Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bisnis Senjata dan Latar Belakang India Membeli S-400 Rusia

22 Oktober 2018   18:10 Diperbarui: 22 Oktober 2018   18:40 1834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini membaca berita Indonesia sedang membahas pembelian Su-35 dengan imbal beli komoditas produk pertanian kita, dan joint produksi pesawat jet tempur KFX-IFX buatan Korsel. Berkaitan dengan bisnis senjata, penulis ingin membahas tentang latar belakang pembelian India untuk S-400 alutsista pertahanan udara buatan Rusia, dan apa serta mengapa perdagangan senjata itu sangat berkaitan dengan kepentingan geopolitik internasional dan kepentingan permainan negara-negara utama dunia.

Pada 5 Oktober lalu, India dan Rusia secara resmi menandatangani kesepakatan pengadaan lebih dari 5 miliar USD untuk sistem pertahanan udara S-400. Kesepakatan ini kahirnya dapat diselesaikan, setelah begitu lama baru ter-relasasi karena India telah diancam AS untuk dijatuhi sanksi jika India jadi membeli alutsista ini dari Rusia. Tapi akhirnya India mengabaikan ancaman ini.

Mengapa India akhirnya memutuskan untuk membeli sistem S-400 tanpa berpikir bahwa itu akan membaut AS marah? Apa daya tarik dan uniknya sistem pertahanan udara S-400 ini?


Pada 4 Oktober PM India Narendra Modi berkunjung ke Rusia dengan mendapat sambutan mesra dari Presiden Rusia Vladimir Putin. Sehari sesudahnya pada 5 Oktober, di pertemuan kepala negara India dan Rusia, India menandatangani tiga perjanjian pengadaan senjata dengan Rusia dalam jumlah uang yang besar. Dari jumlah ini, pesanan S-400 yang terbesar mendapat perhatian khusus.

Menurut kesepakatan mereka, India membeli lima resimen sistem pertahanan udara S-400 (total 30 sistem) dengan harga 5,43 miliar USD. Harga ini telah menurun tajam 1 milyar USD dari harga awal 6,5 milyar USD.

Rusia memiliki kebijakan harga sendiri untuk menjual S-400. Khususnya akan dijual ke India untuk 1 milyar USD lebih tinggi dari negara lain, tetapi kali ini harga jualnya sama dengan negara lain.

Tampaknya kepada India, Rusia telah masuk dalam strategi kecemasan jika terus bertahan pada harga yang tidak dapat diterima India dikhawatirkan akan goyah dan membatalkan pembelian S-400 ini, yang menyebabkan perdaganan massal saat ini dan masa depan menguap. Sehingga memilih kebijakan ini.

Sistem S-400 telah dipuji oleh media Rusia sebagai sistem pertahanan udara yang paling ampuh di dunia modern, tidak hanya mampu berurusan dengan pesawat pengintai, pesawat strategis dan taktis, serta target supersonik, tetapi juga berkemampuan untuk melawan rudal taktis balistik dan rudal jarak menengah.

Kemampuan S-400

Sumber: Ilustrasi dari CCTV News
Sumber: Ilustrasi dari CCTV News

Biasanya ada enam hingga delapan unit tempur dalam sistem pertahanan udara S-400. Sistem peluncuran misil darat-ke-udara 98K6E dapat meluncurkan 96 rudal sekaligus dan secara bersamaan mengintersep 48 target.

S-400 dapat meluncurkan delapan jenis rudal yang berbeda, yang pada dasarnya mencakup ketinggian rendah, ketinggian menengah, ketinggian tinggi, jarak dekat, jarak menengah, dan zona pertahanan udara jarak jauh.

Satu sistem dapat secara independen menanggapi tuntutan pertahanan udara yang komprehensif. Dari jumlah tersebut, jangkauan rudal 40N6 adalah 400 km, dan dapat mencegat sebuah rudal pada yang berkecepatan 5.000 meter per detik.

Meskipun mereka semua model sistem S-400 untuk dijual di luar negeri, media India percaya bahwa lima sistem pertahanan udara S-400 yang dibeli Angkatan Udara India akan memiliki kapasitas tempur yang lebih besar daripada sistem S-400 yang dibeli oleh negara-negara tetangganya.

Ini karena sistem S-400 yang dibeli Angkatan Udara India akan dilengkapi dengan keempat jenis rudal pencegat, dan akan mampu menyerang target udara musuh dalam jarak 380 km, sedangkan sistem S-400 dibeli oleh negara-negara tetangga hanya dilengkapi dengan tiga jenis rudal pencegat, dan memiliki jangkauan maksimum 250 km.

bbc
bbc
8 Oktober, adalah hari ulang tahun ke-86 berdirinya AU-India. Selama pawai militer besar ini, Kepala Staf AU-India Birender Singh Dhanoa dengan bersemangat mengatakan bahwa setelah sistem pertahanan udara S-400 Rusia diaktifkan, kapasitas angkatan udara mereka akan memiliki lompatan besar ke depan.

Birender Singh Dhanoa mengatakan: "36 jet tempur Rafale, sistem pertahanan udara S-400, helikopter serang Apache, dan helikopter transportasi Chinook akan semakin meningkatkan kekuatan Angkatan Udara India."

Hanya berselang 5 hari setelah India dan Rusia menandatangani perjanjian untuk membeli sistem pertahanan udara S-400, pada 10 Oktober, Presiden AS Trump mengatakan bahwa India akan "segera mengetahui" keputusan AS tentang sanksi.

Sebelum ini, AS telah khawatir tentang Rusia dan India bisa mencapai kesepakatan besar untuk pembelian senjata, dan memperingatkan India berulang kali untuk melupakan pembelian senjata Rusia, menekankan bahwa itu tidak akan menutup kemungkinan penerapan sanksi terhadap India berdasarkan "Menghadapi Adverse America Melalui Sanksi Act atau  Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA)." UU baru AS yang disahkan 2 Agustus 2017.

Menurut undang-undang ini, setiap negara yang terlibat dalam kesepakatan penting dengan negara-negara tertentu termasuk Rusia dan Iran akan dikenakan sanksi Amerika.

"Kami telah menegaskan bahwa CAATSA adalah hukum AS dan bukan hukum PBB," kata Menteri Pertahanan Nirmala Sitharaman pada 13 Juli 2018.

Meskipun Kongres AS telah meluluskan laporan konferensi tentang Otorisasi Pertahanan Nasional Act-2019 (NDAA-19) yang memberikan pengabaian yang dimodifikasi untuk bagian 231 CAATSA, Presiden Trump akan perlu memberikan persetujuannya untuk membantu India menghindari sanksi Amerika. Ini mungkin bertentangan dengan kebijakan "America First" yang memihak kepentingan AS atas masalah global.

KSAD India Bipin Rawat menanggapi hal ini dengan mengatakan bahwa India mungkin mendapatkan beberapa teknologi melalui kerja sama dengan AS, tetapi akan selalu menuntut kebijakan diplomatik independen.

Sanksi AS mungkin tidak akan mempengaruhi keputusan India, dan India akan melanjutkan kerja sama militernya dengan Rusia dan AS. Meskipun di bawah tekanan besar, mengapa India begitu bersikukuh untuk melakukan kebalikan dari apa yang diinginkan AS?

Pengamat melihat ada dua pertimbangan mengapa India membeli sistem S-400 meskipun ada tekanan AS. Yang pertama adalah meningkatkan dan mengganti senjata dan peralatan pertahanannya. Itu adalah sebuah aturan keharusan.

Di masa lalu, mereka membeli dalam jumlah besar peralatan Soviet, tetapi teknologinya kini telah sangat berkurang dan tertinggal. Saat ini, pertahanan udara India tidak memiliki kemampuan anti-rudal. Kapasitas tempur yang besar dari S-400 dapat meng-upgrade senjata mereka, hal itu yang menjadi pilihan alami.

Alasan kedua dengan membeli sistem S-400 meskipun mungkin AS akan memberikan tekanan yang lebih besar.Tapi mereka dapat menggunakan sistem S-400 sebagai chip poker, itu akan membuka jalan bagi AS untuk mau mengekspor alutsista ke India, terutama alutsista canggih.

Jika dilihat putusan India membeli alutsista dari Rusia, tampaknya mendapat tekanan dari AS memiliki efek penting.

"Pada akhirnya, Modi Mengejek AS" demikian komentar dari "Vzgyad" Rusia, pemerintah Modi bertahan dari tekanan AS, tetapi beberapa informasi juga mengungkapkan bahwa India sedang mencari kekebalan dari sanksi AS.

Randall Schiver Asisten Menhan AS mengatakan: "Kami masih akan memiliki kekhawatiran yang sangat signifikan jika India mengejar platform dan sistem baru dari [Rusia]. Saya tidak bisa duduk diam di sini dan memberi tahu Anda bahwa mereka akan terkecualian dibebaskan, itu akan menjadi keputusan presiden."

Alasan bahwa presiden harus menjatuhkan sanksi terhadap India karena Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional (NDAA) untuk tahun fiskal 2019 yang dirilis pada bulan Agustus telah memberikan kewenangan kepada Presiden AS untuk membebaskan sanksi AS terhadap India, Vietnam, dan Indonesia yang biasanya akan dijatuhkan karena pembelian peralatan militer Rusia.

Analis telah menunjukkan bahwa artikel terkait tentang hal ini akan disesuaikan untuk India dan negara lain. Jadi, akankah Trump benar-benar menerapkan sanksi terhadap India?

Meskipun AS telah mengancam, tapi karena AS saat ini sedang ingin mempercepat strategi Indo-Pasifiknya, dan India adalah mata rantai paling sentral dalam strategi Indo-Pasifik AS, hubungan India-AS baru-baru ini telah mendapatkan beberapa kemajuan praktis, jadi dalam mata para pejabat senior India, meskipun AS telah membuat ancaman, dalam kenyataannya, itu tidak akan benar-benar menerapkan sanksi terhadap India, terutama karena belum lama ini, India dan AS sedang melangsungkan pertemuan "2 + 2" dan selama pertemuan ini kedua negara mungkin telah membentuk beberapa perjanjian secara diam-diam. ( baca: Menilik Strategi Pemerintahan Trump-AS "Indo-Pasifik" )

Di permukaan, AS harus tampak ketat, tetapi ketika harus menggunakan hukum untuk memberi sanksi kepada India karena membeli sistem S-400, pengamat pikir itu tidak mungkin. Kemungkinan besar AS akan menggunakan India untuk membeli sistem S-400 sebagai syarat untuk memaksa India membeli lebih banyak peralatan AS dan memperluas kontribusinya untuk porsi kesepakatan persenjataan AS.

Meskipun Rusia saat ini masih mitra terbesar India dalam kerjasama teknologi militer. Dalam beberapa tahun terakhir, AS telah meningkatkan kekuatan yang telah digunakan teknologi militer untuk menarik India ke sisinya dalam upaya untuk menekan Rusia dari pangsa pasar senjata India.

AS Berupaya Menggeser Pangsa Pasar Senjata Rusia di India

Pada bulan Maret, Lockheed Martin mengumumkan bahwa mereka akan membangun pusat manufaktur jet tempur F-16 global di India. Pada bulan April, Perusahaan AS Boeing akan mendorong jet tempur "Super Hornet" akan dibangun di India. Dan Boeing membangun pabrik di India jauh sebelum itu, di mana mereka bermitra dengan perusahaan India TATA untuk memproduksi bodi helikopter serang Apache.

Saat ini, AS telah menjadi negara pemasok senjata terbesar kedua di India. Dari sini, dapat dilihat bahwa India menjadi target baik AS maupun Rusia agar bisa menariknya ke pihak mereka.

Daya Tarik S-400

S-400 sistem jelas-jelas menyakiti perasaan AS, alasan utama karena alutsista ini kini paling populer dan menarik perhatian dunia kemiliteran dengan sistem pertahanan jarak jauhnya.

Dan India bukan yang pertama melawan keinginan AS untuk membeli sistem S-400.

Pada bulan Desember 2017, Turki menandatangani perjanjian dengan Rusia untuk membeli sistem pertahanan udara S-400. Berdasarkan perjanjian tersebut, Rusia akan menjual empat sistem pertahanan S-400 ke Turki seharga 2,5 miliar USD. Turki menjadi anggota pertama NATO yang membeli dan yang akan mendeploitasi sistem pertahanan udara S-400. 

Kesepakatan senjata antara Turki dan Rusia Membuat Ketidaksenangan Ekstrim dari AS pada saat itu.

Heather Nauert, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan: "Saya tidak akan membahasnya, tetapi kami telah memperjelas apa yang dapat memicu sanksi bagi negara dan entitas lain di seluruh dunia."

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan: "Turki mempunyai hak untuk membangun kekuatan pertahanan nasionalnya sendiri yang otonom, dan negara-negara lain tidak memiliki hak untuk memberikan komentar."

AS mengancam untuk membatalkan pengiriman jet tempur F-35 ke Turki, karena pemerintah Turki dengan tegas berniat untuk membeli sistem S-400 dari Rusia, dengan batch/paket pertama akan dikirimkan pada paruh pertama tahun 2019. ( Dilema Amerika Menyerahkan Jet Tempur F-35 Kontrak Turki dan Rusia S-400  )

Selain itu, pada 5 Oktober 2017, Raja Salman dari Arab Saudi mengunjungi Rusia, dan kedua negara mencapai kesepakatan terkait pembelian sistem pertahanan udara. Perjanjian itu menyatakan bahwa Rusia akan menyediakan Arab Saudi dengan rudal pertahanan udara S-400 dan alutsista lainnya.

Apa yang menjadi begitu menarik untuk S-400, sehingga banyak negara ingin membelinya?

Ada banyak jenis senjata pertahanan udara dan rudal global. Para ahli senjata melihat ada dua aspek yang memunculkan peran kebangkitan tak terduga dari sistem S-400. Yang pertama adalah harganya terjangkau, yang kedua mereka berguna.

Negara-negara lain yang menjual senjata semacam ini menjualnya dengan harga tinggi, seperti AS yang menjual Patriot-3 yang dimodifikasi, dan Prancis menjual sistem Aster SAMP/T namun terlalu mahal. Tetapi Rusia telah menyediakan senjata berkualitas tinggi dengan biaya rendah, dan ketika menyangkut kinerjanya dengan rasio harga, ini adalah salah satu yang terbaik di dunia. Ini yang membuat sangat memikat banyak negara.

Yang kedua, karena peralatannya sangat berguna. S-400 adalah versi upgrade dari S-300 PMU-3, dan berkemampuan beropeasi untuk udara tempur yang sangat luas, dari 5 km hingga 500 km, dan dapat mencapai ketinggian yang cukup tinggi.

Ketika membicarakan fungsi intersepsi dasar, AU- Rusia mengatakan bahwa alutsista ini dapat mencegat semua target udara, termasuk rudal jelajah, rudal balistik, drone, helikopter, jet tempur, dan pesawat pembom, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pertahanan udara dari negara-negara ini.

Di masa lalu, pertahanan udara hanya menyerang semua jenis pesawat, tetapi alutsista ini berkemampuan anti-rudal yang dikombinasikan dengan kemampuan anti-udara. Ini adalah perbedaan terbesar antara S-400 dan alutsista sejenis lainnya.

Keunikan Perdagangan Alutsista (Alat Utama Sistem Senjata)

Dari banyak macam perdagangan yang berbeda di dunia, kesepakatan senjata adalah yang paling unik, karena selain mendapatkan kepentingan ekonomi, mereka juga sering memiliki kepentingan politik.

Senjata apa yang dijual dan siapa yang membeli sering memicu perrundiangn putaran demi putaran dan permainan intrik geopolitik.

Alasan sistem S-400 bisa terjual dengan sangat laris karena kinerja luar biasa dari generasi sebelumnya di medan pertempuran. Jika kita ingin melihat kinerja senjata S-series ini, Suriah adalah tempat terbaik untuk diamati.

Di Suriah, tidak hanya ada alat militer Rusia S-400, ada juga S-300 yang baru dikerahkan dan S-200 yang lebih tua yang masih digunakan oleh militer Suriah. Dengan pengalaman medan tempur di Suriah ini tampaknya S-400 dikembangkan dari generasi sebelumnya S-300.

Pada 3 Oktober, Kementerian Pertahanan Rusia merilis video rudal S-300 PMU-2 ke udara di pangkalan udara Khmeimim di Suriah. Rudal ini akan melengkapi Angkatan Pertahanan Udara Suriah.

Sergey Shoygu, Menteri Pertahanan Rusia mengatakan: "Kegiatan kami untuk mengirim peralatan tujuannya untuk memperkuat sistem pertahanan udara Suriah dan terutama untuk melindungi personil militer Rusia. Kami telah mengirim sistem S-300 ke Suriah, yang mencakup 49 peralatan, radar, sistem pemosisian (positioning), kendaraan komando, dan empat platform peluncuran rudal."

Sergey Shoygu mengungkapkan bahwa personil militer Suriah akan menerima pelatihan selama tiga bulan untuk mempelajari cara mengoperasikan sistem pertahanan udara S-300.

Ini adalah tanggapan kuat Rusia terhadap jatuhnya pesawat militer Rusia oleh ulah Israel pada 17 September.

Pada 17 September malam, waktu setempat, pesawat pengintai IL-20 Rusia dengan 15 awak tertembak jatuh oleh rudal darat-ke-udara Suriah, dan semua anggota awak tewas.


Sputnik News Rusia melaporkan bahwa menurut juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia Igor Konashenkov, sebuah pesawat Israel sengaja menciptakan situasi berbahaya di wilayah Latakia Suriah, yang menyebabkan pesawat militer Rusia terkena rudal sistem pertahanan udara S-200 Suriah.

Di layar besar kita bisa melihat dengan jelas lokasi-lokasi rudal pertahanan udara S-200 yang diluncurkan oleh militer Suriah dan jet tempur Rusia dan Israel.

Rudal militer Suriah ditembakkan pada jet tempur Israel. Pada 22:02, S-200 self-guided hulu ledak mencegat target dengan permukaan refleksi yang lebih besar dan kecepatan lebih lambat, yang merupakan pesawat pengintai IL-20.

Sumber: grabed from youtube.com
Sumber: grabed from youtube.com
Pada 24 September, Kementerian Pertahanan Rusia merilis lebih banyak data yang secara langsung membuktikan tanggung jawab langsung AU-Israel atas jatuhnya pesawat pengintai IL-20.

Pada hari yang sama, Menhan Rusia Shoygu merilis pernyataan yang mengatakan bahwa mereka akan menyediakan sistem rudal pertahanan udara S-300 ke Suriah.

Saat ini, sistem pertahanan udara militer Suriah adalah sistem S-200 lama yang dibuat selama zaman Uni Soviet.

Ketika dihadapkan dengan jet tempur F-16 Israel, mereka hanya memiliki kesempatan teoretis untuk menyerang. Tapi jika ditingkatkan ke S-300, itu berarti bahwa jet tempur F-16 Israel akan menghadapi bahaya tertembak jatuh, dan pada waktu yang sama, S-300 mampu mencegat rudal balistik pada jarak lebih dari 150 km.

Awalnya, Rusia memiliki semacam perjanjian implisit dengan Israel ketika menyangkut masalah Suriah. Belum lama ini, ketika jet tempur Israel menyerang Suriah, pesawat itu menggunakan jet tempur Rusia sebagai penutup yang menyebabkan jet tempur Rusia itu jatuh dan hancur. (baca: Pemain Di Belakang Layar Serangan Ke Provinsi Idlib Untuk Mengakhiri Perang Sipil Suriah  )

Siituasi semacam ini dianggap suatu penghinaan besar, Rusia pasti akan membalasnya dalam bentuk yang sama, begitulah kira-kira situasi ini. Rusia membatalkan janji yang telah dibuatnya kepada AS dan Israel bahwa mereka tidak akan memberikan anti-rudal canggih dan sistem pertahanan udara untuk militer Suriah, dan memberikan pemerintahan al-Assad dengan sistem S-300.

Secara garis besar, diatas ini adalah hubungan antara Rusia dan Israel dan AS

Reaksi Israel

Menurut laporan media Rusia, meskipun Rusia baru saja mulai mengirimkan sistem pertahanan udara S-300 ke Suriah, gerakan Israel bahkan lebih cepat, karena telah mulai merencanakan serangan udara terhadap situs S-300.

Dikabarkan baru-baru ini, pasukan Polisi Militer Rusia menghancurkan basis pemberontak di luar Damaskus, ibu kota Suriah. Setelah itu, para militan yang ditangkap mengakui bahwa ini sebenarnya adalah rumah persembunyian bagi agen khusus Israel. Militer Rusia juga menemukan peta militer khusus di antara peralatan yang disita terdapat peta yang ditandai lokasi dari situs pertahanan udara S-300 Suriah.

Suriah hanya memiliki sistem S-300 selama beberapa hari tetapi informasi tentang lokasi situs bisa diperoleh oleh Israel.

Dihadapkan pada kenyataan nyata dari pengiriman S-300 yang sukses, Israel tidak mau menunjukkan kelemahannya atau tinggal diam.

"Kami memiliki jet tempur siluman, ini adalah pesawat terbaik dunia. S-300 tidak dapat melacak jet tempur semacam ini. Jadi tidak ada cara untuk menghentikan serangan Israel terhadap Suriah." Kata Menteri Kerjasama Regional Israel Tzachi Hanegbi.

"Pesawat terbaik" yang disebut Tzachi Hanegbi adalah F-35. Militer Israel bersuka-cita bahwa mereka telah berhasil menerbangkan dua F-35 melintasi Suriah ke wilayah Iran yang memiliki sistem pertahanan udara S-300, di mana mereka telah melakukan misi pengintaian yang sangat luas sebelum meninggalkan tempat ini, dan sistem S-300 Iran tidak berhasil mendeteksi mereka.

Maka ahli militer Israel menunjukkan bahwa sistem pertahanan udara S-300 tidak memiliki kemampuan menghentikan invasi jet tempur F-35, bahkan dapat menyelesaikan misi serangan sebelum S-300 bereaksi.

Itu menjadi alasan lain, mengapa Israel sangat yakin F-35 dapat menembus pertahanan S-300.

Untuk meneliti sistem pertahanan udara S-300 yang dioperasikan oleh pasukan bersenjata Ukraina, sebuah delegasi militer yang terdiri dari Israel dan AS baru-baru ini melakukan kunjungan rahasia ke Kiev. Pada rentang sasaran, para pemimpin militer Ukraina mengungkap sifat-sifat teknis rudal darat S-300 ke tamu-tamu AS dan Israel mereka, dan juga memberi kesempatan mereka untuk melakukan uji coba rudal hidup.

Menanggapi hal ini, mantan Wakil Komandan Pasukan Pertahanan Udara Rusia dari Pasukan Darat Rusia, Letnan Jenderal Aleksandr Luzan, mengatakan bahwa Israel telah meremehkan kemampuan S-300.

Saat ini jet tempur F-35 memang memiliki amunisi yang hebat, sehingga memiliki kemampuan menembus pertahanan S-300. Jika Anda menganalisis S-300 berdasarkan pola dasar rudal, tampaknya tidak memiliki kemampuan untuk menemukan target siluman dan secara efektif bisa menghancurkannya.

Ini memang memberikan alasan yang bagus untuk F-35A AU-Israel. Namun menurut ahli alutsista dunia luar rudal S-300 yang diberikan Rusia ke Suriah mungkin bukan rudal pola dasar, itu pasti akan dikombinasikan dengan berbagai radar target anti-siluman untuk membentuk kemampuan pelacakan jarak jauh untuk F-35.

Pada saat yang sama, sistem rudal S-400 Rusia di Suriah memiliki kemampuan untuk menemukan dan mencegat target siluman. Jadi jika keduanya digunakan, secara kombinasi satu sama lain dan dalam koordinasi, mereka dapat bertindak untuk bertindak membantu S-300 dalam memerangi F-35, sampai batas tertentu. Jadi ketika menyangkut siapa yang memiliki superioritas di wilayah udara Suriah, F-35A atau sistem rudal S-300, kita harus wait and see saja.

Dengan apa yang terjadi di sekitar S-300, kita dapat melihat bayang-bayang konflik Arab-Israel di Timur Tengah.

Saat kekuatan utama AS dan Uni Soviet sedang berusaha untuk mengubah keseimbangan kekuatan regional mereka melalui ekspor senjata, dan mereka menarik situasi regional menjadi terbolak-balik dan gojang-gajing

Saat-saat ini, dalam konflik Arab-Israel, negara-negara Arab memainkan peran utama pada awalnya, dan memegang keunggulan absolut, terutama dalam berbagai operasi pertempuran udara, dan berbagai artileri buatan Rusia dan Soviet memiliki keunggulan besar. Didukung oleh sejumlah besar senjata dan peralatan dari negara-negara utama, negara-negara Arab memiliki keunggulan nyata di awal konflik.

Di masa lalu, Israel akan melarikan diri ketika melihat mereka (Arab), karena Israel tidak mungkin melawan pasukan Arab, jadi secara umum, senjata-senjata ini memiliki pengaruh besar dalam mendukung negara-negara Arab dan dalam membalikkan keadaan.

Tetapi pada saat yang sama, penjualan senjata AS ke Israel juga memiliki pengaruh penting dalam mengubah situasi di Timur Tengah. Ekspor F-16 serie dan F-15 serie ke Israel memiliki pengaruh penting, apakah itu dalam serangan udara terhadap reaktor nuklir Irak atau dalam pertempuran udara di beberapa perang lokal di Timur Tengah.

Jadi, ekspor alutsista dalam jumlah besar memiliki efek saling menggergaji di Timur Tengah, dengan kadang-kadang Rusia memiliki keunggulan, kemudian berganti AS memiliki keunggulan, dan itu semua sangat merusak dan mencerai-berai seluruhan kawasan ini.

Di balik pengeksporan senjata dan perdagangan juga berpenaruh pada lingkungan politik dan arah perkembangan dari pembeli dan penjual. Jika negara tertentu membeli semua senjata mereka dari negara lain, berbagai keputusan strategis negara itu pasti akan dipengaruhi dan dibatasi oleh negara yang menjual senjata kepada mereka.

Dengan kata lain, kesepakatan senjata telah menjadi alat bagi negara-negara untuk menggunakan penyaderaan dan kontra- penyaderaan (containment and counter-containment).

Dengan penyebaran alutsista, dalam kenyataannya, hubungan aliansi ini juga menyebar. Dan penjualan alutsista adalah semacam ikatan untuk hubungan aliansi dengan AS dan negara-negara NATO, seperti bagaimana AS memperdagangkan sejumlah besar senjata, seperti jet tempur F-16, dan sekarang juga dengan mengekspor F-35 jet tempur ke sekutu mereka.

Pada kenyataannya, sekutu mereka tidak dapat menggunakannya dengan baik, atau mereka tidak dapat memperbaikinya dengan baik, jadi mereka harus meminta bantuan dari AS. Jika mereka meninggalkan AS, atau memiliki strategi yang berbeda dari strategi AS, AS mungkin dapat membuat alasan seperti suku cadangnya yang tidak mencukupi, dukungan logistik yang tidak cukup, atau dukungan teknis yang tidak memadai dan melarang ekspor (embargo) dan melakukan pemeliharaan senjata yang mereka beli. Maka peralatan ini akan menjadi tidak berharga di tangan siapa pun mereka berada.

Jadi ketika terjadi seperti hal di atas ini, ekspor alutsista sering menjadi tren hubungan aliansi yang berkembang. Jika itu bukan hubungan aliansi, itu bisa saja membentuk hubungan kuasi-aliansi.

Jadi ketika tiba saatnya untuk memperluas lingkaran pertemanan mereka dan terutama meningkatkan konsistensi strategis mereka di seluruh dunia, ekspor alutsista sangat berpengaruh dan membantu.

Kesepakatan atau perdagangan senjata tidak seperti transaksi perdagangan normal: mereka secara historis telah menjadi alat untuk menyandera dan kontra-menyandera kekuatan utama.

Karena negara-negara yang berafiliasi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kepentingan keamanan mereka sendiri, pertimbangan ekonomi, dan intrik geopolitik negara-negara utama, kesepakatan senjata menjadi semakin kompleks, dan bahkan dapat mengubah lanskap strategis dan politik dari suatu negara atau kawasan.

Dalam beberapa tahun terakhir, ekspor senjata Rusia sebagian besar telah dilakukan kepada 47 negara dan telah mencapai 40 miliar USD. Produk-produknya yang terkenal termasuk pesawat tempur Su-30, MiG-29, dan Su-35 multirole, tank T-90 yang dimodifikasi, pertahanan udara, artileri, dan sistem anti-kapal berbasis pantai, dan kapal selam berbahan bakar konvensional kelas-Kilo. Pembeli utama senjata Rusia ada di kawasan Asia-Pasifik.

Ketika menyangkut ke tradisi diplomatik Rusia, terutama pasca-Perang Dunia II, ketika menjadi negara adikuasa, dan industri militer Rusia berada di garis depan dunia, ekspor peralatan militer menjadi komponen yang sangat penting dari diplomasi Rusia, dan sangat penting pengungkit untuk permainan intrik antara kekuatan-kekuatan utama.

Meskipun industri senjata Rusia saat ini tidak dapat dibandingkan dengan apa yang terjadi selama Uni Soviet, seperti bagaimana dengan industri perkapalannya, pabrik-pabrik yang digunakannya untuk memproduksi kapal induk semuanya berada di Ukraina, meskipun demikian, mereka masih memiliki kelebihan dan kekuatannya sendiri. Dan dalam hal ekspor kemiliteran mereka masih memiliki metode dan alat yang sangat penting untuk memainkan kartu geopolitik.

Ini adalah kasus di Eropa, dan juga terjadi di Asia Tenggara.

Setelah P.D. II berakhir, perjuangan untuk supremasi antara AS dan Uni Soviet membentuk Perang Dingin, dan dua kelompok militer dan politik yang berlawanan dibentuk: NATO sebagai yang dipimpin oleh AS, dan Pakta Warsawa yang dipimpin oleh Uni Soviet.

Dalam situasi persaingan kedua kutub ini, AS dan Uni Soviet masing-masing mengekspor senjata ke sekutu militer dan negara-negara sahabat mereka, dan memandang ekspor senjata sebagai metode penting dengan negara-negara yang berafiliasi, memperluas pengaruh internasional, dan bahkan untuk penyebaran atau mendeploitasi strategis.

Ini membentuk dua cabang senjata utama di pasar senjata global: buatan AS dan buatan Rusia. Untuk waktu yang lama, AS dan Rusia telah menjadi eksportir senjata terbesar di dunia.

Setelah Perang Dingin berakhir, permintaan senjata domestik Rusia turun tajam, dan Rusia mulai meningkatkan metode penggunaan seperti meningkatkan ekspor senjata dan menghasilkan mata uang asing untuk memastikan kelangsungan hidup dan operasi normal industri militernya.

Pada Januari 2013, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan,  Komite Federasi untuk Kerjasama Militer-Teknik dengan Negara-negara Asing dan kesepakatan senjata asing sudah merupakan bentuk "perdagangan nasional."

Juga, Rusia dapat menggunakan ekspor senjata sebagai cara untuk menyeimbangkan politik internasional. Ekspor senjata bukan bentuk perdagangan --- di belakang mereka adalah pertimbangan geopolitik yang sangat penting, dan ini terutama berlaku untuk Rusia.

Di balik setiap kesepakatan senjata yang dibuat Rusia sebenarnya adalah perhitungan geopolitik yang sangat dalam dan membebani kepentingannya

Dan baru-baru ini, pemerintah AS telah berselisih dengan beberapa sekutunya, yang telah memberikan kesempatan bagi Rusia untuk mengekspor senjata.

Donald Trump mengatakan pada rapat umum pada 3 Oktober, "Raja (Raja Arab Saudi-Salman) --- kami melindungi Anda --- Anda mungkin tidak berada di sana (akan jatuh) selama dua minggu tanpa kami," dan retorika ini sangat mengganggu para pejabat senior Arab Saudi. Mereka mengatakan pada suatu kesempatan umum bahwa mereka tidak akan membayar bahkan satu dolarpun untuk senjata dan perlindungan AS di masa depan.

Karena itu, hubungan AS-Saudi terlihat mendingin.

Media AS khawatir jika hubungan AS-Saudi memburuk, Rusia-lah yang diuntungkan. Bagaimanapun, Arab Saudi baru-baru ini membeli sistem S-400 Rusia, dan tingkat pertukaran militer antara kedua negara telah meningkat baru-baru ini, Arab Saudi dan Rusia menunjukkan tanda-tanda persahabatannya meningkat.

Pertarungan untuk mendapatkan mitra di Timur Tengah adalah strategi mutakhir antara Rusia dan AS. Jika lebih banyak sekutu mulai berpihak pada Rusia, pengaruh Rusia di Timur Tengah akan menjadi kuat dan semakin kuat.

Dengan memperkuat penyanderaan atau dengan melemahnya penyanderaan AS di Timur Tengah, akan memiliki efek tertentu.

Jadi negara-negara ini juga merasakan bahwa Rusia melakukan hal-hal baik di kawasan tersebut, dan apakah itu dalam hal kontraterorisme, atau dukungannya terhadap Suriah, jika lebih banyak sekutu mulai berpihak pada Rusia, pengaruh Rusia di Timur Tengah akan menjadi kuat dan semakin kuat.

Dan dengan memperkuat Timur Tengah atau dengan mengarahkan untuk melemahkan penyanderaan AS, itu akan memiliki efek tertentu. Jadi negara-negara ini juga merasa bahwa Rusia melakukan hal-hal baik di kawasan itu, dan apakah itu dalam kontraterorisme, atau dukungan terhadap Suriah, jika mereka meniru itu di negara mereka sendiri, hal-hal seperti stabilitas dan keamanan pemerintah mereka sendiri di daerah sekitarnya. akan memiliki tanda-tanda perbaikan. Jika mereka bergantung pada AS, akan banyak terjadi pemerasan senjata.

Sebagai contoh, Qatar membeli 6 miliar USD senjata, tetapi hingga hari ini, hubungannya dengan Arab Saudi masih belum membaik.

Saat ini, tampaknya AS menciptakan konflik di Timur Tengah sementara Rusia memperlancar konflik di Timur Tengah. Seiring berlalunya waktu, lebih banyak sekutu AS mungkin percaya bahwa indeks kepercayaan AS jatuh, sementara Rusia sedang naik. Itu yang akan berlanjut, berpihak pada Rusia mungkin menjadi pilihan yang akan dipilih oleh negara-negara ini.

Namun bagaimanapun konflik belum terhenti atau meredah, yang menjadi korban adalah negara-negara ini, menjadi alat permaian negara-negara utama.....

Sumber: Media TV dan Tulisan Dalam dan Luar Negeri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun