Tidak ada tempat yang damai selama perang. Suara teriakan perang dari para petarung dan suara ledakan bom meledak terdengar di telinga. Semua orang dalam menghadapi bahaya bisa terancaman kehidupannya kapan saja, warga Tiongkok yang terjebak di kota itu memilih untuk buru-buru ke bandara pada menit pertama.
Tapi diluar harapan setiap orang, pintu atau jalur keluar negeri dari udara yang akan mereka gunakan untuk keluar dari Yaman terpaksa ditutup selama serangan udara.
Menghadapai situasi yang sangat tegang ini, pemerintah Tiongkok segera memberlakukan mekanisme darurat bahaya terhadap warganya di Yaman.
Presiden Xi dan Komisi Militer Pusat Tiongkok memerintahkan untuk menyesuaikan pasukan pengawalan Tiongkok ke-19 yang berformasi tugas pengawalan di Teluk Aden pada waktu itu. Armada ini diperintahkan untuk segera menuju ke Pelabuhan Aden untuk menyelamatkan ratusan warga Tiongkok yang terperangkap dari peperangan di sana.
Teluk Aden terletak di jalur transportasi minyak utama di Teluk Persia dan merupakan kawasan di mana perompak ganas yang banyak beroperasi di dunia. Pemerintah Tiongkok mulai mengorganisir pasukan pengawalan Teluk Aden pada akhir tahun 2008 dan mengambil bagian dalam operasi anti-pembajakan Teluk Aden internasional.
Ketika Perang Saudara Yaman pecah, pasukan pengawal angkatan laut ke-19 melakukan tugas pengawalan. Terdiri dari dua frigat rudal termasuk "Linyi" dan "Weifang" serta satu kapal perlengkapan  komprehensif (comprehensive replenish)  "Weishanhu".
Tetapi ketika mereka sedang akan menyelesaikan tugas mereka dan memulai perjalanan kembali ke Tiongkok, sebuah teks telegram khusus segera disampaikan kepada frigat Linyi yang melakukan misi komando saat itu.
Wang Lei yang saat itu menjadi petugas radio Departemen Observasi dan Komunikasi frigat Linyi menerima teks telegram instruksi khusus seperti itu pada menit pertama.