Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Kanal Kra Tak Kunjung Terealisasi, Tiongkok Membangun Pelabuhan Peti Kemas di Thailand

12 Desember 2021   18:26 Diperbarui: 12 Desember 2021   18:36 2764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber: World Atlas

Media Thailand mengungkapkan pada 27 November 2021, Tiongkok dan Thailand telah secara resmi menandatangani perjanjian investasi senilai US$ 922 juta untuk membangun dan mengoperasikan terminal peti kemas baru di tenggara Thailand dengan jangka waktu kerja sama selama 35 tahun.

Menurut laporan media Thailand, setelah terminal selesai, throughput tahunan diharapkan mencapai 4 juta peti kemas, dengan throughput maksimum 15 juta perti kemas. 

Perlu dicatat bahwa terminal investasi Tiongkok ini akan terhubung ke jalur kereta api Tiongkok-Thailand, yang berarti di masa depan barang-barang kiriman ke Tiongkok dapat diangkut langsung melalui "China-Thailand Railway" setelah tiba di terminal. 

Dengan cara ini, Tiongkok akan terhindar blokade jalur transportasi laut yang dilakukan AS kepada Tiongkok yang melewati Selat Malaka dan saluran baru ini juga dapat menghemat energi, kargo akan langsung diangkut ke Tiongkok.

(Throughput adalah jumlah produk atau layanan yang dapat diproduksi dan dikirimkan oleh perusahaan kepada klien dalam jangka waktu tertentu. Istilah ini sering digunakan dalam konteks tingkat produksi perusahaan atau kecepatan pemrosesan sesuatu. 

Untuk ukuran pelabuhan mencerminkan jumlah kargo atau jumlah kapal yang ditangani pelabuhan dari waktu ke waktu. ... Statistik throughput yang termasuk dalam laporan ini adalah tonase kargo, banyaknya peti kemas, dan panggilan kapal yang dikategorikan berdasarkan komoditas yang diangkut.)

Selat Malaka merupakan jalur laut penting yang menghubungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Sejumlah besar energi (minyak dan gas alam) dan kargo di kawasan Eurasia harus melewati Selat Malaka. Tiongkok sebagai importir utama minyak, gas alam, dan bijih besi, hampir 80% bahan energi yang diimpor oleh Tiongkok melalui Selat Malaka. Oleh karena itu, Selat Malaka merupakan pusat distribusi pelabuhan penting bagi impor dan ekspor Tiongkok.

Di pangkalan militer Changi di Singapura, yang merupakan tenggorokan Selat Malaka, sejumlah besar pasukan AS sudah ditempatkan untuk waktu yang lama. Karena AS melihat Tiongkok sebagai "ancaman" strategis nomor satu mereka, maka tidak heran jika Tiongkok juga harus waspada terhadap "kekuatan" AS terhadap jalur laut ini yang merupakan salah satu nadi kehidupannya.

Bayangkan meskipun Selat Malaka berada di bawah yurisdiksi Singapura, jika Singapura menjadi "agen/proxy" AS di kawasan Asia-Pasifik suatu hari nanti, militer AS yang ditempatkan di pangkalan Changi Singapura dapat dengan mudah menguasai Selat Malaka. P

ada saat itu, kapal kargo Tiongkok yang melewati Selat Malaka mau tidak mau akan jatuh ke dalam situasi pasif dan berbahaya. Oleh karena itu, sangat penting bagi Tiongkok untuk mematahkan blokade AS terhadap jalur transportasi laut ini.

Alasan mengapa Selat Malaka menempati posisi strategis yang begitu penting di jalur pelayaran global adalah karena Selat Malaka hampir merupakan satu-satunya jalur komunikasi maritim bagi sebagian besar negara Asia di utara hingga Pasifik Barat. 

Politisi AS juga mengetahui hal ini dengan baik, dan mereka mengancam akan memblokir Selat Malaka dari waktu ke waktu dalam upaya untuk menahan tenggorokan Tiongkok.

Demikian juga semestinya Indonesia juga harus bisa memanfaatkan situasi ini, dengan membangun pelabuhan di ujung barat Indonesia seperti Aceh, Sumatera Utara (mulut Selat Malaka) yang cukup mumpuni dan modern, dan dapat memberikan pelayanan yang prima, dengan memperpendek dwelling time dan menghilangkan pungli-pungli, agar menarik bagi kapal asing untuk mau singgah. 

Usulan Indonesia untuk Kawasan Sei Mengkei di Sumatera Utara adalah suatu ide baik dari Jokowi (yang telah berulang kali didesak perkembangannya sejak tahun2015) tidak hanya diperuntukan kawasan industri juga sebagai pelabuhan petikemas (bila mungkin dengan sistem tanpa awak).

Tiongkok Berupaya Mencari Terobosan

Sumber: Google Map
Sumber: Google Map

Tentu saja, Tiongkok terus berusaha untuk memecahkan situasi dan meluncurkan penyebaran strategis dalam hal ini.

Menurut laporan media Thailand, pembangunan Pelabuhan Laem Chabang yang investasinya dilakukan Tiongkok akan dimulai tahun ini dan diharapkan dapat digunakan secara resmi pada tahun 2025. Jadi saat itu, Tiongkok akan memiliki jalur darat lain untuk angkutan barang impor dan ekspor.

Untuk memecahkan kesulitan dan ancaman di Selat Malaka, Tiongkok telah membangun dua jalur laut dan darat di Pelabuhan Gwadar dan Pelabuhan Myanmar, yang keduanya untuk menghindari melewati Selat Malaka. 

Kelak ditambah dengan selesainya Pelabuhan Laem Chabang, ketiga jalur perdagangan laut dan darat tersebut akan semakin membantu Tiongkok mendobrak pembatasan pertukaran ekonomi dan perdagangan Tiongkok yang seharusnya  melalui Selat Malaka.

Kanal/Terusan Kra

Sumber: newsx.com + World Atlas
Sumber: newsx.com + World Atlas

Proyek seperti apa "Kanal/Terusan Kra" itu? Mengapa beberapa media asing tanpa lelah menghebohkan selama beberapa dekade? Tanah Genting Kra terletak di antara Chumphon dan Ranong di Thailand.

Posisi menghadap Teluk Thailand di timur dan Laut Andaman di barat dengan lebar hanya 44 km. Sudah lama sekali dalam sejarah Thailand ingin menggali kanal di sini. Orang Thailand telah memikirkannya selama lebih dari 300 tahun sejak dinasti Ayutthaya pada abad ke-17.

Mengapa Terusan Tanah Genting Kra belum juga dimulai, dan apa yang dikhawatirkan oleh Thailand? Berbicara tentang Thailand, sudah tidak asing. Ini adalah negara monarki konstitusional yang terletak di Asia Tenggara.

Tanah Genting Kra terletak di selatan Thailand. Posisi menghadap Teluk Thailand di timur dan Laut Andaman di barat. Lebar tersempitnya hanya 56 kilometer. Secara keseluruhan, relatif tidak panjang. Medannya datar, terjepit di antara pegunungan Titiwangsa dan pegunungan Phuket. Ketinggian tertinggi hanya 75 meter. Perairannya tenang sepanjang tahun dan sangat cocok untuk konstruksi kanal.

Begitu Terusan Kra ini berhasil dibuka, Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan yang ingin memasuki Pasifik dapat tampa melewati Selat Malaka dan masuk dari Laut Andaman di Samudra Hindia. Seluruh pelayaran dapat dipersingkat setidaknya 1.200 kilometer, dan biaya transportasi dapat ditekan. Ekonomi daerah sekitar Terusan Kra juga akan mengikuti berkembangan, dan Thailand juga akan memasuki tahap perkembangan pesat.

Penting untuk diketahui bahwa Selat Malaka yang tidak jauh dari Terusan Kra merupakan jalur laut tersibuk di dunia. Perdagangan antar negara di Eropa, Asia Tenggara, dan Timur Tengah sebagian besar lewat sini. Singapora dengan hanya memungut tol, telah menjadi salah satu negara maju.

Penggalian terusan ini terutama untuk memperpendek jarak transportasi laut, seperti halnya Terusan Suez yang memperpendek jarak dari Asia ke Eropa sejauh 10.000 kilometer, dan Terusan Panama memperpendek bagian timur Amerika menjadi bagian barat Amerika dengan 12.000 kilometer, 1200 kilometer memang terlihat sepele, namun keberadaan Terusan Kra dapat mengurai masalah kemacetan di Selat Malaka.

Menurut statistik terkhair, ada sekitar 80.000 kapal yang melewati Selat Malaka setiap tahun, membawa kargo hingga 500 miliar dolar AS, dan kedalaman Selat Malaka saat ini secara bertahap menjadi lebih dangkal, dan kapal dengan draft lebih dari 20 meter pada dasarnya tidak bisa lewat.

Oleh karena itu, Terusan Kra yang menempati topografi yang baik selalu dianggap sebagai jalur utama untuk menggantikan Selat Malaka dan memudahkan perdagangan maritim negara-negara Asia Timur.

Sebagian besar negara di Asia Timur telah menantikan pembangunan terusan ini dan telah menyatakan niat kerjasama mereka ke Thailand, terutama negara Tiongkok.

85% minyak Tiongkok bergantung pada transportasi laut, dan hampir 70% kapal barang melewati Selat Malaka setiap tahun. Oleh karena itu, Tiongkok sangat bersedia berpartisipasi dalam pembukaan dan pembangunan terusan, berharap menemukan alur laut menggantikan Selat Malaka.

Yang paling penting bagi Tiongkok, 1.200 kilometer yang dipersingkat dapat menghemat biaya sekitar 4 miliar dolar AS untuk kapal dari berbagai negara. Untuk kekuatan manufaktur seperti Tiongkok, dapat dibayangkan biaya yang dihemat dalam satu tahun. 

Itu juga akan menyebar ke Guangdong, Shanghai, Fujian, dan Zhejiang akan memiliki peran penting dalam mempromosikan Belt and Road Initiative, yang terpenting dapat mematahkan blokade AS terhadap Selat Malaka.

Tak perlu dikatakan, Jepang lebih bergantung pada ekonomi ekspor daripada Tiongkok, dan mereka akan memiliki satu pilihan lagi saat itu.

Tentu saja, Thailand yang paling diuntungkan. Berdasarkan throughput Pelabuhan Singapura tahun 2013 sebesar 559,58 juta ton, selama separuh kapal niaga melalui Terusan Kra, tarif tol tahunan Thailand akan mencapai 1,1 miliar dolar AS. Selain itu juga akan menaikan status internasional Thailand.

Thailand ingin menggali Terusan Kra lebih dari negara lain, selama ini mereka hanya menonton Malaysia dan Singapura bersandar di Selat Malaka telah  menghasilkan banyak uang, dan itu pasti tidak nyaman.

Namun, penggalian Terusan Kra bukanlah keputusan tunggal Thailand. Ini melibatkan kepentingan banyak negara. Yang pertama ditentang adalah Malaysia dan Singapura, pemilik Selat Malaka. Meski Indonesia juga salah satunya, tapi sumber-sumber ekonomi di negara ini bermacam-macam. Sumber daya alam seperti minyak dan gas bumi menempati posisi penting di dunia. Bahkan tanpa pemasukan dari Selat Malaka, mereka dapat hidup dengan sangat baik.

Bagi Singapura yang hanya memiliki luas daratan 724,4 kilometer persegi, tol Selat Malaka menjadi salah satu sumber pemasukan penting bagi mereka. Meski Terusan Kra tidak akan sehebat Selat Malaka, setidaknya menjadi "ban cadangan" jika Terusan Kra dibuka. Pada saat itu, itu pasti akan mempengaruhi manfaat ekonomi Selat Malaka, dan hubungan antara Thailand dan ketiga negara ini juga akan terpengaruh dengan sendirinya.

Yang paling penting adalah AS di belakangnya. Setiap pergerakan di Selat Malaka telah menarik perhatian internasional. Ini adalah salah satu tenggorokan ke-16 yang ingin AS kuasai di dunia. Untuk itu, mereka juga membangun sendiri pangkalan militer di Singapura.

Sumber: Ilustrasi dari World Atlas
Sumber: Ilustrasi dari World Atlas

Begitu Terusan Kra mulai dibangun, AS pasti akan turun tangan. Saat itu, negara-negara yang berada di tenggara Tiongkok, Jepang, dan India tidak akan bisa tinggal diam. Terusan kecil itu pasti akan terlibat dalam perselisihan empat negara. Dengan kekuatan Thailand saat ini, tidak ada peluang untuk menang.

Pembangunan terusan membutuhkan banyak tenaga, sumber daya keuangan, dan sumber daya material. Thailand sendiri adalah negara berkembang, dan situasi internalnya juga tidak stabil. Bahkan andaikata dengan bantuan negara lain, proyek ini mungkin bisa terbengkalai di tengah jalan. 

Thailand tidak berani bertaruh. Menunda tenggat waktu dan tidak memenuhi harapan adalah hal sepele. Meningkatnya konflik internal adalah hal terakhir yang ingin dilihat pemerintah Thailand. Bagaimanapun, masih ada suara pro-kemerdekaan.

Singkat kata, apakah jalur air emas ini bisa dibuka itu tergantung dari Thailand sendiri.

Pada 2001, Setelah Thaksin terpilih sebagai Perdana Menteri Thailand, dia mulai membentuk komite untuk melakukan studi kelayakan di Terusan Kra. Proyek Kanal Kra sepanjang 102 kilometer ini diperkirakan akan menelan investasi US$ 25 miliar AS, tapi karena investasi besar dan masa konstruksi yang lama, pemerintah Thaksin membatalkan proyek itu pada 2006.

Pada tahun 2011, Yingluck membuka kembali penelitian tentang proyek Terusan Kra dan mendirikan Pusat Persiapan Internasional Kanal Kra Thailand untuk menggalang dana pembangunan.

Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan Thailand memiliki hubungan lama. Dari segi perdagangan, Terusan Kra akan secara langsung menembus Samudera Hindia dan Teluk Thailand memperpendek pelayaran perdagangan antara Tiongkok dengan Eropa, dan Afrika, yang dapat mendorong perdagangan antara Tiongkok dan negara-negara lain di dunia.

Terutama setelah Tiongkok mengusulkan inisiatif "Satu Sabuk Satu Jalan"(IBR), Terusan di Tanah Genting Kra akan menjadi jalur penting "Jalur Sutera Maritim Baru" jika dibangun, yang diharapkan Tiongkok lepas dari ketergantungannya pada Selat Malaka dan membangun mekanisme ketahanan energi yang terdiversifikasi.

Untuk memainkan peran penting dalam perumusan aturan ekonomi dan perdagangan internasional, AS selalu tertarik untuk mengendalikan jalur maritim. Jika Kanal Tanah Genting Kra berhasil dibuka, akan berdampak penting pada situasi pelayaran internasional yang ada sekarang.

Pada saat itu, armada laut Tiongkok, kapal induk, kapal selam dan kekuatan militer lainnya serta kapal dagang dapat memasuki Eropa dan Amerika Utara dan terhubung dengan dunia. Ini akan bertentangan dengan kebijakan perdagangan luar negeri proteksionis AS, terutama karena mungkin ada timbul lebih banyak gesekan perdagangan dengan AS pada waktu itu.

Oleh karena itu, AS tidak mendukung dengan pembukaan Terusan Kra Thailand. Untuk negara-negara Eropa seperti Inggris dan Prancis, jarak dari Eropa ke Timur Jauh akan lebih dekat jika Terusan Tanah Genting Kra ter-realisasi. 

Bagi Eropa barang kiriman mereka bisa masuk langsung ke Asia Timur Laut melalui Terusan Kra. Di kawasan itu perdagangan dua ekonomi utama, Tiongkok dan Jepang dengan Eropa tidak perlu lagi memutar melalui Singapura, sehingga dapat meningkatkan ruang pengembangan ekonomi Eropa.

Oleh karena itu, sikap negara-negara Eropa seperti Inggris, Prancis dan lainnya cenderung mendukung. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi Asia, pusat gravitasi ekonomi dunia mulai bergeser dari pesisir Atlantik ke kawasan Pasifik dan Samudra Hindia.

Tuntutan Tiongkok, India, dan Jepang untuk kemakmuran ekonomi dan perdagangan dan fasilitasi perdagangan serta investasi semakin kuat, dan pengaruhnya juga meningkat.

Tapi jika melihat tren perkembangan perdagangan global, pembangunan Terusan Tanah Genting Kra akan membantu melestarikan sumber daya transportasi internasional, mengurangi tekanan transportasi di Selat Malaka, dan memperluas ruang pertumbuhan perdagangan dunia.

Sumber: indiablooms.com
Sumber: indiablooms.com

Dari segi sejarah, ide masyarakat Thailand untuk menggali Terusan Kra Isthmus memiliki sejarah tiga ratus tahunan, namun hingga saat ini di abad ke-21, pembangunan terusan tersebut belum juga dimulai. Apa saja yang menjadi ketidakpastian dalam rencana kanal ini?

Pertama: Perubahan rezim yang sering terjadi di Thailand telah menyebabkan pembangunan terusan selalu tertunda. Selama bertahun-tahun, Thailand telah berada dalam "lingkaran setan" bolak-balik terjadi pergantian rezim multi-partai dan militer. 

Pemberontakan dan kudeta militer telah sering terjadi. Kita tahu bahwa perubahan rezim yang sering terjadi biasanya mempengaruhi kelangsungan kebijakan nasional, sehingga rencana terusan kra juga tidak dapat dilaksanakan.

Pada tahun 1970, pemerintah Thanom Kittikachorn menyetujui studi kelayakan kanal, tetapi pada tahun 1973 PM Kittikachorn mengundurkan diri karena protes mahasiswa. Segara setelah pemerintah baru PM Sanya Dharmasakti berkuasa menunda rencana tersebut.

Setelah krisis keuangan pecah pada tahun 1997, Thailand berharap untuk memulihkan ekonomi domestik melalui proyek kanal, pemerintahan Chuan Leekpai runtuh tahun 2001, diganti pemerintahan Thaksin Shinawatra, pemerintah Thaksin menyetujui pembentukan Komite Terusan Kra. Namun, karena Thaksin dilengserkan oleh kudeta, rencana kanal itu dibatalkan, sekali lagi proyek menjadi terbekukan.

Sekarang pemerintah Prayut chan-o-cha di Thailand lebih memperhatikan revolusi komprehensif sistem pemerintahan Thailand. Penekanan pada proyek Koridor Ekonomi Pantai Timur tidak terlalu aktif dalam rencana kanal.

Kurangnya pemerintahan yang stabil menjadi alasan penting mengapa proyek terusan Kra ini belum juga bisa ter-realisasikan. Dan tampaknya proyek ini masih perlu waktu jangka panjang dalam realisasinya.

Kedua: Rencana penggalian Terusan Kra ini juga sangat berisiko. Menurut perkiraan, bahkan proyek 9A yang paling ekonomis dari Kanal Kra Isthmus akan menelan biaya lebih dari 63 miliar dolar AS.

Melihat kekuatan ekonomi Thailand yang terbatas maka sulit untuk menanggung dana sebesar ini. Jika diperhitungkan 50 miliar baht (sekitar US$1,4 miliar) pendapatan tol, banyak ahli khawatir bahwa dengan perkembangan teknologi yang pesat, kecepatan kapal saat ini akan bisa melaju menjadi lebih cepat dan semakin lebih cepat.

Selain itu, dengan banyaknya kapal di pulau-pulau barat Thailand akan meyebabkan kapal tidak dapat berlayar dengan cepat disini. Oleh karena itu, dibandingkan andaikata kapal berlayar melalui Kra Isthmus Canal dengan belayar melalui Selat Malaka, hanya bisa menghemat waktu tempuh paling lama sekitar 15 jam perjalanan. Artinya, keuntungan waktu dari Kra Isthmus Canal dibandingkan dengan Selat Malaka akan menjadi lebih kecil dan semakin lebih kecil kelak.

Kekuatan ekonomi Thailand terbatas, bahkan kelak setelah selesainya Terusan Kra Isthmus sekali pun, tetap tidak dapat dibandingkan dengan Singapura yang lebih maju dalam hal operasi dan manajemen pelabuhan. Oleh karena itu, proyek kanal memiliki risiko ekonomi yang sangat besar.

Ketiga: Dari sudut pandang teknologi rekayasa, Kanal Tanah Genting Kra mungkin bukan tempat terbaik untuk menggali terusan. Pemerintah Thailand mengorganisir kelompok ahli untuk melakukan demonstrasi komprehensif Terusan Tanah Genting Kra beberapa tahun yang lalu.

Akhirnya, ditetapkan empat lokasi yang cocok untuk penggalian kanal sebagai alternatif. Tanah Genting Kra hanyalah satu dari empat lokasi. Artinya, jika Thailand ingin menggali terusan yang menghubungkan Samudra Pasifik dan Hindia, tidak ada pilihan selain Tanah Genting Kra.

Di antara empat situs yang cocok untuk penggalian kanal, Tanah Genting Kra hanya sepanjang 50 kilometer, tetapi banyak pegunungan terbentang dan terlalu sulit untuk menghancurkan gunung itu, akan melibatkan terlalu banyak orang untuk dipindahkan. Kelompok ahli percaya bahwa solusi terbaik terletak di Sa Ting yang teduh di Pulau Phuket. Pembangunan kanal sepanjang 100 kilometer di Kabupaten Pa hanya akan menelan biaya US$ 30-40 miliar untuk masa pembangunan sekitar 7 hingga 10 tahun.

Kanal ini disebut "Thailand Canal/Thai Canal" oleh kelompok ahli. Andaikata "Thai Canal" selesai, juga dapat mengurangi biaya pengiriman untuk kapal yang melakukan perjalanan antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, menghemat waktu pengiriman 1 hingga 3 hari. Dibandingkan dengan biaya konstruksi yang tinggi dari Kra Isthmus, "Thailand Canal"  akan menghemat banyak uang.

Dari perspektif global, realisasi Terusan Kra Isthmus dapat menambah jalur air baru yang menghubungkan Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, serta menambah rute transportasi yang lebih cepat, nyaman dan aman untuk perdagangan di seluruh kawasan Asia-Pasifik, yang selanjutnya akan mendorong perubahan di bidang perdagangan, struktur geo-ekonomi dunia dan membuat  perdagangan global lebih lancar. 

Kerja sama perdagangan di kawasan Asia-Pasifik akan lebih mendalam dan ruang pembangunan akan lebih luas. Proyek pembangunan Terusan Tanah Genting Kra seharus tak terelakkan jika dilihat untuk kebutuhan perkembangan dunia.

Bagi Tiongkok, pembukaan Terusan Kra akan membantu menciptakan strategi pembangunan "One Belt, One Road". Jalur Sutra Maritim akan mengurangi waktu dan biaya transportasi dibandingkan dengan melewati Selat Malaka, dan akan membantu memperkuat perdagangan Tiongkok dengan Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika, dan Eropa.

Pada Oktober 2014, Tiongkok menginvestasikan US$50 miliar bersama dengan 21 negara Asia mendirikan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dengan total modal US$ 100 miliar, juga menginvestasikan US$ 40 miliar untuk mendirikan "Silk Road Fund" sebagai landasan bagi negara-negara di sepanjang "Belt and Road" dengan memberikan dukungan investasi dan pembiayaan untuk pembangunan fasilitas, pengembangan sumber daya, kerjasama industri dan proyek-proyek terkait lainnya. Semua ini sebenarnya bisa memberikan dukungan keuangan yang unik untuk pembangunan Terusan Kra.

Saat ini, jika dilihat teknologi Tiongkok untuk membangun jembatan dan bendungan berada pada level terdepan di dunia, dan sepenuhnya mampu membantu Thailand membangun Terusan Kra. Tapi meskipun Tiongkok telah lama mengusulkan untuk membangun "Jalan Sutera Maritim Dunia ke-21" dan bersama-sama membangun komunitas Tiongkok-ASEAN dengan masa depan takdir bersama, proyek Terusan Kra kenyataan terus tertunda dalam implementasinya, dan masalah terutamanya masih bersifat politis.

Kenyataan yang ada proyek ini melibatkan terlalu banyak pihak yang berkepentingan, dan semua pihak memiliki kepentingan yang berbeda dengan pertimbangan mereka masing-masing.

Di sisi lain, situasi politik Thailand sendiri sedang bergejolak, maka dari itu tampaknya kecil kemungkinan proyek Kanal Tanah Genting Kara akan dilaksanakan dalam waktu dekat.

Keragu-raguan Thailand terhadap masalah Terusan Kra bukan karena mereka acuh tak acuh, juga tidak karena "bodoh". Alasan mendasar adalah bahwa posisi negara itu sebagai "negara netral" selalu berusaha untuk menjaga jarak yang setara dengan negara-negara besar.

Thailand selalu mengejar diplomasi berseimbang "netralitas, otonomi, dan memanfaatkan kekuatan luar". Selama P.D. II telah berlindung dibawah  Jepang, mereka selalu mengejar diplomasi fleksibel "tidak berada di salah satu pihak",  setelah P.D. II usai, Jepang kalah, dengan cerdik menyingkir dari posisinya sebagai negara yang kalah setelah perang.

Sekarang Thailand menjaga jarak tertentu dari AS, Tiongkok, dan Jepang. Berusaha memilah-milah untuk mendapatkan keuntungan dari keseimbangan diantara kekuatan besar adalah trik yang dicoba dan diuji Thailand. Tidak peduli bagaimana pemerintah Thailand berubah, tetapi kebijakan negara tetap sama.

Oleh karena itu, kapan pemerintah Thailand akan menggali Terusan Kra tetap saja masih belum diketahui, tampaknya masih akan mengalami perubahan dan melihat perkembangan situasi internasional....

Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri dan Dalam Negeri

www.news.cn

www.indiablooms.com

www.setneg.go.id

katadata.co.id

inf.news

www.163.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun