Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Taruhan Trump untuk Mengubah Tatanan Tata Kelola Global

3 Juli 2018   13:23 Diperbarui: 3 Juli 2018   13:38 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada kenyataannya, dilihat dari pengalaman AS terdahulu yang melakukan  unilateralisme dalam kebijakan luar negeri telah menjadi "tradisi" dari Partai Republik. Selama pemerintahan George W. Bush, AS memboikot Dewan Hak Asasi Manusia PBB selama tiga tahun dengan alasan bahwa Dewan ini dipenuhi dengan musuh-musuh Israel sebagai alasannya, hingga tahun 2009, baru kembali masuk organisasi ini ketika pemerintahan Obama.

Partai Republik biasanya selalu memiliki elemen yang jelas untuk unilateralisme, Demokrat memiliki sentimen kuat multilateralisme. Pemerintahan George W. Bush juga mengundurkan diri dari UNESCO, dan Dewan Hak Asasi Manusia PBB, dan menentang pembentukan Dewan Hak Asasi Manusia PBB.

Maka untuk isu ini, Trump telah membuat terobosan tajam dari pemerintahan Demokrat (pemerintahan Obama). Tapi sebenarnya, pemerintahan Trump cukup terhubung dengan pemerintahan George W. Bush untuk isu ini, dan mereka menunjukkan nada unilateralisme yang cukup nyata.

Sumber: Illustration by Tim O'Brien for "TIME."
Sumber: Illustration by Tim O'Brien for "TIME."
Ini adalah sampul edisi baru-baru ini dari majalah "Time", Trump mengenakan setelan jas dengan mahkota saat dia melihat ke cermin, tampak anggun. Judulnya adalah "King Me."

Perilaku penarikan diri AS dari berbagai organisasi diatas sebenarnya mencerminkan semacam kesombongan atas kekuatan AS. Kita tahu bahwa AS saat ini merupakan saru-satunya adidaya di dunia, negara yang memiliki kekuatan komprehensif terbesar.

Analis memperkirakan, pemerintah Trump merasa memiliki kekuatan yang menakjubkan, dan presidennya adalah Trump. Dia berpikir bagaimana menggunakan kekuatannya ini? Ini tampaknya gelaja ini yang menjadi isu utama bagi seseorang yang berkuasa di AS.

Jadi bagi pemerintah Trump satu hal yang nampak sangat jelas adalah kecenderungan untuk menyalahgunakan kekuatan yang dimilikinya, aku adalah bos dengan kekuatan besar, jadi apa yang bisa orang lain lakukan?

Beberapa pendapat percaya bahwa marginalisasi "diplomasi berbasis nilai (value-based diplomacy)" juga merupakan salah satu alasan AS di bawah Trump yang telah menarik diri dari begitu banyak badan-badan internasional.

"Diplomasi berbasis nilai" AS mengacu pada metode kebijakan luar negeri AS yang mencerminkan dengan dipandu untuk mencari nilai-nilai ideologis dan demokrasi, dan hak asasi manusia dalam pelaksanaan kebijakan luar negerinya untuk mempertahankan dan mengembangkan kepentingan strategis internasional dan basis-nilai yang berdasarkan kepentingan dan mempertahankan posisi hegemoniknya.

Diplomasi Berbasis-Nilai

Sudah lebih dari 100 tahun sejak Presiden Woodrow Wilson --- diplomasi berbasis nilai telah menjadi tema utama kebijakan luar negeri AS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun