Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Militer AS Ditarik dari Suriah Bisakah Suriah Menjadi Damai?

6 Februari 2019   21:27 Diperbarui: 6 Februari 2019   21:30 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada hari Rabu 16 Januari 2019, pasukan AS termasuk di antara yang tewas setelah serangan bom bunuh diri di kota Manbij-Suriah utara yang diklaim dilakukan oleh "ISIS". Mereka ini merupakan kematian terakhir dalam konflik yang tampaknya tak terselesaikan yang dimulai dengan pemberontakan rakyat pada tahun 2011 dan tumbuh menjadi belitan kompleks kekuatan ganda asing.

Presiden Barack Obama mengirim pasukan AS ke Suriah pada 2015 sebagai bagian dari koalisi melawan "ISIS." Tetapi kemudian mengumumkan penarikan pada bulan Desember lalu, Trump menyatakan bahwa AS telah "melakukan kemenangan bersejarah" atas para militan berarti saatnya telah tiba bagi pasukan AS untuk pulang.

Masih ada sekitar 2.000 tentara AS di Suriah, tetapi serangan pada hari Rabu menimbulkan lebih banyak pertanyaan tentang penarikan mereka dari sebuah negara di mana musuh yang diumumkan masih berusaha keras.

Pada 19 desember 2018, Trump mengatakan dia akan menarik pasukan dari Suriah.  "Kami menang melawan ISIS," kata Trump dalam video yang diposting di Twitter pada 19 Desember.

Sumber: twitter.com/realDonaldTrump
Sumber: twitter.com/realDonaldTrump
Pengumuman mendadak itu sangat mengejutkan, sementara presiden tidak memberikan batas waktu yang konkret untuk penarikan, pejabat Departemen Pertahanan mengatakan dia telah memerintahkan untuk menyelesaikannya dalam 30 hari.

Pada 19 Desember 2018, sehari setelah pengumuman itu Menhan AS, James Mattis menyatakan: "Pandangan saya tentang memperlakukan sekutu dengan hormat dan juga menjadi jelas tentang aktor jahat dan pesaing strategis sangat kuat," tulisnya dalam surat pengunduran dirinya.

Pada 26 Desember 2018, Presiden Trump, setelah pertemuan dengan Letnan Jenderal Paul LaCamera, komandan top AS di Irak dan Suriah, setuju untuk memperpanjang penarikan dari 30 hari menjadi empat bulan.

Tapi dalam pidato 10 Januari di Kairo, Menlu AS,  Mike Pompeo berbicara tentang keputusan Presiden Trump baru-baru ini untuk menarik pasukan AS dari Suriah. (Reuters)

Provokasi Israel

Setelah AS mengumumkan akan menarik diri dari Suriah, militer Israel melakukan aksi pemboman terhadap sasaran tentara Iran di Suriah.

Pada 20 dan 21 Januari, Israel melancarkan serangan intensif dari darat dan udara ke wilayah Suriah selama dua hari. Militer Israel juga mengumumkan menyerang target profil tinggi tentara Iran di Suriah dan meminta pemerintah Suriah untuk tidak ikut campur.

Dengan pemboman semalaman, tampaknya Isreal sekali lagi melakukan tekanan keras terhadap tentara Iran di Suriah.

Selain itu militer AS yang ditempatkan di Suriah juga telah dibom baru-baru ini. Minggu lalu, "ISIS" melancarkan serangan teroris bunuh diri di Manbij, menewaskan empat orang Amerika,  ini menjadi korban paling tragis dari militer AS di Suriah selama lima tahun ini.

Sumber: www.aljazeera.com
Sumber: www.aljazeera.com
Menurut pernyatan Menhan Rusia pada 20 dan 21 Januari selama 48 jam, pihak Suriah berhasil, mencegat 30 rudal Isreal, serangan rudal Isreal ini telah menewaskan sedikitnya 4 tentara Suriah.

Pada pagi hari 21 Januari Pasukan Pertahanan Isreal mengkonfirmasi serangan udara di sekitar Damaskus, dan juga menyatakan pada 20 Januari angkatan bersenjata Iran yang ditempatkan di Dataran Tinggi Golan Suriah dekat perbatasan Isreal menyerang Isreal dengan roket darat-ke darat, tapi dapat ditangkal oleh sistem pertahanan udara Israel.

Pemerintah Suriah mengecam atas serangan "invasi" Israel tersebut, dan menyatakan Isreal telah melanggar "Syrian Israeli Force Separation Agreement" yang telah diadopsi PBB pada tahun 1974.

Perwakilan Suriah untuk PBB, Jaafari, bahkan mengancam bahwa jika Dewan Keamanan tidak dapat mencegah tindakan Israel, Suriah memiliki hak untuk melakukan hal yang sama untuk bandara Tel Aviv di Isreal.

Banyak analis yang berpandangan, bahwa sejak AS mengumumkan rencana untuk menarik pasukan dari Suriah pada pertengahan dan akhir Desember tahun lalu, pihak Israel telah mengubah strategi sebelumnya dengan menargetkan Iran atau Hizbullah yang ada di Suriah, menjadikan isu ini agar lebih radikal dan populer. Namun hal ini juga menciptakan ketidakpastian bagi masa depan Suriah selatan, terutama di dekat Dataran Tinggi Golan.

Analis menyebutnya situasi terakhir ini di Suriah akan masuk dalam perang "vibration mode", maksudnya seperti diketahui selama 3 bulan sebelumnya relatif keadaan cukup sepi, bahkan jika Isreal melakukan tindakan sering tidak mengatakan apa-apa. Kali ini tepatnya setelah AS mengumumkan akan menarik pasukannya dari Suriah, justru melakukan tindakan ini dengan mengumumkan secara profil tinggi dan nada tinggi.

Marilah kita mengingat kembali pada saat Perang Teluk 1990. Israel melakukan perang dengan  "silent mode". Saat itu Saddam Hussein meluncur rudal ke Israel. Israel diserang, tapi tidak membalas, tidak memprotes bahkan bungkam saja. Mereka menunggu AS untuk menyelesaikan masalah ini. Karena AS membutuhkan Israel untuk menahan serangan udara pada saat itu, dan mencegah Saddam mengubah fokus perhatian Irak ke masalah Palestina-Israel. Jadi pada waktu itu perangnya adalah "silent mode", dan kemudian dari tahun sebelumnya hingga akhir tahun lalu, yaitu waktu dari 2017 hingga 2018, Israel terus-menerus menyerang target-target pasukan paramiliter Iran di Suriah, termasuk yang dikirim oleh Iran, dengan melancarkan serangan udara. Ini benar-benar tidak main-main lagi perang ini disebut "vibration mode".

Israel dengan tanpa berkoar dan bungkam terus menghantam sasaran Iran yang berada di Suriah, maksudnya untuk mengusir keluar tentara Iran dari Suriah. Tetapi ternyata hal ini tidak berhasil, juga tidak bisa membawa AS untuk berhadapan langsung dengan Iran di front medan perang.

Maka ketika ketika AS mengumumkan akan mundur dari Suriah, mereka akan membutuhkan mobil untuk masuk dan meninggalkan Suriah, kali ini Israel tidak lagi melakukan perang  "vibration mode" melainkan dengan "vibration plus loud mode."

Kini Israel dengan suara yang lantang mengumumkan ingin bertarung dengan sikap yang menonjol untuk mengusir pasukan darat Iran dari Suriah. Ini sebenarnya mencerminkan perubahan konseptual Israel. Tujuan Israel tidak berubah. Selalu ingin mengusir Iran dari Suriah. Karena personil bersenjata Iran di Suriah dipandang oleh Israel sebagai ancaman besar.

Tentu saja Isreal tidak perduli apakah Iran begitu mengancam Israel adalah masalah lain. Namun penilaian Israel hanya dengan cara ini mengharapkan agar AS kemungkinan akan campur tangan dalam perang saudara Suriah.

Dan menggunakan kesempatan ketidak mendapatkannya dukungan militer AS untuk menghabiskan tenaga Iran, dengan menyodorkan diri kepada AS biarlah Isreal yang maju bertarung dengan tanpa bersuara agar tidak menyebabkan kontradiksi pada dirinya.

Tetapi setelah AS mundur, maka Israel kelihatannya kali ini harus memperjelas posisinya. Dengan memaksa AS untuk mendukungnya, selain itu melakukan tekanan langsung pada militer Iran. Memanfaatkan keunggulan AU nya untuk memaksa Iran mundur dan menjauh dari Datar Tinggi Golan. Karena jika tentara Iran jauh masuk ke utara maka Isreal tidak dapat mengendalikannya, tetapi jika tentara Iran akan masuk ke selatan ke Dataran Tinggi Golan Suriah yang diduduki Israel, di mata Israel itu merupakan ancaman bagi Israel. Jadi dalam hal ini tekad Israel sangat kuat.

Selain itu pemanfaatan timing bagi Israel juga penting, menarik kembali tentang masalah penyerangan pada 20 Januari lalu menurut info dari para pengamat militer, ketika itu terlihat Mayjend. Qassem Soleimani komandan Pengawal Revolusi Iran "Brigade Kota Suci", melakukan inspeksi di Dataran Tinggi Golan.

Sekitar satu jam sebelum dan sesudah inspeksi, Israel meluncurkan serangan. Jadi terlihat timingnya sangat tepat, jadi dari sudut pandang ini, dapatlah kita mengatakan ini pekerjaan intelijen Israel yang sangat solid saat ini. Dengan kata lain, selama mereka mendapatkan info intelijen bernilai tinggi, maka mereka dapat segera meluncurkan serangan ke target berharga tinggi. Mereka tidak harus melalui pertempuran sebelumnya sebagai pembalasan, jadi ini adalah kemampuan yang kuat dari Israel secara militer.

Dari 25 Desember tahun lalu hingga 11 Januari tahun ini selama 2 minggu Israel menlancarkan serangan intensif tanpa henti. Ini sepertinya menunjukkan kecemasan Israel, namun Israel melakukan ini untuk menunjukkan kepada lawannya seakan AS boleh saja keluar dari Suriah, tetapi tindakan mereka tidak akan ditangguhkan. Selain itu juga untuk mengingatkan AS untuk memperhatikan kepentingan dan kekhawatirannya tentang masalah keamanannya.

Serangkaian serangan Israel kali ini mengenai bandara di sekitar Damaskus. Suriah sangat marah kepada Israel atas alasan menyerang tentara Iran. Bagaimanapun serangan ini adalah menyerang wilayah Suriah, maka Suriah mengancam balik untuk membalas menyerang bandara Israel Tel Aviv.

Akankah ini mengarah pada konflik militer berskala besar antara Israel dan Suriah dan bahkan Iran?

Kemungkinan ini masih belum dan bahkan tidak akan terjadi, karena untuk konflik besar-besaran antara Suriah dan Israel, jika ditinjau dari perspektif Suriah tidak sejalan dengan kepentingan Suriah saat ini dan tidak sejalan dengan tujuan strategisnya. Karena bagi Suriah, yang penting saat ini untuk membersihkan teroris di negara itu sesegera mungkin, kemudian menyelesaikan tindakan keras terhadap berbagai oposisi yang telah dibina dan didukung AS.

Dari sudut pandang Iran, Iran tidak perlu harus secara langsung konflik dengan Israel, mereka bisa menggunakan dengan cara mendukung "pasukan bersenjata Hizbullah" Lebanon dan bahkan membiarkan Hamas melakukan sesuatu perang pada Israel. Tujuan utama Iran berada di Suriah adalah memerangi Sunni ekstrimis, bukanlah untuk berhadapan langsung dengan Israel.

Bagi pihak Suriah mungkin lebih suka dengan keadaan sekarang yang sudah meredah akan lebih menguntungkan. Tapi bagi pihak Israel mungkin juga tidak ingin penyerangan diperbesar dan diperkeras lagi, hanya saja tidak akan berhenti menyerang.

Kita bisa melihat Benjamin Netanyahu tidak akan membiarkan pengawal Revolusi Iran "Brigade Kota Suci" yang dikomadani oleh Qassem Soleimani. Soleimani adalah jenderal yang bertanggung jawab atas operasi khusus di luar negeri Iran, setara dengan pasukan tempur khusus pengawal revolusi Iran Garda Revolusi. Netanyahu mengirim telegram kepada Sulaemani: "Selama saya masih menjabat, saya tidak akan menghentikan serangan terhadap 'Brigade Kota Suci'."

"Brigade Kota Suci" dibentuk tahun 1988 selama perang Iran-Irak hingga kini masih ada, dan Sulaemani hingga kini masih tetap dalam Brigade ini, dia telah berperan penting dalam beberapa perang.

Sumber: Ilustrasi dari ctc.usma.edu
Sumber: Ilustrasi dari ctc.usma.edu
(Siapakah Qassem Soleimani? Dalam beberapa tahun terakhir, Iran telah memproyeksikan kekuatannya di Timur Tengah, dari Libanon dan Suriah hingga Irak dan Yaman. Salah satu kunci keberhasilannya adalah strategi unik untuk memadukan kekuatan militan dan negara, sebagian dibangun berdasarkan model Hizbullah di Lebanon. Arsitek utama yang diakui dari kebijakan ini adalah Mayor Jenderal Qassem Soleimani, Komandan yang lama memimpin Angkatan Quds ("Yerusalem") Iran. Tanpa diragukan, Soleimani adalah jenderal paling kuat di Timur Tengah saat ini; dia juga salah satu dari tokoh hidup paling populer di Iran, dan telah berulang kali disebut-sebut mungkin sebagai calon presiden yang akan datang.)

Setelah berpengalaman dalam 30 tahun di medan perang, Sulaemani sangat piawai dalam berperang. Maka itulah begitu Israel mendapat info dia muncul di Dataran Tinggi Golan, Israel langsung tanpa menunggu lama langsung melancarkan serangan ke lokasi ini. Dengan tujuan untuk membunuh Sulaemani, sebab jika berhasil membunuh dia, itu berarti daya perang "Brigade Kota Suci" akan berkurang 50% bahkan lebih.

Jadi dari uraian di atas ini, kita dapat melihat kedua belah pihak Iran dan Israel sangat jelas sekali saling menarget satu sama lain.  Maka dari itu, serangan udara Israel terhadap Suriah baru-baru ini sungguh sangat berdarah-darah dan intensif.

Militer AS menderita korban terbesar dalam lima tahun pertempuran di Suriah pada saat menjelang penarikan.

Seperti yang telah dituliskan di atas. Pada 20 Januari, mayat empat tentara AS yang terbunuh dalam seranganbom bunuh diri di Manbij, Suriah utara, diangkut kembali ke AS. Presiden Trump secara pribadi menyambut kedatangan jasad korban tersebut di Bandara. Media AS mengklaim bahwa ini adalah korban terbesar sejak AS mulai beroperasi di Suriah pada 2014, sebelumnya hanya ada dua tentara AS yang tewas dalam operasi di Suriah.

Pada waktu pemerintahan Obama 2015, 4 orang personil AS terbunuh yaitu: Kepala Staf Angkatan Laut Senior Scott Cooper Dayton, Staf Angkatan Udara Sgt. Leo Austin Bieren, Army Spc. Etienne Jules Murphy, dan Master Angkatan Darat Sersan. Jonathan Jay Dunbar. (Navy Senior Chief Petty Officer Scott Cooper Dayton, Air Force Staff Sgt. Leo Austin Bieren, Army Spc. Etienne Jules Murphy, and Army Master Sgt. Jonathan Jay Dunbar).

Pada 16 Januari lalu di Manbij kota kecil di Suriah utara, militer AS sedang melakukan "patroli rutin" di "daerah aman" Restoran "Istana Pangeran" yang sering dikunjungi tentara AS. Seorang bom bunuh diri dengan rompi bom masuk dan meledakan diri.

Sumber: www.bbc.com
Sumber: www.bbc.com
Akibatnya 15 orang menjadi korban tewas, termasuk 4 orang Amerika dan 2 tentara Amerika, seorang kontraktor dan seorang warga sipil dari Kementerian Pertahanan. Setelah insiden itu, "ISIS" mengaku bertanggung jawab atas serangan itu (menurut berita, korban termasuk Jonathan Farmer, 37, dari Florida, menjabat sebagai perwira kepala pasukan AD; Shannon Kent, 35, dari New York, adalah seorang kepala teknisi kriptologis AL; Scott Wirtz sebelumnya bekerja sebagai Navy Seal AL- AS selama 10 tahun).

Sumber: www.bbc.com
Sumber: www.bbc.com
Pengaruh Pembomnan Teroris di Manbij

Menurut analis media luar, saat AS akan menarik tentaranya keluar dari Suriah, maka Turki menekan di perbatasan untuk mengusir Kurdi; Rusia dan Iran siap membantu suriah untuk merebut kembali wilayahnya yang hilang akibat perang suadara; "ISIS" ingin membuktikan diri bahwa dirinya masih eksis dengan melakukan serangan bom bunuh diri dan teror. Jadi apakah serangan bom teroris di Manbij ini akan membalikkan strategi AS terhadap Suriah?

Sumber: www.washingtonpost.com
Sumber: www.washingtonpost.com
Presiden Trump ketika mengumumkan akan menarik diri dari Suriah, dikatakan karena ekstrimis "ISIS" di daerah ini telah dinon-aktifkan, dihancurkan dan diusir pergi. Wapres AS Pence mengatakan bahwa "ISIS" telah dikalahkan, namun ternyata terjadi pemboman di Manbij, apakah ini bukan suatu tamparan ke muka AS?

"ISIS" memang telah dikalahkan di Suriah, tetapi dikalahkan oleh Rusia dan tentara Pemerintah Suriah ditambah kubu dari Iran. Namun AS rupanya ingin mengkalim penumpasan "ISIS" menjadi jasanya. Namun dengan terjadinya bom bunuh diri di sebuah restoran di Manbij yang berada dibawah kontrol AS cukup lama dan menjadi daerah aman bagi AS, ini suatu tamparan hebat. Karean situasinya ternyata belum mereda sama sekali.

Dari perspektif teori konspirasi sebenarnya banyak orang di militer AS berpikir bahwa mereka tidak boleh mundur, misalnya, Matisse mengundurkan diri karena hal ini. Ada banyak orang di militer AS yang memiliki pendapat yang sama dengannya.

Namun melihat situasi saat ini AS di Suriah, serangan teroris dapat mempercepat penarikan AS dari sana, masalahnya bagi AS bukan karena "ISIS" telah dieliminir. Itu bukan terkaitan dengan AS. Pertimbangan Trump hanya menyatakan tentang titik awal, dia hanya mengatakan bahwa "ISIS" telah dieliminir, jadi saya bisa mundur.

Tetapi kita semua tahu bahwa pertimbangannya yang sebenarnya adalah bahwa dia merasa tidak layak lagi membuang-buang kekuatan lagi di wilayah Suriah. Jadi tidak terkait langsung dengan apakah "ISIS" memiliki kemampuan untuk bertindak atau tidak.

Trump tidak ingin bermain di Suriah, lalu langkah apa selanjutnya yang akan dilakukan AS?

Analis berpandangan langkah selanjutanya AS ingin melangkah lebih jauh. AS berkebutuhan untuk koordinasi tindakan Israel yang terkoordinasi. Misalnya, jika satu aspek adalah untuk mengendalikan tindakan Israel, itu tidak akan mengarah pada situasi yang tidak terkendali di kawasan tersebut. Dengan menciptakan kondisi penarikan menjadi sangat lambat.

Misalnya saja telah diumumkan pada bulan Desmber lalu, namun sampai sekarang satu bulan telah lewat, tapi hanya sepersepuluh saja yang ditarik mundur dari komitmen awal. Tetapi kekuatan lain juga akan masuk seperti di Manbij, Rusia siap masuk. Sedang Turki sebenarnya bersiap untuk menyeberang ke arah ini dan menghantam timur Sungai Eufrat. Jadi sebenarnya beberapa pasukan sedang menunggu pasukan AS mundur. Jadi AS tampaknya harus membuat pilihan dan langkah yang jelas.

Sikap Turki

Saat setelah terjadi bom bunuh diri di Manbij yang memakan korban banyak orang Amerika, pada 20 Januari waktu setempat Presiden Turki Erdogan menelpon Presiden AS Trump untuk menyampaikan balasungkwa, sekaligus mengatakan bahwa serangan bom bunuh diri di kota Manbiji di Suriah utara adalah provokasi terhadap keputusan Trump dan berharap AS akan menarik pasukannya dari Suriah secepat mungkin. Turki siap untuk mengambil alih urusan keamanan Manbij "tanpa penundaan", tidak hanya berbicara dengan AS tetapi juga berbicara dengan Rusia.

Pada 23 Januari, Presiden Turki Erdogan mengunjungi Moskow untuk mengadakan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, dengan fokus pada situasi di Suriah. Erdogan menegaskan kembali bahwa Turki berharap untuk membangun "daerah aman" sekitar 30 kilometer di sisi Suriah dari perbatasan Turki-Suriah.

Beberapa media telah memfoto beberapa senjata berat Turki seperti artileri self-propelled M10-203mm yang telah diangkut ke daerah perbatasan Turki. Apakah ini berarti bahwa Turki telah mulai mempersiapkan perang skala besar? Turki, Israel, dan dua sekutu AS terus menunjukkan kekuatannya di Suriah. Akankah dua putaran serangan di selatan dan utara memicu putaran baru konflik?

Jika AS tidak setuju dengan rencana Turki di Suriah, apakah Turki akan tetap menyerang Suriah?

Jika AS tetap tinggal di Manbij, Turki pasti tidak akan berani menyerang, khawatir akan mengenai prajurit AS. Tetapi jika tentara AS ditarik mundur dari sana, sesuai dengan karakter politik Erdogan, Turki pasti berani menyerang ke dalam Suriah utara.

Masalahnya teletak pada kenyataan dari tentara Turki, dalam beberapa tahun terakhir atas kinerjanya di Suriah utara, telah diberlakukan dua konsep, dengan efektivitas tempurnya saat ini dan niat aktualnya untuk perang melawan milisi bersenjata Kurdi yang masih belum terselesaikan.

Namun Suriah dan Rusia tidak akan berdiam diri melihat penyerangan Turki ini. Sedang dari Kurdi meskipun secara terbuka tidak ada yang mendukung, tapi secara diam-diam banyak sukarelawan yang menyokongnya.

Selain itu jika penyerangan Turki hasilnya jburuk, dampak dari ini akan sangat tidak menguntungkan bagi situasi politik di dalam negeri Turki. Hal ini adalah sesuatu yang harus pertama-tama dipertimbangkan oleh Erdogan.

Jadi yang benar-benar di khawatirkan Erdogan sekarang adalah jika AS tidak pergi dari sana, maka Turki tidak bisa menyerang.

Selain itu Rusia juga sebenarnya juga sedang berancang-ancang ke Manbij dan bahkan sudah ada tindakan tertentu, sedang Iran pun juga ada ide akan ke sana.

Dalam situasi komplek demikian, Turki tampakya pertama-tama perlu berkomukasi dengan Rusia. Kunjungan Erdogan ke Moskow pada 23 Januari lalu adalah sinyal yang sangat penting perlu berkomunikasi dengan Putin. Untuk membicarakan batas-batas dalam penyerangannya dengan jelas untuk menghindari kontradiksi. Lebih-lebih terkahir ini terlihat adanya pergerakan tentara Turki yang relatif besar di sebelah utara Suriah di wilayah Turki.

Sekarang telah ada 80 ribu tentara yang maju ke perbatasan  utara Suriah setelah berkomunikasi dengan Putin. Tentara ini siap-siap untuk ditransfer ke sebelah timur Sungai Eufrat untuk menyerang ke kawasan Kurdi. Ini sebagai indikasi dari tentara Turki di masa depan. Namun harus dikomunkikasikan dengan Rusia secara jelas batasan-batasannya.

Situasi Suriah Kini

Sumber: www.bbc.com
Sumber: www.bbc.com
Di Utara ada Turki yang siap menyerang Kurdi, dan di sekatan ada Israel yang sedang berupaya mengusir tentara Iran yang ada di Dataran Tinggi Golan. Bisakah kemungkinan terjadi konflik skala besar terjadi di selatan dan utara Suriah?

Menurut pandanga para analis, tampak bagi Israel untuk melakukan perang besar-besaran kemungkinannya tidak akan terjadi, karena tujuan Israel terutama berusaha untuk memukul dan memaksa Iran lebih menjauh. Kedua belah pihak mungkin lebih merupakan konflik skala kecil dalam masalah ini, dan mereka akan terus mempertimbangkan sifat takut-takut mereka.

Tapi untuk Suriah utara bahayanya relatif lebih besar, karena Turki mepunyai niat untuk melakukan pembersihan terhadap pasukan Kurdi secara besar-besaran. Tetapi masalahnya perang ini, meskipun berskala besar, bukanlah perang tentang seluruh Timur Tengah.

Kemudian ada perubahan dalam sifat perang anti-terorisme di Suriah. Fakta bahwa Turki memerangi Kurdi adalah konflik parsial. Tidak peduli seberapa buruk dan indahnya, sebagian besar pengaruh jangka panjangnya ada di Suriah, dan itu adalah Suriah. Di utara, bahkan dikatakan bahwa itu tidak akan mempengaruhi seluruh wilayah Suriah.

Kecuali jika pemerintah Suriah sendiri merasa bahwa mereka dapat memulihkan semua wilayah sebelumnya.  Dalam hal ini pikiran Bashar al-Assad mestinya setelah tujuh tahun mengalami perang saudara, mestinya tahu bahwa masalah ini seharusnya tidak menjadi daya tarik rezim saat ini di Suriah. Jadi kemungkinannya adalah bahwa perang Kurdi-Turki tidak akan memicu perang antara Suriah dan Turki, dan bahkan kemungkinan kekacauan terjadi di seluruh Timur Tengah tampaknya tidak mungkin terjadi. Demikian pandangan banyak analis dan pengamat. Marilah kita sama-sama lihat perkembangan selanjutan, mudah-mudahan ke arah yang baik yang tidak membawa kesengsaraan pada rakyat jelata Suriah dan Kurdi serta seluruh rakyat Tumur Tengah secara keseluruhan.... semoga...

Sumber; Media TV dan Tulisan Luar Negri

https://www.aljazeera.com
https://ctc.usma.edu
https://www.thenational.ae
http://www.basnews.com
https://www.bbc.com
https://abcnews.go.com
https://abcnews.go.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun