Mengingat dukungan pemerintah Rusia pada Suriah, insiden ini juga menyebabkan hubungan antara Rusia dan Turki bisa menyebabkan bergerak ke ujung perang. Maka dari itu Presiden Turki Erdogan mengadakan pertemuan enam jam setelah serangan itu.
Menhan Turki Hulusi Akar kemudian bergegas ke daerah perbatasan untuk mengarahkan operasi militer terhadap pasukan pemerintah Suriah.
Media Rusia melaporkan bahwa "Rusia dan Turki berada di ambang konfrontasi militer langsung di Suriah" Kalimat ini bukalah suatu kesimpulan yang sederhana. Karena penasihat Erdogan telah menyatakan posisi mereka tentang kemungkinan perang.
Pada 28 Februari, Pravda Rusia melaporkan bahwa Penasihat Presiden Turki Haki mengatakan Turki siap untuk berperang dengan Rusia.
Menurut Haki, Turki- Rusia telah terjadi 16 kali perang dalam sejarah, sekarang Turki sedang mempersiapkan perang baru.
Jika apa yang dikatakan penasihat Presiden Turki itu benar, maka ini juga mewakili posisi Erdogan.
Turki mungkin benar-benar bersiap untuk perang. Begitu situasi mencapai tingkat yang tak terkendali, Rusia dan Turki akan menghadapi opsi "Perang Rusia-Turki yang ke-17".
Tentu saja, dari situasi aktual saat ini, situasinya belum mencapai tahap itu. Sinyal yang mengancam dari penasihat presiden Turki tampaknya adalah tekanan Erdogan kepada Putin.
Menlu Rusia Sergei Lavrov dan Menlu dari Turki Mevlut Chavushoglu menyetujui perlunya menciptakan "atmosfer yang menguntungkan" untuk meningkatkan hubungan kerja antara negara-negara mereka, kata kementerian luar negeri Rusia pada hari Minggu.
Pada 28 Februari, Erdogan telah berbicara dengan Putin per telepon, dan kedua belah pihak mencoba untuk menenangkan situasi.
Tetapi pada 29 Februari Erdogan menjelaskan di Istanbul bahwa Turki akan terus memerangi pasukan pemerintah Suriah, dan Rusia harus menghindari konflik antara pasukan Turki dan Suriah. Dan Rusia diminta harus melepaskan untuk mendukung pasukan pemerintah Suriah.