Dalam 7 tahun perang di Suriah, "senjata kimia" selalu menjadi kartu yang digunakan oleh negara-negara Barat untuk mengepung, menyerang dan menekan pemerintah Suriah.
Pada bulan April tahun lalu, militer AS meluncurkan 59 rudal jelajah Tomahawk menyerang bandara militer yang digunakan oleh militer Suriah, mengklaim bahwa tindakan itu sebagai hukuman untuk pemerintahan Bashar al-Assad yang menggunakan senjata kimia.
Dan bandara itu merupakan pangkalan penting bagi militer Suriah untuk melawan organisasi ekstremis.
Kini, adegan yang sama juga dimainkan kembali, dan serangan militer telah menjadi meningkat.
Pada 7 April, setelah sebuah video yang menunjukkan warga sipil yang sedang sesak nafas dan berbusa di mulut dari serangan senjata kimia yang diduga mulai beredar di internet, AS dan negara-negara Barat lainnya segera menguntuk pemerintah Suriah untuk serangan ini, dan Presiden AS Trump langsung mengatakan dia mempertimbangkan melakukan tindakan militer terhadap Suriah.
Setelah itu, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan bahwa video yang disebut "serangan senjata kimia" ini palsu dan dirilis oleh kelompok yang disebut "White Helmets."
Pada 8 April, Menlu Rusia Sergei Lavrov mengatakan organisasi-organisasi internasional tidak menemukan jejak senjata kimia yang digunakan di Duma, yang diduga diserang, dan bahwa rumor warga Suriah mengalami serangan senjata kimia adalah berita untuk mengobarkan sentimen publik.
Tetapi video inilah yang menjadi alasan operasi serangan militer terhadap Suriah oleh AS, Inggris dan Prancis.
Kejadian yang Sebenarnya
Marwan seorang dokter jaga di rumah sakit di Duma menceritakan: Pada 7 April hari Sabtu, kami mengambil beberapa kasus sesak napas yang disebabkan karena bersembunyi terlalu lama di bunker bawah tanah, dan semua disebab karena menghirup debu, puing dan asap, yang kami rawat begitu mereka tiba.Â
Kemudian beberapa orang yang terluka dan tidak dikenal menerobos masuk dan menyebarkan berita tentang serangan senjata kimia, menakut-nakuti orang dan menyebabkan kekacauan. Kami mendiagnosisnya, dan mereka tidak memiliki gejala terkait.Â
Kami menghibur semua orang dan mengatakan semuanya normal, dan beberapa orang mulai menuangkan air pada pasien. Kami mengatakan kepada mereka bahwa semuanya normal, dan kemudian video itu keluar. Kami tidak tahu apa yang sedang terjadi. Semua dokter mengatakan di sini tidak ada yang aneh pada saat itu.
Pada tanggal 19 April, Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya mengatakan bahwa seorang bocah laki-laki berusia 11 tahun di Duma, Suriah telah meverifikasi dalam sebuah wawancara bahwa ia telah mengambil bagian dalam video serangan senjata kimia yang dipalsukan oleh "White Helmet."
Hassan Diab, Anak Suriah menuturkan: Kami berada di ruang bawah tanah, ketika itu ibu saya mengatakan hari ini tidak ada yang bisa dimakan, dan kami tidak akan punya makanan sampai besok. Lalu saya mendengar teriakan di jalan.Â
Orang-orang berteriak menyerukan untuk pergi ke ruang medis, jadi kami berlari ke rumah sakit, tetapi segera setelah kami masuk, seseorang mencengkeram saya dan mulai menuangkan air pada saya, dan kemudian saya diangkat ke tempat tidur, di mana saya berbaring seperti semua orang lainnya.
Ayah dari anak itu mengatakan bahwa pada saat itu, tidak ada yang salah dengan putranya, dan bahwa dia telah terpikat ke sana untuk divideo oleh beberapa orang dengan pancingan permen. (lihat video berikut ini)
Dengan Alasan Tidak Jelas AS dan Barat Menyerang Suriah
Pada pagi hari 14 April, waktu Suriah, ketika orang masih enak-enaknya tidur, langit malam Suriah tiba-tiba diselimuti oleh suara sirene dan ledakan, ketika itulah operasi serangan udara bersama diluncurkan oleh AS, Inggris, dan Prancis ke Suriah sungguh mengejutkan dunia.
Kini setelah hampir 2 minggu berlalu dan seiring berjalannya waktu, laporan media yang awalnya bertentangan satu sama lain mulai bangkit dari kekacauan, Â dan telah berangsur-angsur menjadi lebih jelas, yang menggambarkan proses operasi militer berskala besar seperti ini yang sudah jarang terlihat pada tahun-tahun akhir-akhir ini.
Setelah hampir satu minggu konflik dengan perdebatan melebihi harapan, AS dan sekutunya melakukan serangan ganas terhadap target pemerintah Suriah. Ancaman nyata dan salah kaprah dari aksi militer yang dikeluarkan Donald Trump akhirnya benar-benar terwujud.
Pada tanggal 14 April lalu, Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan darurat sesuai dengan permintaan Rusia untuk membahas serangan militer terhadap Suriah yang dilakukan oleh AS. Inggris, dan Prancis.
Pada pertemuan tersebut, perwakilan Rusia Vasily Nebenzya dengan tegas menyanggah tindakan AS, Inggris dan Perancis, dan mengatakan bahwa operasi militer ini adalah "perilaku gangster di panggung internasional."
Vasily Nebenzya Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB mengatakan: "AS dan sekutu-sekutunya terus-menerus menunjukkan kepada orang-orang di dunia atas kecaman terbuka mereka terhadap hukum internasional. Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, negara-negara ini seharusnya dengan gigih mempertahankan Piagam PBB. Perilaku mereka ini sungguh tercela."
Dalam beberapa tahun terakhir ini, AS telah mengandalkan kekuatan militernya yang kuat, dan memberi kesan kepada dunia dengan menggunakan "tipuan" dalam menangani perang di Suriah. Namun, dalam serangan udara pada tanggal 14 April, AS membuat tipuan di satu arah, dan menyerang di arah lain.
Website "Chicago Tribune" melaporkan pada 14 April bahwa ketika menggambarkan anak-anak yang menderita serangan kimia beredar di sekitar media dunia, kapal perusak pembawa rudal AS, USS "Winston Churchill" dan USS "Donald Cook" bergabung dengan armada kapal-kapal laut sekutu di Mediterania telah menarik perhatian dunia. Dunia luar sudah menduga serangan terhadapa Suriah pasti terjadi.
Strategi Pertempuran ala Gedung Putih
Tapi ini terlihat sebagai demontrasi strtegis. Meskipun dua kapal perusak kelas Arleigh Burke memiliki hingga 90 rudal jelajah Tomahawk, mereka pada akhirnya tidak menembak satu rudal pun.
Mereka yang akrab dengan rencana pertempuran Gedung Putih mengungkapkan bahwa ini hanyalah bagian dari rencana untuk mengalihkan perhatian Rusia dan Suriah, dan itu benar-benar efektif.
Di Laut Mediterania, Frigat Perancis meluncurkan rudal jelajah "Scalp" versi angkatan laut, dan kapal selam serang nuklir kelas USS John Warner Virginia menembakkan enam rudal Tomahawk. Ini adalah pertama kalinya kapal selam kelas Virginia digunakan dalam pertempuran nyata.
Jika mereka mengatur gugus tugas berdasarkan lokasi terdekat, pertikaian dapat berarti bahwa mereka dapat mengatur gugus tugas dengan sangat cepat berdasarkan lokasi terdekat. Ini adalah prinsip strategis dasar. Juga, dengan serangan AL-AS, itu juga dikombinasikan dengan serangan udara dan laut dari negara lain, sehingga mencapai kombinasi Air-Sea (Udara-Laut), kombinasi jauh- dekat.
Setelah serangan udara berakhir, Ketua Kepala Staf Gabungan AS Martin Dempsey mengumumkan pada konferensi pers di Pentagon bahwa operasi terhadap militer Suriah ini telah sukses dengan menyerang terhadap tiga target di Suriah.
Sasaran itu adalah fasilitas penelitian ilmiah di Damaskus, yang diyakini terkait dengan produksi dan pengembangan senjata kimia Suriah; lokasi lain adalah fasilitas penyimpanan senjata kimia yang terletak di dekat Homs barat; lokasi ketiga adalah tempat penyimpanan senjata kimia lainnya yang terletak di dekat Homs, yang juga merupakan pusat komando militer yang penting.
Sikap Rusia Terhadap Serangan Udara Ini
Dihadapkan dengan pemboman merajalela AS, apa yang dilakukan Rusia, setelah sebelumnya mengatakan bahwa akan "menembak jatuh semua rudal ke arah Suriah?"
Terbitan Rusia "Vzglyad (Opini)" pada 15 April mengatakan bahwa Kepala Direktorat Operasi Utama Staf Umum Rusia Sergei Rudskoy menjelaskan, mengapa militer Rusia tidak menggunakan senjata anti-udaranya karena rudal-rudal ini yang ditembakan  pasukan sekutu tidak terbang melalui zona pertahanan udara militer Rusia di Suriah. Tetapi sistem anti-udara yang dideplotasikan militer Rusia di Suriah telah dipersiapkan dalam status siap tempur, dan beberapa jet tempur Rusia berpatroli saat serangan itu terjadi.
Direktur Staf Gabungan AS Kenneth McKenzie mengatakan bahwa sistem S-400 Rusia di Suriah tidak dimatikan. Mereka belum diaktifkan (activated). Ini sebenarnya memungkinkan sistem radar mereka untuk melacak ancaman yang masuk, tetapi mereka tidak menembak dengan sistem senjata mereka.
Meskipun Rusia tidak menembakkan satu tembakan sekalipun, namun setelah serangan udara, Suriah dengan cepat merilis berita dan foto "sisa-sisa rudal AS yang ditembak jatuh."
Dia juga mengungkapkan bahwa Angkatan Pertahanan Udara Suriah telah menggunakan senjata anti-udara buatan Soviet  berhasil mencegat 71 rudal. Militer Rusia juga dengan yakin mengatakan bahwa dalam serangan udara ini, sistem anti-
udara S-300 dan S-400 yang digunakan di Suriah telah menemukan dan melacak rudal-rudal Barat, serta mengumpulkan informasi yang relevan untuk analisis dan penelitian yang akan membantu Rusia menyempurnakan metode pengawasannya untuk serangan udara Barat kelak.
Dalam menghadapi serangan dari berbagai negara Barat, Suriah sebenarnya sudah bisa menggunakan sistem anti-udara termasuk sistem anti-udara buatan Rusia dan Soviet seperti S-125, S-200, dan sistem rudal Tor --- itu adalah bagian utama dari peralatan militer Suriah.
Dari peristiwa ini kita tidak dapat mengesampingkan bahwa Suriah telah dapat mengoperasikan dengan baik serie S-300 dari Rusia, yang dapat memainkan peran tertentu dalam jarak jauh, menengah, dan dekat.
Kembali ke masalah senjata kimia, bagaimana AS, Inggris dan Prancis menggunakan alasan ini untuk melancarkan serang terhadap Suriah?
Setelah AS, Inggris dan Prancis melakukan serangan militer terhadap Suriah, foto Perwakilan Permanen Suriah untuk PBB, Bashar al Jaafari, dimuat di twitternya. Dimana Jaafari duduk sendirian, kesal, dan tampak putus asa dan tak berdaya.
Keputusasaannya berasal dari pertemuan darurat yang diadakan oleh Dewan Keamanan PBB pada 9 April lalu tentang masalah senjata kimia Suriah. Jaafari dengan marah menegur AS yang meluncurkan perang agresif dengan alasan kebohongan, suatu keburukan yang sangat jahat sekali. Tetapi begitu dia mulai berbicara, perwakilan AS dan Inggris meninggalkan pertemuan (walk out).
Namun "pengaduan resmi" ini tidak bisa berpengaruh menghentikan pasukan sekutu AS, Inggris, dan Prancis untuk melakukan serangan terhadap Suriah.
Bashar al Jaafari dalam pernyataannya mengatakan: "Setiap kali Anda mengklaim bahwa pemerintah Suriah telah meluncurkan serangan senjata kimia, komponen-komponen kimia ini tidak pernah digunakan untuk menyerang siapa pun yang bersenjata. Mereka selalu hanya menyerang wanita dan anak-anak. Senjata kimia ini pasti sudah diajari untuk membedakan dianataranya siapa itu militan, dan hanya mengejar wanita dan anak-anak?
Ketahuan Belangnya
Sebenarnya, sebelum serangan militer yang dilancarkan  AS, Inggris, dan Prancis terhadap Suriah pada tanggal 14 April, media Inggris juga meminta para ahli untuk membuat pernyataan.
Wawancara antara Samantha Washington dan Jonathan Shaw (lihat video diatas)
Samantha Washington: "Apakah Anda pikir apa pun yang kita dengar dari Sergey Lavrov atau memang Duta Besar Rusia telah membuat lebih kesulitan bagi Inggris untuk meluncurkan serangan apa pun tanpa persetujuan dari parlemen?"
Jordan Shaw, Mantan Mayor Jenderal Angkatan Darat Inggris yang pernah ditempatkan di Irak Selatan menjawab: "Ya saya kira benar, saya pikir tidak akan terlepas dari itu, tampaknya ada bagian yang hilang dari hal ini, seperti yang dikatakan oleh Duta Besar. Â Apa motif yang mungkin telah memicu Suriah untuk meluncurkan serangan kimia saat ini, pada saat ini? Perlu Anda ketahui kini rakyat Suriah sudah menang perang.Â
Jangan anda mendengarkan kata-kata saya, dengarkan saja kata personil militer AS Jenderal Vergel, kepala Centcom, dia berkata kepada Kongres pada hari yang lain 'Amerika! Assad telah memenangkan perang ini, dan kita perlu menghadapi itu.' Dan anda ketahui minggu lalu, pernyataan Trump atau di twitternya: AS telah selsai dengan ISIL (ISIS) dan akan segera keluar, segera. Dan dengan tiba-tiba Anda mendapati....."
Kemudiabn Samantha memotong perkataan Jordan: "Oke, saya minta maaf, agar Anda mau sangat bersabar menunggu kami, tetapi kami harus meninggalkannya sampai disini. Saya sangat menyesal..."
Dari gambaran ini, kita dapat melihat bahwa ketika Jonathan Shaw membahas alasan mengapa Damaskus tidak melakukan serangan senjata kimia, siarannya terputus dengan tajam. (karena untuk apa pemerintah Suriah menyerang dengan senjata kimia, sedang mereka sudah dalam keadaan menang perang...)
Pada 17 April seorang wartawan mengunjungi Ghouta timur yang telah dikuasai pemerintah Suriah, dan berkesempatan untuk mendatangan lokasi yang dicurigai mendapat serangan senjata kimia. Dan sempat bertanya kepada dokter yang bertugas di daerah tersebut, dan mewawancarai dokter jaga Marwan seperti yang telah diceritakan diatas.*
Karena sifat senjata kimia yang sensitif, topik ini telah menjadi senjata dari wacana publik dan politik. Jika seseorang mendeskripsikan operasi militer ini dalam hal yang paling sederhana mungkin, kata ini akan cukup: "Kami telah melihat sebelumnya (deja vu)"
Memang bisa kita lihat, setelah Perang Dingin berakhir, AS telah menggunakan beberapa alasan seperti ini untuk aksi militernya . Kita masih ingat sebelum tahun 2003, ketika Menteri Luar Negeri AS Colin Powell (02-05-2003) mengambil sebotol deterjen, yang dinamakan "perang deterjen pencuci" dan menunjukkan kepada sidang PBB. (baca: Permainan Politik di Balik Peracunan "Double Agent").
Pada kenyataannya, negara-negara Barat tidak perduli dengan alasan apa yang mereka gunakan saat mengutuk seseorang. Senjata kimia mungkin bisa menggerakkan atau mempengaruhi warga sipil mereka paling besar, sehingga publik mereka mau memberikan dukungannya, dan itu juga alasan yang diberikan kepada negara-negara di dunia. Namun kenyataannya, saat ini tidak ada bukti nyata untuk bisa mengonfirmasi bahwa pemerintah Suriahlah yang menggunakan senjata kimia.
Tetapi terlepas dari apakah pemerintah Suriah menggunakan atau tidak, "yang penting ditindak dahulu, pertanyaan belakangan" adalah logika hegemonik yang telah ditrapkan AS.
AS, Inggris dan Prancis Masing-Masing Punya Kepentingan
Tidak seperti serangan tahun lalu terhadap Suriah, AS tidak lagi bertindak sendiri. Kali ini, Inggris dan Perancis juga ikut diajak menyerang. Beberapa analis percaya bahwa ketiga negara itu ikut serta untuk menyerang bersama salah satu yang menjadi dasar pertimbangan mereka adalah untuk kepentingan nyata dan strategis mereka sendiri masing-masing.
Pertama-tama jika kita lihat situasi Suriah terakhir ini, militer Suriah cendrung memiliki tren bagus untuk memenangani perang ini. AS tidak ingin melihat pemerintahan al-Assad bisa memperluas kemenangan perangnya dan memantapkan posisinya.
Selain itu, setelah insiden senjata kimia yang dicurigai ini terungkap, selain dengan cepat menunjukkabn jarinya kepada Rusia, AS juga menuduh Iran sebagai pendukung di belakang Suriah.
Beberapa analis percaya bahwa ancaman AS untuk menyerang Suriah sebenarnya adalah metode untuk bisa bekerjasama dengan sekutu-sekutunya untuk menekan Iran, di samping menghalangi Rusia. Pada saat yang sama, menyerang Suriah kali ini juga untuk membantu Trump menggeser fokus domestiknya agar untuk sementara keluar dari masalah domestiknya.
Sedang Inggris selalu menyerukan untuk menggulingkan pemerintah al-Assad, jadi tentu saja kali ini tidak ingin meninggalkan untuk masalah Suriah.
Jadi Theresa May PM Inggris sekali lagi mulai bertempur dengan Rusia, termasuk yang baru-baru ini terjadi dengan apa yang dinamakan serangan kimia di London melawan mantan agen khusus Rusia, dia bersikukuh di sini.Â
Analis pikir kesempatan ini dapat memperkuat kemampuan Theresa May untuk berkontes dengan Rusia, karena Perancis telah bergabung, dan AS pasti senang karena dapat  membentuk front persatuan melawan Rusia, dan menerapkan tekanan militer terhadap Rusia, bukan hanya mengambil inisiatif untuk membangun kembali Suriah setelah perang kelak, tetapi juga mempertimbangkan kontes antara kekuatan utama di wilayah ini dan permainan intrik dengan negara-negara lain di Timur Tengah.
Bagi Prancis, mengapa Presiden Prancis Macron, meluncurkan serangan dengan cepat, melakukan tindakan militer terbatas dengan AS dan Inggris, karena dapat bermanfaat langsung dan memantapkan hubungan aliansi untuk jangka panjang. Hal ini dapat menunjukkan pengaruh Prancis di Timur Tengah dan membuka jalan untuk Strategi Laut Mediteranianya, serta mempromosikan tata letak ini.
Selain itu juga mempertimbangkan untuk mempromosikan senjatanya untuk ekspor. Perancis jelas ingin menunjukkan unsur-unsurnya dalam perang apa pun.
Saat ini, beberapa kapal perang dan pesawat baru Prancis sangat sulit untuk diekspor. Kesempatan ini mereka gunakan dalam operasi militer Laut Mediterania, ini merupakan satu iklan yang efektif. Dengan cara ini, Fregat Aquitaine-class dan rudal jelajah berbasis lautnya memiliki kesempatan untuk dipertunjukan dalam pertempuran langsung dan nyata, hal ini akan memungkinkan mereka untuk diekspor.
Selain itu, kombinasi jet tempur Dassault Rafale dan rudal Scalp mungkin dapat diakui oleh negara-negara Timur Tengah.
Setelah AS, Inggris dan Perancis meluncurkan lebih dari 100 rudal ke Suriah, Washington D.C. dengan cepat menyatakan kepuasan mereka dengan efek serangan tersebut, dan Presiden Trump men-tweet, "Mission accomplished! Misi selesai!"
Potensi Pertempuran AS-Rusia Di Suriah
Namun, AS juga meninggalkan beberapa janji yang tidak jelas, dengan mengatakan bahwa di masa depan, apakah juga akan melakukan lagi serangan terhadap Suriah akan ditentukan oleh apakah al-Assad terus menggunakan senjata kimia atau tidak.
Pada saat yang sama, Rusia mulai mempersiapkan pengerahan militer. Pers terkait bahkan lebih langsung, dengan mengatakan "AS dan Rusia sedang menuju ke pertempuran militer."
Situasi semacam ini tidak pernah terjadi bahkan selama masa tergelap Perang Dingin. Jadi, apakah AS dan Rusia akan mengalami "sejarah yang memanas" di Suriah?
Video yang dirilis oleh Reuters pada 12 April lalu. Menunjukkan sebuah gugus tempur yang dipimpin oleh kapal induk USS Truman berlayar meninggalkan Naval Station Norfolk di Virginia untuk melakukan misi di Laut Mediterania.
Jika gugus tempur kapal induk ini meluncurkan serangan kedua atau serangan berturut-turut, mereka akan meluncurkan lebih banyak rudal daripada serangan pertama, dan efek destruktif dan jenis target yang diserang akan sangat meluas. Dalam gugus tempur  ini terdapat enam hingga tujuh kapal perang yang dilengkapi Aegis, termasuk kelas kapal perang Arleigh Burke-class dan Ticonderoga-class.
Jika ada enam hingga tujuh dari mereka, maka itu berarti setidaknya terdapat 600 hingga 700 tabung peluncur rudal vertikal. Andaikata setengah dari mereka dilengkapi dengan rudal Tomahawk, akan ada setidaknya 300 hingga 500 rudal jelajah Tomahawk yang bisa menyerang semua jenis sasaran.
Kali ini, mereka meluncurkan 112 rudal, dan di lain waktu, mereka mungkin akan meluncurkan lebih dari 300. Jika diambahkan dengan 70 pesawat berbasis operasi, dengan beberapa kali operasi, area kontrol dan kapasitas serangannya pasti akan menyasar target inti politik dan militer yang jauh di dalam Suriah.
Pada 15 April, Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan bahwa jika Barat menyerang Suriah lagi, itu berarti akan melemparkan tatanan dunia ke dalam kekacauan.
Ada sesuatu pernyataan yang diutarakan Duta Besar Rusia untuk AS yang perlu dipertimbangkan berulang kali oleh Media Barat: "Kami telah memperingatkan Anda sekali lagi bahwa perilaku semacam ini akan membawa konsekuensi."
Sebenarnya, lebih dari satu minggu sebelumnya, ketika AS memobilisasi pasukannya, Rusia juga mempercepat penempatan militernya di Suriah dan daerah sekitarnya.
Menurut informasi dari Kementerian Pertahanan Rusia, saat ini, pangkalan militer Rusia yang terletak di Tartus dan Khmeimim memiliki dua divisi anti-udara sudah dilengkapi dengan sistem anti-udara S-400 untuk melaksanakan misi pertahanan udara.
Selain itu, berita Arab baru-baru ini melaporkan bahwa pesawat pengebom berat Tu-22M3 Rusia sekali lagi mempersiapkan pangkalan udara militer Iran untuk penggunaan terbang pesawat tersebut.
Media Arab juga melaporkan bahwa baru-baru ini, sebuah kapal kargo militer yang digunakan militer Rusia telah terlihat melewati Selat Bosporus. Dikatakan bahwa kapal kargo ini telah melakukan perjalanan dari Laut Hitam ke Laut Mediterania dengan muatan sejumlah besar peralatan senjata yang ditujukan untuk Tartus.
Dengan berita kemungkinan terjadinya bentrok bersenjata antara pasukan AS-Rusia yang intens menyebabkan ketegangan AS-Rusia sekali lagi naik tinggi.
Pada 19 April, media Rusia melaporkan apa yang dikatakan Trump pada konferensi pers di Florida: "Kita mengalami sangat, sangat parah, kita membicarakannya beberapa saat yang lalu, baku tembak di Suriah baru-baru ini, sebulan lalu, antara pasukan kita dan pasukan Rusia. . Dan itu sangat menyedihkan. Telah banyak orang yang mati dalam pertarungan itu. "
Tetapi Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa dalam konflik militer, warga negara Rusia dan warga CIS meninggal, dan beberapa lainnya terluka, tetapi tidak satu pun dari mereka adalah tentara Rusia. Meskipun pernyataan dari AS dan Rusia bertentangan, dalam situasi saat ini, bahaya tembak-menembak langsung antara pasukan AS dan Rusia meningkat.
Website US Fox News bahkan mengajukan pertanyaan: Apakah serangan udara mengarah ke perang antara AS dan Rusia?
Rusia Menjaga Tempo di Suriah
Membicarakan masalah Suriah, kita dapat melihat bahwa Rusia pada dasarnya bertindak berdasarkan temponya sendiri, dan tidak bertindak dengan menghasilkan tindakan balasan terhadap apa pun yang dilakukan oleh Barat. Kita dapat melihat bahwa sejak Rusia mengerahkan pasukan ke Suriah, seluruh situasi perang Suriah telah mengalami perubahan yang cukup besar.
Pemerintah Suriah telah mengalami perubahan positif dari situasi untuk mengontrol sejumlah besar wilayah Suriah, baik untuk tata letak Rusia di Suriah, atau untuk kepentingan strategis Rusia di Suriah, ini akan memberi mereka banyak poin. Juga, kita dapat melihat bahwa untuk semua pengaturan politik pasca-perang, Rusia secara aktif memimpin jalan dalam proses bersama ini bahwa pemerintah Suriah, Iran, dan Turki berpartisipasi dan aktif mempromosikan.
Pada 16 April, pada pertemuan khusus untuk OPCW (Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons/ Organisasi Pelarangan Senjata Kimia) di Den Haag, Belanda. Barat dan Rusia terlibat dalam debat sengit mengenai penyelidikan senjata kimia Suriah. OPCW telah menjadi arena lain untuk oposisi diametrik antara AS dan Rusia.
Kitika membahas masalah pengiriman tim investigasi senjata kimia AS dan Rusia, masalah utama yang mereka perdebatkan bukanlah apakah seseorang yang harus dikirim untuk menyelidiki, tim yang bagaimana yang harus dikirim untuk penylidikan, prinsip apa yang harus melekat pada tim ini, siapa yang harus membentuk tim ini, apa yang harus mereka lakukan? Setelah mereka menyelesaikan penyelidikan, siapa yang harus bertanggung jawab untuk memverifikasi laporan, dan apakah itu harus diverifikasi? Jadi disinilah Rusia berperang melawan Barat.
AS pada saat yang bersamaan juga menggunakan "tongkat besar" ekonominya. Pada 15 April lalu, tepat setelah AS melakukan serangan bersama Inggris dan Perancis terhadap Suriah, Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley menyatakan: Jika Menkeu AS Mnuchin tidak mengumumkan hal itu pada hari Senin (16 April), jika dia belum melakukan sanksi, dan mereka akan bertindak secara langsung bertindak terhadap perusahaan yang berurusan dengan peralatan yang terkait dengan Assad untuk masalah senjata kimia.
Namun, Departemen Keuangan AS tidak mengumumkan informasi ini pada 16 April 2018.
Berkaitan dengan hal ini, Duma Negara Rusia mengadakan pertemuan darurat pada 16 April untuk membahas RUU kontra-sanksi terhadap AS dan negara-negara yang tidak bersahabat lainnya, dan akan membahas hal ini pada 15 Mei.
Vyacheslav Viktorovich Volodin, ketua Duma Negara menyatakan: "RUU ini termasuk penanggulangan terhadap sanksi AS terhadap Rusia. Semua peserta pertemuan dengan suara bulat menyatakan bahwa para ahli yang relevan harus bersatu untuk membahas RUU ini."
Senjata ekonomi, atau "tongkat besar ekonomi" telah menjadi metode yang sering digunakan oleh AS terhadap banyak negara lain, bukan hanya kepada Rusia setelah berakhirnya Perang Dingin.
Jadi dalam hal Rusia, selama beberapa tahun terakhir, pukulan semacam ini memiliki efek tertentu. Dari aspek lain, untuk negara sebesar Rusia, jika Anda ingin benar-benar membuat ekonomi Rusia runtuh, dan mengubah sikap Rusia saat ini yang mengganggu AS, mereka tidak akan bisa. Menurut pandangan analis.
Faktor lain karena mengapa rating pengakuan terhadap Putin sebenarnya telah naik alih-alih turun, alasan pentingnya adalah faktor eksternal --- sampai batas tertentu, tekanan eksternal ini sebenarnya telah memperkuat kekuatan sentral dan kohesi Rusia, dan rakyat Rusia, jadi kekuatan sentral dan kohesi semacam ini dapat mendukung perekonomian negara yang tidak mudah dihancurkan. (kita Indonesia harus bercermin pada hal ini, terutama bagi oposisi Jokowi sekarang, jika tidak ingin ekonomi kita runtuh...)
Perang Dingin kembali! Dengan dendam dan faktor yang berbeda, mekanisme masa lalu yang melindungi terhadap bahaya yang bisa meningkat tampaknya telah gagal.
Pada 13 April, hanya beberapa jam sebelum AS, Inggris dan Prancis menyerang Suriah, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan keprihatinannya yang mendalam pada situs media sosial pribadinya.
Situasi Hubungan AS-Rusia
Namun, sinyal yang secara bersama-sama dikirimkan oleh para pemimpin AS dan Rusia baru-baru ini dapat membawa beberapa perubahan yang menguntungkan terhadap ketegangan antara kedua negara.
Pada 20 April, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, ketika diwawancarai mengatakan: "Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Donald Trump akan benar-benar tidak mengizinkan konflik militer antara negara-negara mereka, dengan mengatakan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin ingin bertemu dengan Presiden AS."
Sebelum satu bulan lalu, pada 20 Maret, ketika Putin terpilih untuk keempat kalinya sebagai Presiden Rusia, Trump menelepon untuk mengundangnya ke pertemuan mereka di Gedung Putih.
Apakah Putin dan Trump dapat bertemu lagi, dan apakah ketegangan antara AS dan Rusia akan berkurang tetap menjadi ketegangan besar dalam hubungan internasional saat ini, dan tidak diragukan lagi akan mempengaruhi situasi di Suriah.
Akankah krisis Suriah ini meningkat? Akankah AS dan Rusia menuju konflik militer langsung?
Seluruh dunia sedang melihat dan memperhatikan. Apa yang mengkhawatirkan orang adalah bahwa jika situasi Suriah di masa depan berubah dengan cara yang menguntungkan militer Suriah, akankah AS menggunakan alasan seperti serangan senjata kimia untuk memaksa luka-luka perang di Suriah untuk berdarah terus-menerus? Yang lebih mengkhawatirkan adalah bagaimana aksi militer sepihak ini yang melanggar prinsip-prinsip hukum internasional dan bertentangan dengan Piagam PBB akan menimbulkan ancaman baru yang lebih besar terhadap situasi keamanan global.
Marilah kita renungkan bersama.... Penderitaan rakyat Suriah dan ketenangan hidup umat manusia se dunia juga perlu diperhtaikan... Semoga ambisi untuk hegemonik negara utama bisa cepat disirnahkan...demi kesejahteraan dan kedamaian umat manusia....
Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H