Akhir-akhir ini dunia sedang ramai memberitakan tentang krisis valuta Turki yang terdepresiasi terhadap USD hingga hampir 20%, sanksi ekonomi yang dijatuhkan pemerintahan Trump terhadap Turki yang menaikan tarif impor baja dan aluminium Turki hingga 50% dan 20%. Sehingga friksi antara AS-Turki memanas.
Apakah Turki yang merupakan salah satu anggota NATO benar-benar akan terpisah dari AS dan berpihak pada Rusia? Marilah kita bahas disini berdasar fakta kejadian yang dapat kita lihat selama ini.
Setelah tarif naik lipat ganda, nilai tukar lira Turki dengan USD anjlok lebih dari 18% dalam satu hari, hingga 22%, dan menguapkan hampir setengah dari PDB Turki. Hal ini secara langsung menyebabkan lira merosot. Mata uang Turki merosot lebih dari 40%, atau turun sekitar setengah, sehingga menyebabkan kepanikan baru.
Dalam keadaan ini, Presiden Turki -- Recep Tayyib Erdogan berpidato di depan pendukungnya dengan mengatakan: "Hari ini, beberapa pihak mencoba mengancam Turki melalui ekonomi, sanksi, pertukaran mata uang asing, suku bunga, dan inflasi. Kami memberi tahu mereka: kami dapat melihat permaian kalian dan kami menantang kalian."
Pada 15 Agustus, Presiden Turki mengeluarkan perintah eksekutif (peraturan pemerintah) yang meningkatkan tarif impor untuk beberapa barang buatan AS. Menurut peraturan ini, komoditas AS yang terkena kenaikan tarif termasuk mobil, minuman keras, tembakau, make-up, beras dan batu bara.
Pada 20 Agustus, Kedutaan Besar AS di Turki mengalami penembakan. Peristiwa ini terjadi ketika ketegangan meningkat antara dua sekutu NATO pimpinan AS, Â Turki dan AS. Beberapa pengamat menyatakan bahwa penembakan ini terkait dengan friksi yang terus meningkat antara AS dan Turki.
Benarkah hubungan dua aliansi NATO sedang pada titik pecah?
Sejak awal 2018, lira Turki telah mengalami depresiasi. Pada bulan Juni, total turun sekitar 20% dibandingkan dengan USD.
Pukulan keras AS ini menyebabkan penurunan lira Turki, dan Turki mengalami gejolak keuangan yang parah. Sebagai tanggapan, Turki membuat serangan balik yang kuat dengan mengambil serangkaian tindakan balasan. Dapat dikatakan bahwa aliansi tradisional antara AS dan Turki yang dibangun setelah PD II ini menghadapi krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya.