Saat itu Tiongkok tampaknya cukup berhati-hati, dengan mengatakan mereka ingin mengambil langka satu per satu. Modal finansial sebenarnya sangat spekulatif. Tiongkok tahu itu sangat spekulatif, jadi Tiongkok harus menunggu sampai semua lembaga keuangan, konsumen, dan investor Tiongkok sudah terbiasa dengan hal-hal ini, baru pada akhirnya Tiongkok secara bertahap membuka pasarnya.
Tiongkok Lolos Dari Perangkap Globalisasi AS
Dalam 16 tahun sejak Tiongkok bergabung dengan WTO, ekonomi Tiongkok telah sukses besar. Saat ini, Tiongkok adalah ekonomi terbesar kedua di dunia, negara dengan perdagangan terbesar di dunia, menjadi negara untuk tujuan nomor satu bagi investor asing, dan investor outbound terbesar kedua dunia.
Perusahaan Tiongkok tidak hanya tidak gagal secara kompetitif mereka, bahkan telah melonjak. Namun fokus pada AS sendiri, keunggulan tradisional industri manufakturnya mulai menurun.
Selama kampanye, Trump dengan berani mengklaim bahwa dia akan membawa pekerjaan manufaktur kembali ke AS melalui kebijakannya, dan akan memangkas "globalisasi" yang mengorbankan pekerja dan kepentingan AS, yang membuatnya mendapatkan dukungan dari pekerja kerah biru kelas rendah, memenangkannya pemilihan.
Mengapa situasi seperti ini bisa terjadi? Sebenarnya, pertama-tama, hal itu merupakan masalah AS sendiri. Di masa lalu, AS mendapat banyak manfaat dari globalisasi, namun manfaat tersebut tidak dirasakan dan merata secara luas. Terutama hanya Wall Street, Silicon Valley, elite teknologi dan elit budaya yang mengambil uang itu.
Tidak saja negara dan masyarakat AS saja yang tidak punya uang. Jadi jika semua orang Amerika membingkai akun mereka, akan terlihat daftar aset mereka yang sebenarnya yang sesungguhnya tumbuh di AS, namun distribusinya di dalam aset ini sangat tidak masuk akal, jadi pada dasarnya situasinya sekarang sesungguhnya globalisasi itu bermanfaat, tapi distribusinya yang bermasalah.
Dan AS tidak benar-benar bersedia menghadapi masalah alokasi yang sulit ini di negaranya, tapi malah menggeser kesalahannya, dan karena itu telah membentuk beberapa konsekuensi de-globalisasi, seperti perang dagang. Tapi metode pengalihan tanggung jawab dan konflik semacam ini benar-benar mencerminkan kegelisahan AS saat ini.
Pertumbuhan Dan Perkembangan Tiongkok Mencengankan Barat
Tiba-tiba, sebuah negara maju non-Barat, yang bukan bagian dari peradaban Barat dan tidak memiliki sistem demokrasi Barat atau berbagi nilai-nilai Barat memimpin globalisasi. Ini adalah hal yang mengerikan bagi Barat. Pada titik ini, kecemasan, kebingungan, dan kecurigaan muncul di Barat.
Jadi pada 2016, hal ini yang dijadikan kartu untuk dimainkan oleh kandidat presiden AS. Mereka mengatakan bahwa mereka adalah bagian dari pecundang era globalisasi masa lalu, dan dibutuhkan untuk membentuk kembali globalisasi, dan bahkan akan bersiap membentuk kembali babab globalisasi baru untuk sementara menarik diri darinya, sehingga babab baru globalisasi ini tetap dipromosikan dan dikembangkan sesuai keinginan AS.