi dengan mengirim senjata, logistik, dan dukungan keuangan, dan juga memberikan pelatihan pengalaman organisasi dan tempur untuk Houthi.
Berkat pelatihannya, Houthi dengan sejumlah kecil angkatan bersenjatanya melawan koalisi mekanis yang dipimpin oleh Arab Saudi selama 300 (round) putaran/ronde, dan menjadi dasar kuat bagi Iran untuk menembus jantung Semenanjung Arab, yang membuat Arab Saudi sangat cemburu.