Qingdao, Shandong juga telah meluncurkan rel kecepatan tinggi maglev 600 km/jam, sedangkan kereta maglev superkonduktor suhu tinggi 620 km/jam dikembangkan di bawah pimpinan Universitas Jiaotong Barat Daya.Â
Di bawah suhu kritis, konduktor tidak memiliki hambatan. Teknologi ini dapat digunakan untuk meningkatkan hambatan, meningkatkan kecepatan kereta maglev.
Jepang menggunakan teknologi pendingin helium cair untuk mencapai suhu kritis, sedangkan Tiongkok menggunakan nitrogen cair, karena suhu nitrogen cair lebih tinggi daripada helium cair, jadi diistilahkan superkondaktor teknologi suhu tinggi.Â
Dibandingkan dengan teknologi Jepang, teknologi superkonduktor suhu tinggi Tiongkok tidak hanya lebih mudah diterapkan, tetapi juga lebih hemat biaya.
Keberhasilan eksperimen ini telah meletakkan dasar yang kuat bagi Tiongkok untuk mempercepat penerapan praktis sistem transportasi maglev di masa depan. Baca: Kereta Maglev Super Cepat Tiongkok Menuju Komersialisasi -- Bagaimana Teknologi, Jaminan Keselamatan dan Kenyamanannya Â
Sistem transportasi levitasi magnetik pipa vakum berkecepatan sangat tinggi benar-benar menempatkan kereta maglev di dalam pipa yang dekat atau hampir vakum, dan mengekstrak udara di dalamnya dan kemudian menyegel vakum.Â
Kereta tidak memiliki roda dan rel sehingga meniadakan gesekan dan tidak ada hambatan udara, Â karena tidak ada hambatan udara dan angin, maka kecepatan laju kereta jauh jadi lebih cepat daripada rel kecepatan tinggi biasa pada udara terbuka.
Moda transportasi ini memiliki potensi pengembangan yang sangat luas/besar. Setelah dilakukan analisis simulasi komputer, kereta tercepat yang menggunakan teknologi ini dapat mencapai 4000 kilometer per jam. Oleh karena itu, Tiongkok juga sangat berharap dapat mengungguli AS di bidang ini.
Media Jerman pernah melaporkan pada 2019 bahwa Tiongkok secara mandiri telah mewujudkan impian maglev Jerman.
Sistem transportasi maglev berkecepatan tinggi 600 km/jam yang dikembangkan di Tiongkok merupakan hak kekayaan intelektual Tiongkok sendiri, insinyur Zheng Qihui, kepala Proyek Grup Industri Pesawat Terbang Chengdu di Tiongkok, mengatakan bahwa teknologi kereta maglev Tiongkok menggunakan beberapa teknologi kedirgantaraan yang tidak dimiliki Jerman.
Siemens telah lama mengetahui bahwa Tiongkok telah terlibat dalam pengembangan levitasi magnetik di Universitas Tongji, Tiongkok.