Tiongkok dan AS telah terlibat dalam beberapa perdebatan dan konfrontasi tentang masalah kuota kedelai dan masalah impor gandum AS. Pada akhirnya, Tiongkok harus melepaskan konfrotasi ini karena ingin bergabung dengan WTO.
Pada tahun 1994, perjanjian kerja sama Tiongkok-AS ditandatangani, pasar gandum Tiongkok dibuka, dan akibatnya perlindungan beras Tiongkok seluas "1,8 miliar mu berada dalam garis merah" (1 mu=666,5 meter persegi), yang merupakan makanan pokok rakyat Tiongkok, tapi beruntung tidak mendapat banyak terdampak. Tapi untuk kedelai jelas tak terelakkan.
Pada tahun 1994, perjanjian kerjasama pertanian Tiongkok-AS ditandatangani, pasar gandum Tiongkok dibuka, sistem kuota kedelai dihapuskan, dan tarif diturunkan menjadi hanya 3%.
Pada tahun 1995, Monsanto AS mengembangkan varietas kedelai rekayasa genetika komersial pertama di dunia yang diberi nama kedelai GTS 40-3-2. Hasil tinggi kedelai GTS 40-3-2 semakin memperluas industri kedelai di AS dan Amerika Selatan. Pada tahun itulah AS mengambil kesempatan untuk mensubsidi penanaman kedelai jenis ini dalam skala besar.
Subsidi ini membuat harga kedelai AS jauh lebih rendah daripada harga kedelai domestik Tiongkok.
Sekarung kedelai rekayasa genetika yang ditanam di bagian tengah AS dan kemudian diangkut dengan kereta api ke pelabuhan Los Angeles, dimuat di kapal barang melintasi Samudra Pasifik, dan akhirnya tiba di pelabuhan Dalian, Shandong, Tiongkok, harga masih lebih murah setengah dari kedelai produksi lokal Tiongkok.
Menghadapi subsidi predator seperti itu, Tiongkok mengajukan protes ke WTO, tetapi WTO tidak menerimanya, akibatnya pasar kedelai Tiongkok dijarah oleh tiga pedagang biji-bijian utama AS (ABCD).
Mulai tahun 2003, Tiongkok telah mengimpor kedelai rekayasa genetika Monsanto selama 18 tahun berturut-turut hingga saat ini. Kedelai masih mengalir ke Tiongkok dalam aliran yang stabil hingga saat sekarang.
Padahal seratus tahun yang lalu, Tiongkok adalah pengekspor kedelai terbesar di dunia. Dari Periode Negara-Negara Berperang (tahun 475-221 SM) hingga Dinasti Qing (tahun 1636-1912), Tiongkok selalu menjadi produsen kedelai terbesar di dunia. Kedelai tidak sesederhana dan seintuitif beras dalam kehidupan orang Tiongkok, tetapi produknya terus menyusup ke dalam kehidupan orang Tiongkok.
Selama Perang Tiongkok-Jepang tahun 1894-1895, kedelai adalah barang ekspor terpenting Tiongkok sebelum Perang Tiongkok-Jepang. Jepang dan Asia Tenggara sama-sama negara pengimpor. Pada saat itu, kedelai masih belum menyebar ke Barat. Dari tahun 1890 hingga 1900, produksi kedelai Tiongkok menyumbang seluruh sekitar 87% dari dunia, mengingat latar belakang era ini, pemerintah Qing masih ada, dan seluruh Tiongkok sedang berubah melemah.
Hari ini, seratus tahun kemudian, 90% kedelai Tiongkok diimpor. Tiongkok telah berubah dari eksportir terbesar menjadi importir terbesar.