Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Strategi Keamanan dan Pertahanan AS di Era Pemerintahan Trump

2 Februari 2018   12:18 Diperbarui: 2 Februari 2018   12:42 2332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: www.tribunnews.com

Pada 19 Januari 2018, Departemen Pertahanan AS meluncurkan "Ringkasan Strategi Pertahanan Nasional 2018." Dalam pidatonya hari itu, Menteri Pertahanan AS James Mattis memusatkan perhatian untuk menunjukkan poros strategi pertahanan nasional AS.

Dia mengatakan bahwa persaingan strategis antar negara saat ini berfokus pada strategi pertahanan nasional bagi AS. Dan dalam 15 tahun sebelum ini, titik kunci strategi pertahanan nasional AS adalah kontraterorisme.

Jadi, siapakah ujung tombak yang ditunjuk AS dalam  "persaingan strategis antar negara"? Apakah dengan dikeluarkannya laporan ini berarti strategi keamanan dan pertahanan Trump telah terbentuk?

Pada 19 Januari lalu, Departemen Pertahanan AS merilis "Ringkasan Strategi Pertahanan Nasional 2018 yang terbaru". Ini adalah dokumen strategis kedua yang menyentuh keamanan nasional setelah laporan "Strategi Keamanan Nasional" yang dikeluarkan oleh Presiden AS Donald Trump pada bulan Desember tahun lalu.

"Ringkasan Strategi Keamanan Nasional 2018" didasarkan pada "Strategi Keamanan Nasional" yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Trump pada bulan Desember lalu. Total halaman terdiri dari sekitar seperlima dari ringkasan yang rilis tidak resmi dari "Strategi Strategi Pertahanan Nasional".

Ringkasan tersebut menggunakan istilah dari laporan sebelumnya, mengatakan bahwa Tiongkok dan Rusia adalah perombak dan penantang "tatanan internasional" yang selama ini dipandu oleh AS dan sekutu-sekutunya.

Tiongkok adalah pesaing strategis yang menggunakan ekonomi predator untuk mengintimidasi tetangganya sementara fitur militerisasi di Laut Tiongkok Selatan. Semakin jelas bahwa Tiongkok dan Rusia ingin membentuk sebuah dunia yang konsisten dengan model otoriter mereka - mendapatkan hak veto atas keputusan ekonomi, diplomatik, dan keamanan negara-negara lain. kata "Strategi Strategi Pertahanan Nasional" 2018.

Dan Korut/DPRK dan Iran "berusaha mengganggu stabilitas regional dengan mengembangkan senjata nuklir." AS perlu "bergabung dengan mitra dan sekutu" dan menggunakan "kekuatan gabungan yang lebih kuat, lebih lincah, lebih inovatif" untuk mempertahankan pengaruh dirinya, untuk menggali lagi daya saing militer AS atas peralatan yang dimiliki secara komprehensif memperbaiki angkatan laut, darat, udara, ruang angkasa, dan untuk mempertahankan keunggulan AS yang saat ini menyusut di kawasan ini.

Dalam ringkasan tersebut mencantumkan Asia-Pasifik, Eropa, dan Timur Tengah sebagai bidang yang jadi perhatian utama.

Yang perlu disebutkan dan perhatikan dalam "ringkasan strategi" ini, pemerintah Trump mengarahkan ujung tombaknya ditujukan kepada Tiongkok dan Rusia untuk mengganti yang sebelumnya ditujukan kepada "perang melawan terorisme."

Menurut laporan dari media AS, Menteri Pertahanan AS Mattis dalam pidatonya  pada 19 Januari lalu tentang strategi pertahanan nasional terbaru di John Hopkins University di Washington DC,  di mana dia menekankan fokus dari laporan ini dengan mengatakan bahwa dunia kembali ke dalam keadaan persaingan antara negara-negara kekuatan utama.

James Mattis mengatakan: Kita akan terus melakukan kampanye melawan teroris yang kita hadapi saat ini, namun kini adalah persaingan dengan kekuatan utama yang menjadi fokus utama keamanan nasional, bukan teorisme. Strategi ini sesuai dengan zaman kita, memberikan kebutuhan militer untuk melindungi jalan hidup rakyat Amerika.

Situs "Financial Times" Inggris melaporkan pada 18 Januari 2018 bahwa inti dari laporan "Strategi Pertahanan Nasional" AS baru-baru ini mengambil sikap militer yang lebih ofensif terhadap Tiongkok dan Rusia.

Laporan mengatakan bahwa seorang pejabat departemen pertahanan yang membaca dokumen rahasia ini mengatakan bahwa AS sangat khawatir bahwa lawan utamanya akan mengikis keunggulan militer tradisionalnya.

Pada 19 Januari, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan dalam sebuah konferensi pers di PBB bahwa dia menyesalkan AS yang menggambarkan Tiongkok dan Rusia sebagai ancaman dalam laporan "Strategi Pertahanan Nasional" yang baru.

Laporan "Strategi Pertahanan Nasional" menunjukkan strategi AS adalah salah satu untuk bermusuhan. Dalam menghadapi konten mengenai Tiongkok, juru bicara Kementerian Pertahanan Tiongkok Ren Guoqiang menanggapi pada 20 Januari dengan mengatakan bahwa Tiongkok tidak ingin menjadi hegemon atau bersaing untuk melakukan hegemoni, dan bahwa AS jangan dengan gagasan ini "untuk mencari hegemoni" atas Tiongkok.

Meskipun Tiongkok dan Rusia sama-sama menyatakan sikap keras, namun hal ini bukanlah yang pertama kalinya AS menyebarkan desas-desus tentang "ancaman Tiongkok dan Rusia."

Pada 18 Desember 2017, Gedung Putih merilis laporan "Strategi Pertahanan Nasional" terbaru. Pertama kalinya dalam laporan "Strategi Keamanan Nasional" pertama yang dirilis setelah Presiden AS Trump menjabat, laporan ini menekankan "America First" tapi menekankan bahwa pembangunan ekonomi terkait dengan keamanan nasional.

Dalam laporan "Strategi Keamanan Nasional" ini, pemerintah Trump menekankan bahwa AS menghadapi dunia yang penuh persaingan, dan mencantumkan Tiongkok dan Rusia sebagai pesaing AS.

Laporan "Strategi Keamanan Nasional" yang diumumkan sebulan kemudian benar-benar melanjutkan retorika laporan "Strategi Keamanan Nasional",  anggota masyarakat internasional semua menduga bahwa strategi nasional AS telah mengalami perubahan substansial.

Kita sebenarnya bisa melihat bahwa ada suatu masa setelah Perang Dingin ketika AS mengurangi pentingnya daya persaingan negara tersebut, terutama setelah serangan teroris 9-11, AS memandang kontra-terorisme sebagai tantangan terbesar dalam keamanan non-tradisional.

Dan dalam 10 tahun berikutnya AS merasa seperti itu, bahwa perang terhadap semua kelompok teroris pada dasarnya hal yang kongkrit. Namun ancaman terbesar akan selalu ada yaitu ancaman dari "srigala tunggal", tapi ancaman sistemik semacam itu justru yang paling sedikit untuk diupayakan dikendalikan AS saat ini. Demikian menurut pendapat para analis dan pengamat.

Sebaliknya AS justru memikirkan bangkitnya Tiongkok dan revialisasi Rusia, dan mengalihkan fokus strateginya dari kontrateororisme ke persaingan antar negara.

Kompestisi antar negara ini ada yang dikategorikan sebagai tipe utama yaitu persaingan seperti dengan Tiongkok dan Rusia, sedang persaingan tipe lainnya adalah seperti dengan Iran dan Korut.

Yang menjadi ketidak senangan Tiongkok dalam strategi ini AS menempatkan Tiongkok terlebih dahulu untuk menggantikan Rusia sebagai pesaingan utama. Dan ini dinilai Tiongkok akan berdampak cukup mendalam pada hubungan Sino-AS di masa depan.

Menurut laporan dari "Sputnik News" Rusia, Menteri Pertahanan AS, Mattis pernah mengatakan bahwa ada dua versi dokumen laporan strategis: versi yang lebih tebal, rahasia, lengkap dan versi ringkasan yang lebih pendek, yang terakhir ini diluncurkan ke publik. Bandingkan dengan versi lengkap, apa kiranya isi dari yang kita tidak bisa lihat?

Ada perbedaan besar, terutama karena Trump menyebutkan sebuah konsep bahwa dia tidak ingin lawan-lawannya tahu apa yang dipikirkannya, dan apa yang akan dia lakukan di masa depan. Dia ingin meningkatkan ketidakpastiannya, dan tidak ingin membiarkan lawan-lawannya melihat apa yang akan dia lakukan selanjutnya.

Trump percaya bahwa semakin dia tak terduga, semakin kuat pengamanannya. Dia tahu bahwa setelah strategi tersebut diumumkan keluar, Rusia, Tiongkok, dan negara-negara lain akan memperlajarinya dengan sungguh-sungguh.

Tapi sulit untuk mengatakan berapa banyak yang bisa kita dapatkan dari ini. Berdasarkan apa yang dikatakan Trump, dia ingin mempertahankan ketidakpastiannya, jadi dia mungkin tidak akan mengumumkan banyak hal. Hal ini sangat berbeda, terutama maksud strategisnya dimana kata-kata yang dia gunakan mungkin akan berbeda dengan dokumen aslinya.

Pada 18 Desember 2017, Presiden AS Donald Trump merilis laporan "Strategi Keamanan Nasional" yang pertama setelah menghabiskan 11 bulan masa jabatannya untuk menyelesaikan, yang menggambarkan "Strategi Keamanan Nasional" yang relatif luas dari pemerintahan Trump, mengulangi "America First," dan menekankan bahwa pembangunan ekonomi terkait dengan keamanan nasional.

Laporan "Strategi Pertahanan Nasional" yang baru ini akan mendorong Pentagon untuk lebih terlibat secara spesifik dalam masalah aktual.

Selain itu, situs mingguan "Defence News" AS melaporkan pada 16 Januari bahwa Pentagon juga berencana untuk merilis "Review Pertahanan Rudal Balistik" dan "Tinjauan Postur Nuklir" pada bulan Februari.

Jadi, sebagai laporan penting kedua sejak Trump menjabat presiden, akan seberapa besar pengaruhnya laporan "Strategi Pertahanan Nasional" setelah dikeluarkan terhadap strategi militer masa depan AS?

Situasi Strategi AS

Strategi AS sangat jelas, terbagi menjadi empat lapisan. Yang pertama adalah strategi umum. Misalnya, selama PD II, "Eropa yang pertama, Asia kedua" adalah strategi umum mereka.

Selama Perang Dingin, AS menggunakan Perang Dingin untuk membangun NATO dan juga merupakan strategi umum mereka. Ini adalah strategi tingkat nasional.

Di bawah strategi tingkat nasional adalah Strategi Keamanan Nasional, pertimbangan yang dimiliki presiden terhadap strategi nasional dan sektor keamanan adalah didasarkan pada perspektif global, karena AS adalah negara global. Itulah "Strategi Keamanan Nasional" yang baru saja dirilis. Dan ini adalah lapisan kedua.

Dari perspektif keamanan, diatas ini adalah urusan utama bangsa. Jika dia merilisnya dengan sebagai bagian dari tim pemerintahannya, Departemen Pertahanan akan merilis laporan "Strategi Pertahanan Nasional" mereka sendiri yang terutama mempertimbangkan keamanan dari perspektif keamanan militer. Laporan "Strategi Pertahanan Nasional" adalah lapisan ketiga.

Lapisan keempat adalah laporan strategi militer yang dibuat oleh Kepala Staf Gabungan. Strategi semacam ini cukup rinci, karena menyentuh bagaimana Strategi Pertahanan Nasional diterapkan, pengeluaran militer, cakupan militer, cakupan masing-masing cabang, dan periodisitas senjata dan peralatan (alutsista).

Dari atas ini kita dapat melihat bahwa "Strategi Pertahanan Nasional" adalah lapisan ketiga dari strategi nasional secara umum, namun ini adalah laporan komprehensif yang akan membimbing seluruh pertahanan dan keamanan nasional AS.

Beberapa analis percaya bahwa dalam sebuah survei umum di dunia, pengeluaran militer AS selalu melebihi dari jumlah negara lain, dan memiliki keunggulan militer yang sulit untuk dikalahkan.

Laporan "Strategi Pertahanan Nasional" tidak dapat ditutup-tutupi ingin terus mempertahankan keunggulan militer absolut ini. Jelas, Washington masih terjebak dalam pemikiran zero-sum tentang "Saya menang, dan kalian harus kalah."

Dari sini, kita dapat melihat pemerintah Trump percaya bahwa menempatkan militer yang utama adalah fondasi untuk mencapai "America First/Amerika yang Pertama," dan membuat kekuatan militer kembali pulih merupakan prasyarat penting untuk "membuat Amerika menjadi hebat lagi."

Majalah mingguan "Time" yang berbasis di AS mengomentari hal ini, dengan mengatakan bahwa laporan  "Strategi Pertahanan Nasional" menunjukkan strategis Pentagon untuk berkompetisi jangka panjang antar negara. Ini adalah tanda-tanda bangkit kembalinya pemikiran Perang Dingin di pemerintahan Trump.

Sejak Presiden AS Donald Trump menjabat, dia terus menyesuaikan kebijakan AS berdasarkan "America First." Dalam bukunya, "Time to Get Tough," dia meminta agar AS lebih tangguh untuk mencapai tujuan "membuat Amerika hebat lagi."

Dari sudut pandang yang lebih luas, sebearnya "Military First" yang menjadi petunjuk utama dalam kebijakan pemrintahan Trump, yang dipenuhi dengan prinsip "menjaga perdamaian melalui kekuatan."

Setelah dirilisnya laporan "Strategi Pertahanan Nasional" baru ini, bagaimana AS menerapkan strategi "Military First"?

Pada 12 Desember 2017, Presiden AS Donald Trump menandatangani "Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional untuk Tahun Anggaran 2018"( "National Defense Authorization Act for Fiscal Year 2018") yang berjumlah sekitar 700 miliar USD.

Dari informasi yang terungkap tentang "Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional untuk Tahun Anggaran 2018," pada tahun 2018, pengeluaran pertahanan nasional AS akan menjadi 810 miliar USD lebih banyak dari tahun fiskal lalu 619 miliar USD, yang merupakan peningkatan sebesar 13%.

Setelah Presiden Trump menjabat, anggaran pertahanan nasional pertama yang ditanda-tangani ini merupakan anggaran pertahanan nasional tertinggi dalam sejarah AS.

Pada 26 September 2017, Trump dalam pernyataannya mengatakan: Kita akan membuat militer kita begitu besar dan begitu kuat dan begitu hebat, dan akan sangat kuat sehingga saya tidak berpikir kita akan pernah harus menggunakannya. Karena tidak ada yang akan berani mengacaukan kita.

Beberapa analis mengatakan bahwa Trump telah secara aktif mempromosikan kebijakan luar negerinya dengan "America First" setelah menjabat presiden, karena dia percaya dengan menempatkan militer terlebih dahulu sebagai fondasi untuk mencapai "America Frist," dan membuat militer kuat kembali merupakan prasyarat penting untuk "Membuat Amerika hebat lagi."

Karena itulah, beberapa pihak percaya bahwa peningkatan historis dalam anggaran pertahanan nasional merupakan langkah penting bagi Trump untuk  "membangun kembali militer AS".

Trump mengatakan: Ini akan menjadi salah satu pembangunan militer terbesar di AS. Tidak ada yang berani mempertanyakannya seperti dulu-dulu lagi, karena kita sudah sangat-sangat terkuras habis.

Dalam kenyataanya, sebelum mengajukan permohonan untuk anggaran 2018 yang diajukan oleh Trump ke Kongres AS, batas dasar anggarannya adalah 603 miliar USD, yang akan diperuntukan keperluan perang, jumlah itu sudah melampaui batasan "Undang-Undang Pengendalian Anggaran tahun 2011," (Budget Control Act of  2011), namun usulan itu tidak hanya lolos di badan perwakilan rakyat dengan hasil mayoritas besar dalam pemungutan suara, namun juga ditingkatkan dari batas dasar anggaran menjadi 634 miliar USD dan anggaran untuk perang 66 miliar USD.

Karena itulah, para pakar analisis mengatakan bahwa pemerintah dan Kongres telah mencapai sebuah konsensus besar yang jarang terlihat dalam meningkatkan anggaran militernya, yang menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun ke depan, AS akan lebih sering lagi menggunakan metode militer untuk menyelesaikan masalah internasional.

Perlu dicatat bahwa walaupun undang-undang tersebut memberikan sejumlah besar investasi di militer AS, anggaran pertahanan nasional telah sangat melampaui tingkat batas anggaran pertahanan nasional maximum yang tertinggi (540 miliar USD) untuk tahun fiskal 2018 yang diizinkan oleh "Undang-Undang Pengendalian Anggaran tahun 2011 . "

Karena itu, seperti tahun-tahun sebelumnya, Kongres AS perlu mengeluarkan undang-undang untuk memecahkan masalah ini atau bahkan langsung melakukan tindakan berdasarkan "Undang-Undang Pengendalian Anggaran 2011."

Jika kedua pihak tidak mencapai konsensus, maka anggaran pertahanan nasional AS harus diinvestasikan sementara berdasarkan pada tingkat saat itu, dan kalau tidak maka tidak akan dapat memulai proyek baru.

Dalam anggaran pemerintah AS mengambil posisi yang sangat penting. Hal ini pada dasarnya lebih dari 4% dari total PDB AS, yang merupakan yang tertinggi di dunia. Tentu investasi semacam ini sedikit membebani dan memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi AS.

Karena itu, Trump masih menempatkan pengeluaran militer terlebih dahulu dalam alokasi sumber daya. Tahun lalu, dia mengusulkan 700 miliar USD dalam sebuah laporan, dan dia berhak melakukannya. Sebagai presiden, dia bisa mengalokasikan berapa banyak yang seharusnya diperuntukkan militer, tapi Kongres yang akan mengendalikan dompetnya.  Jika Trump mengajukan 700 miliar USD, mereka akan melihat apakah mereka bisa menyetujui 700 miliar USD, dan apakah hanya maksimum 540 miliar USD masih akan diperhitungkan menjadi sesuatu yang akan diperdebatkan antara Trump dan Congress.

Sementara ini tidak tahu apa hasil akhir debat ini, tapi analis  memperkirakan Trump menuntut agar batasnya dipatahkan. Tapi dalam proses melanggar batas ini, masih belum pasti berapa banyak yang akan diberikan untuk anggaran militer. Tapi apapun tren umum Trump yang ingin meningkatkan pengeluaran militer mungkin tidak akan berubah.

Masih belum jelas bagaimana isi dari dokumen tersebut akan diterjemahkan ke dalam anggaran fiskal 2019 militer, tahun kedua dari pemerintah Trump, yang akan diukur dengan jumlah yang melebihi batas anggaran yang diamanatkan oleh Undang-Undang Pengendalian Anggaran 2011--- $ 562 miliar untuk keseluruhan pertahanan nasional dan $ 534 miliar untuk belanja dasar Pentagon.

Menurut laporan 12 Desember 2017 dari "The Captitol Hill", dalam kira-kira 700 miliar USD Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional, sekitar 626,4 miliar USD akan digunakan untuk pengadaan pertahanan nasional, dana untuk tentara, dan biaya dasar lainnya, sementara sekitar 65,7 miliar USD akan digunakan untuk misi luar negeri militer AS di Afghanistan, Irak, dan Suriah.

Lebih spesifik lagi. Ketika menyangkut alutama, Undang-Undang Otorisasi mengizinkan Departemen Pertahanan AS untuk memesan 90 jet tempur F-35, ini 20 lebih banyak dari yang diminta oleh pemerintah Trump. Hal ini memungkinkan Departemen Pertahanan AS untuk memesan 24 jet tempur F-A-18, 10 lebih dari yang diminta oleh pemerintah Trump. Hal ini juga memungkinkan Pentagon untuk membeli tiga kapal tempur littoral, yang  semula diminta Trump sebanyak dua saja. Selain itu, militer AS juga akan memesan peralatan pertahanan.

Trump mengatakan: Banyak alutsista cantik dan baru masuk. Ini adalah alutsista terbaik yang bisa Anda dapatkan."

Kekuatan Dunia Cyber Dan Korp Antariksa

Yang lebih penting lagi adalah bahwa kedua badan perwakilan rakyat DPR dan Kongres AS menambahkan langkah-langkah untuk memperkuat keamanan dunia maya di setiap versi otorisasi pertahanan nasional yang telah mereka loloskan, namun isinya berbeda, dengan perbedaan yang cukup menonjol karena usulan DPR tersebut menciptakan cabang baru militer, Korps Antariksa AS (US Space Corps).

Senat tidak mendukung proposal ini, dan menuntut agar posisi Departemen Pertahanan yang baru dari "Chief Information Warfare Officer" dibuat sebagai penasihat cyber sebagai penasihat Departemen Intelijen dan Penasihat Antariksa.

Selain memperkuat kekuatan inti dan kekuatan konvensional yang digunakan militer tradisionalnya, AS sekarang terutama berinvestasi di cyber dan antariksa.

Konflik cyber dan antariksa merupakan sektor baru untuk konfrontasi antar negara-negara utama. Jadi, kecenderungan militerisasi antariksa ini adalah sesuatu yang tidak dapat dilakukan satu pihak, Amerika harus lebih unggul dan memimpin. Semua pihak hanya bisa mengikuti jejaknya, namun setelah mengikutinya, AS telah melihat bahwa kekuatan antariksa Rusia dan Tiongkok telah berkembang dengan sangat cepat, terutama teknologi ruang angkasa, dan kemampuan Tiongkok untuk menggunakan teknologi ruang secara damai. Sistem Chang'e dan teknologi stasiun luar angkasa Tiongkok telah berkembang pesat.

Selain itu, dalam sektor cyber. Semakin banyak AS mengandalkan jaringan, semakin terasa bahwa jaringan akan memiliki peran pendukung di masa depan sebagai negara, dan dalam ekonominya. Jika kalah dalam perang cyber, ekonomi nasionalnya mungkin akan runtuh. Maka AS harus mempertimbangkan itu.

Selain itu, untuk sistem komunikasi komando, mengendalikan senjata, dan mengendalikan segala hal bergantung pada jaringan. Di sektor militer, jaringan merupakan bagian inti dari konten ini. Jika jaringan diserang atau lumpuh, seluruh kemampuan tempurnya lenyap sama sekali. Semakin berkembang, semakin tinggi tingkat informatisasi, semakin bergantung pada jaringan ini, dan semakin besar kerentanannya.

Maska AS sangat menyadari bahwa konflik cyber dan konflik antar riksa adalah dua sektor baru yang sangat besar. Dan selama perang melawan teror, ada investasi di sektor-sektor ini tapi itu tidak cukup. Sekarang Trump telah mengusulkannya sebagai arah utama investasi.

Maka dalam "Laporan Kemanan Pertahanan Nasional AS" mengatakan hal yang sama.

Karena itulah, beberapa analis mengatakan bahwa pengembangan konstruksi di antar riksa merupakan arah baru strategi pertahanan nasional AS. Beberapa informasi telah menunjukkan bahwa AS telah memperkuat kerjasama dengan sekutu-sekutunya di bidang ruang angkasa atau antar riksa.

Wakil Menteri Pertahanan AS Patrick Shanahan mengatakan saat bertemu Menteri Luar Negeri Jepang untuk Kebijakan Luar Angkasa di Pentagon pada 12 Januari bahwa AS merilis strategi pertahanan nasional dimaksudkan sebagai janji yang diberikan Departemen Pertahanan AS untuk keamanan sekutu-sekutunya di kawasan Asia Pasifik, dan bertujuan untuk bekerja sama dengan Jepang dalam memperluas kemampuan ruang angkasa dan kerja sama dalam diskusi bilateral politik dan militer.

Sebenarnya, awal 6 November 2017, PM Jepang Shinzo Abe dengan jelas menyatakan saat bertemu dengan Presiden AS Trump di Tokyo bahwa mereka selanjutnya akan bekerja sama di bidang ruang angkasa.

Jepang dengan sendirinya ingin berbagi tanggung jawab. Berbagi tanggung jawabnya adalah bergabung dalam konflik ruang angkasa dan cyber AS. Hal ini karena menginginkan memperoleh posisi sebagai kekuatan utama dan juga memungkinkannya mendapatkan teknologi yang memadai, karena di kedua sektor ini, Jepang sangat jauh tertinggal dari AS.

Dalam manufaktur tradisional dan manufaktur militer, Jepang memproduksi chip dan barang lainnya, dan memiliki bahan yang sangat baru, sehingga masih memiliki beberapa kelebihan, namun bila menyangkut cyber dan ruang angkasa, Jepang hanya memiliki sedikit kemampuan untuk konflik ruang angkasa. Karena selama ini AS telah dengan sengaja membatasinya, jadi Jepang menggunakan kesempatan ini, dengan melihat AS yang sedang membiarkan aliansinya di seluruh dunia untuk ikut serta. Karena AS kini merasakan ketika mengembangkan sistem aliansinya di seluruh dunia, dalam persaingan kekuatan utama mereka tidak bisa melawan sendiri atau secara keseluruhan. AS merasa tidak memunyai kekuatan untuk melakukan semuanya seperti yang diinginkan, dan sagat membutuhkan dukungan negara-negara NATO di Eropa, serta dukungan dari Jepang dan Korsel untuk melanjutkan kelangsungan aliansinya.

Bangkitnya Perlombaan Bom Nuklir

Berdasarkan versi baru "Strategi Pertahan Nasional" AS mungkin akan meningkatkan senjata nuklir dengan skala besar.

Trump mengatakan:  Ini akan menjadi sebuah mimpi indah dimana tidak ada negara yang memiliki nuklir, tapi jika negara-negara memiliki nuklir, kita akan berada di puncak paket ini.

Laporan "Strategi Pertahanan Nasional" AS, dipenuhi dengan pemikiran Perang Dingin dan hegemoni, namun pada saat yang sama, kita juga melihat bahwa AS nampaknya cemas untuk keunggulannya tertantang akan posisinya yang selama ini berada dipaling atas akan terkalahkan.

Maka setelah pemerintahan Trump secara bertahap sudah lengkap, "Strategi Keamanan Nasional" AS ini akan dikonfirmasi.

Jadi versi baru "Strategi Keamanan Nasional" AS yang dipenuhi dengan "kekhawatiran tak berdasar" atau  "siap-siap menghadapi bahaya di saat-saat yang aman"?

Pada 1 Januari 2018, waktu AS, Presiden Donald Trump membuat tweet pertamanya pada Tahun Baru, dengan kejam mengeritik Pakistan yang selama ini sebagai sekutu utama AS yang non-NATO.

Sumber: www.independent.co.uk
Sumber: www.independent.co.uk
"AS dengan bodohnya telah memberi Pakistan bantuan lebih dari 33 miliar USD selama 15 tahun terakhir, dan mereka tidak memberi apa-apa selain kebohongan dan tipu daya, memikirkan pemimpin kita sebagai orang bodoh. Pakistan memberi tempat yang aman bagi teroris yang kita cari di Afghanistan, dengan sedikit memberi bantuan kepada kita. Sekarang tidak lagi!" Demikian tweeter Trump.

AS telah menghabiskan begitu banyak uang untuk memerangi terorisme, namun belum menghasilkan banyak keuntungan. Saat ini pendapat semacam ini menjadi konsensus di kalangan elit AS. Sementara AS telah berfokus pada kontraterorisme, sedang beberapa negara lain telah berkembang dengan cepat, dan AS telah mendapati bahwa keunggulan utamanya yang sangat dibanggakan sebelum ini menjadi menyusut atau bahkan hilang.

Keunggulan AS yang dipercaya telah terkalahkan adalah bidang ekonomi. Hal ini disadari selama pemerintahan Obama, namun sebenarnya telah disadari semasa pemerintahan George W. Bush.

Sejak mulai tahun 2005, Bush mengusulkan penyesuaian strategi militer global, karena dia melihat bahwa keterbatasan dalam pembangunan ekonomi berarti ada beberapa hal yang sangat negatif bagi AS dalam hal keamanan.

Misalnya, di sektor ekonomi, pada umumnya intervensi AS di kawasan Asia-Pasifik semakin hari semakin berkurang. Sekutu AS di Asia-Pasifik dan negara-negara Asia-Pasifik yang mengembangkan hubungan perdagangan dengan Tiongkok, menyebabkan pengaruh politik dan diplomatik AS mulai memudar.

Selain itu, dalam sampai batas tertentu strategi aliansi AS mengendor, dan itu mencakup pertumbuhan kekuatan nasional mereka yang komprehensif. Dengan pertumbuhan ekonomi dan kekuatan nasional yang komprehensif, terutama Rusia pertumbuhan ekonomi dan teknologi, pengaruh diplomatik dan politik semakin meningkat, dan kekuatan militernya meningkat, sehingga kesenjangan dengan AS menyusut. Ini adalah fakta yang tak terbantahkan

Maka AS dan semua elit AS memiliki rasa cemas ini. Misalnya, ideologi politik AS, dan keunggulannya dalam diplomasi, militer, dan keamanan semakin berkurang seiring dengan berkurangnya keunggulan ekonomi. Tentu ini akan menciptakan tekanan mental yang ekstrem di AS.

Sebelum ini AS merasa dirinya adalah Bos untuk segala sesuatunya di dunia, tapi kini dunia telah berubah.

Laporan "Strategi Pertahanan Nasional" AS yang terbaru percaya bahwa "dunia berbasis pada aturan" yang dipimpin AS ditantang. Sumber ancaman ini terutama adalah "negara-negara revisionis" yang diwakili oleh Tiongkok dan Rusia, yang merupakan penantang yang berusaha mengubah tatanan internasional saat ini.

Tapi apakah itu benar-benar satu kenyataan? Dan AS kehilangan hegemoni, sehingga AS perlu menekan perkembangan ekonomi Tiongkok yang pesat di sektor ekonomi, namun sudah keluar dari metode ekonomi.

Jadi metode apa yang terpikirkan oleh AS?

Pada masa pemerintahan Obama, mereka memikirkan strategi untuk menyeimbangkan kembali Asia-Pasifik, untuk menggunakan keunggulan militernya terhadap Tiongkok untuk menciptakan masalah keamanan.

Jadi masalah Kepulauan Diaoyu, masalah Laut Tiongkok Selatan, dan sekarang masalah Selat Taiwan dan Semenanjung Korea telah diperparah. AS sengaja menggunakan keunggulan militernya untuk memproduksi masalah keamanan di sekeliling Tiongkok. Ini menggunakan masalah keamanan untuk mengganggu hubungan ekonomi Tiongkok dengan tetangganya, dan memotong Tiongkok dari tetangganya, yang selama ini secara bertahap mengembangkan hubungan ekonomi seperti yang telah Tiongkok miliki sebelumnya, dan dengan demikian mengembalikan pengaruh AS terhadap sekutunya dan negara-negara Asia-Pasifik. Dengan cara-cara demikian dan dengan metode militer yang sangat berbahaya. Demikian menurut beberapa analis dunia luar.

Tapi setelah Trump menjabat, dia tidak hanya benar-benar melaksanakan apa yang telah direncanakan Obama, dia bahkan telah mengembangkannya lagi. Sekarang, yang lebih penting lagi, kita dapat melihat AS menggunakan keunggulan militer karena memiliki celah dengan Tiongkok, yaitu keunggulan terbesar dalam sektor militer, dan menggunakan keunggulan militernya untuk menciptakan masalah keamanan bagi Tiongkok. Trump telah melihat bahwa ada kemungkinan untuk menggunakan ini untuk mengubah 10 tahun terakhir atau 20 tahun ke depan untuk perkembangan ekonomi Tiongkok yang pesat, dan apakah dia dapat melakukannya, menurutnya ada kemungkinan.

Pada malam 17 Januari, kapal perusak pembawa rudal yang dipandu USS Hopper memasuki perairan dalam jarak 12 mil laut dari Pulau Huangyan Tiongkok tanpa izin dari pemerintah Tiongkok.

Sesuai dengan hukum internasional, AL-Tiongkok memverifikasi identitas kapal AS dan memperingatkannya untuk meninggalkan daerah tersebut. Di latar belakangi versi terbaru AS dari "Strategi Keamanan Nasional" yang baru saja diluncurkan, perilaku tidak ramah semacam ini perlu juga dipikirkan, namun yang penting perlu lebih berhati-hati lagi. Dipandu oleh laporan "Strategi Pertahanan Nasional" AS yang baru, AS mungkin akan menyesuaikan strateginya di Asia Pasifik.

Ketika sampai pada hal penempatan militernya di Asia, AS telah memindahkan alutsistanya ke depan dan personilnya ke belakang. Tiongkok memiliki kemampuan untuk menyerang rantai pulau pertama dan kedua, sehingga telah mengirimkan sebanyak mungkin kekuatan utamanya ke Guam, dan Darwin, Australia, menuju rantai pulau kedua dan ketiga. Tapi dengan menggerakkan alutsistanya ke depan, sehingga bisa menyerang kapan saja. Itu adalah hal pertama yang telah dilakukannya.

Selain itu, jika menyangkut alutsista militer, maka ditekankan kualitas daripada kuantitas. Karena AS tidak bisa mengalahkan Tiongkok secara kuantitas, sehingga perlu menekankan kualitas, untuk menjaga keunggulan dalam kualitas.

Hal ketiga adalah harus memanfaatkan sepenuhnya sekutu-sekutunya. Tentu saja, Jepang adalah negara inti, jadi pada kenyataannya, ini mendorong Angkatan Bela Diri Jepang untuk membangun militer bela diri mereka sendiri, dan menjadikannya sebuah militer yang memiliki kemampuan komprehensif.

Selain itu, juga akan menarik Australia dan India ke pihaknya, dan sudah mulai membicarakan konsep "Indo-Pasifik" di paruh kedua tahun lalu, konsep "Indo-Pasifik" ini, menganjurkan aliansi empat negara-Amerika Serikat, Jepang, Australia dan India, dalam aliansi nilai-nilai demokrasi.

Beberapa pandangan analisis ahli juga mengatakan, jika melihat laporan "Strategi Strategi Keamanan Nasional" atau "Strategi Strategi Pertahanan Nasional", apa yang mereka cermati lebih merupakan keteguhan strategi nasional AS, dan lebih mengekspresikan konsep-konsep establishment tradisional. Dan konsep ini tidak akan berubah hanya karena presiden atau pemerintah berubah.

Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri

sumber: 1 2 3 4 5 6 7 8

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun