Setelah insiden ini, tampaknya para pihak yang terlibat akan saling melemparkan kesalahan kepada pihak lainnya. Faktanya, masalah paling mendasar adalah bahwa tim desainer pesawat F-35 AS memiliki kekurangannya sendiri.
Pertama-tama, pilot pertama dari armada pesawat F-35 ini telah merefleksikan bahwa pesawat itu memiliki berbagai cacat, yang paling mengerikan adalah bahwa ada tanda-tanda pilot tersebut mencerminkan terkena hipoksia. Pesawat ini ketika sedang terbang, tiba-tiba pilot merasa sesak nafas yang amat sangat. Kejadian seperti ini pernah terjadi pada F-22 yang menyebabkan kecelakaan fatal yang menewaskan pilotnya.
Tampaknya kejadian serupa muncul lagi pada F-35 ini, para pengamat memperkirakan ini memang terdapat kesalahan desain pada pesawat ini. Dalam kecelakaan yang menewaskan kali ini, pilot sama seklai tidak memberi sinyal sedikitpun saat-saat sebelum kecelakaan fatal terjadi. Dia hanya memberi sinyal radio kepada menara untuk mengakhiri misi pelatihan. Kemudian semuanya sepi selanjutnya pilot dan pesawat lenyap.
Biasanya pada ketika pesawat mengalami hal darurat kerusakan teknis, pilot akan selalu melaporkan, bahwa terjadi hal yang tidak baik, misalnya merasa kekurangan oksigen, kecepatan mesin turun, daya angkat kurang, fenomena ini selalu akan dilapor pilot kepada menara.
Selain itu  pengamat juga melihat bahwa selama ini jumlah kecelakaan fatal seperti ini pada Angkatan Udara Belan Diri Jepang sangat  rendah, tetapi mengapa kali terjadi pada skuadron F-35 yang baru saja resmi dirikan dalam sepuluh harian, hal ini dianggap tidak normal dan serius.
Banyak pengamat yang memperkirakan insiden ini disebabkan adanya kesalahan pada peralatan utama pada pesawat, Â bahkan jika kita didasarkan pada level dasar, ini adalah kelas satu, yaitu kerusakan dan kesalahan serius pada mesin. Hal ini bisa kita lihat Takeshi Iwaya Menhan Jepang beberapa kali meminta maaf.
Insiden ini sebenarnya menunjukkan adanya peralatan pada pesawat berteknologi tinggi ini terdapat masalah besar dalam desain tahap awal. Jadi menurut para ahli luar, kualitas seluruh peralatan itu sendiri jalas ada masalah.
Banyak yang mempertanyakan, mengapa baru terakhir ini skuadron F-35 diumumkan pada 26 Maret lalu. Menurut pengertian umum, satu skuadron telah terbentuk, berarti jumlah jet  dan kesiapan personil untuk mendukung skuadron ini telah selesai ditentukan sesuai dengan kebutuhan.
Selain itu, personil pelatihan peralatan seharusnya juga telah mencapai kemampuan untuk berdiri sendiri. Karena kelompok ke-empat pesawat yang terbang di atas itu menunjukkan pembentukan pelatihan ini sebenarnya adalah merupakan tahap kedua.
Apa yang kita pahami di masa lalu harus menjadi tahap yang lebih tinggi, jadi setelah periode yang lebih tinggi, mungkin ini adalah pertama kalinya dalam sinergi itu sendiri, sehingga kombatan sendiri sudah dalam keadaan sangat tegang.
Dan terutama jika mereka ingin mempertimbangkan penyelesaian keseluruhan tindakan terkoordinasi, jika ada masalah dengan salah satu pesawat, mereka akan yakin bahwa tidak ingin mempengaruhi pelatihan lainnya, mereka akan meminta untuk diberhentikan dulu. Namun tampaknya pilot yang dalam kecelakaan di Jepang ini masih belum punya waktu untuk mengatakan apa masalahnya, dan kemudian kecelakaan terjadi.