James Mattis mengatakan: Kita akan terus melakukan kampanye melawan teroris yang kita hadapi saat ini, namun kini adalah persaingan dengan kekuatan utama yang menjadi fokus utama keamanan nasional, bukan teorisme. Strategi ini sesuai dengan zaman kita, memberikan kebutuhan militer untuk melindungi jalan hidup rakyat Amerika.
Situs "Financial Times" Inggris melaporkan pada 18 Januari 2018 bahwa inti dari laporan "Strategi Pertahanan Nasional" AS baru-baru ini mengambil sikap militer yang lebih ofensif terhadap Tiongkok dan Rusia.
Laporan mengatakan bahwa seorang pejabat departemen pertahanan yang membaca dokumen rahasia ini mengatakan bahwa AS sangat khawatir bahwa lawan utamanya akan mengikis keunggulan militer tradisionalnya.
Pada 19 Januari, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan dalam sebuah konferensi pers di PBB bahwa dia menyesalkan AS yang menggambarkan Tiongkok dan Rusia sebagai ancaman dalam laporan "Strategi Pertahanan Nasional" yang baru.
Laporan "Strategi Pertahanan Nasional" menunjukkan strategi AS adalah salah satu untuk bermusuhan. Dalam menghadapi konten mengenai Tiongkok, juru bicara Kementerian Pertahanan Tiongkok Ren Guoqiang menanggapi pada 20 Januari dengan mengatakan bahwa Tiongkok tidak ingin menjadi hegemon atau bersaing untuk melakukan hegemoni, dan bahwa AS jangan dengan gagasan ini "untuk mencari hegemoni" atas Tiongkok.
Meskipun Tiongkok dan Rusia sama-sama menyatakan sikap keras, namun hal ini bukanlah yang pertama kalinya AS menyebarkan desas-desus tentang "ancaman Tiongkok dan Rusia."
Pada 18 Desember 2017, Gedung Putih merilis laporan "Strategi Pertahanan Nasional" terbaru. Pertama kalinya dalam laporan "Strategi Keamanan Nasional" pertama yang dirilis setelah Presiden AS Trump menjabat, laporan ini menekankan "America First" tapi menekankan bahwa pembangunan ekonomi terkait dengan keamanan nasional.
Dalam laporan "Strategi Keamanan Nasional" ini, pemerintah Trump menekankan bahwa AS menghadapi dunia yang penuh persaingan, dan mencantumkan Tiongkok dan Rusia sebagai pesaing AS.
Laporan "Strategi Keamanan Nasional" yang diumumkan sebulan kemudian benar-benar melanjutkan retorika laporan "Strategi Keamanan Nasional", Â anggota masyarakat internasional semua menduga bahwa strategi nasional AS telah mengalami perubahan substansial.
Kita sebenarnya bisa melihat bahwa ada suatu masa setelah Perang Dingin ketika AS mengurangi pentingnya daya persaingan negara tersebut, terutama setelah serangan teroris 9-11, AS memandang kontra-terorisme sebagai tantangan terbesar dalam keamanan non-tradisional.
Dan dalam 10 tahun berikutnya AS merasa seperti itu, bahwa perang terhadap semua kelompok teroris pada dasarnya hal yang kongkrit. Namun ancaman terbesar akan selalu ada yaitu ancaman dari "srigala tunggal", tapi ancaman sistemik semacam itu justru yang paling sedikit untuk diupayakan dikendalikan AS saat ini. Demikian menurut pendapat para analis dan pengamat.