Saat ini, kontes antara AS dan Rusia semakin meningkat. Selain terjadi perang diplomatik besar, AS dan Rusia baru-baru ini juga terlibat dalam penelitian senjata nuklir, dan tampaknya akan mengobarkan kembali persaingan nuklir seperti ketika Perang Dingin.
Pada saat yang sama, AS terus meningkatkan kerjasama militer dengan Ukraina. Tren ini telah memicu kewaspadaan dan perlawanan dari Rusia. Di Timur Tengah, dengan serangkaian kekalahan "ISIS", intrik politik AS dan Rusia mengenai masalah Suriah menjadi memburuk.
Belum lama ini "Foreign affairs" menuliskan sebuah artikel yang menyatakan bahwa hubungan AS-Rusia berada pada titik terendah sejak Perang Dingin. Dihadapkan dengan penurunan tajam hubungan AS-Rusia, banyak negara mulai khawatir bahwa kedua negara akan kembali ke keadaan permusuhan seperti pada masa Perang Dingin.
Apa yang sebenarnya terjadi antara AS dan Russia?
Pada 14 September, Rusia dan Belarus latihan militer gabungan "West-2017" secara resmi berlangsung di negara-negara tersebut. Menurut sebuah laporan dari Russia Today, latihan ini melibatkan total 12.700 tentara, dan memobilisasi sekitar 670 pesawat militer, 250 tank, 200 artileri, dan 10 kapal perang.
Sebuah laporan dari "Star and Stripes" Â yang berbasis di AS mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, tidak satu pun dari beberapa latihan militer Rusia yang membuat panik Barat sebesar kali ini.
Vladimir Makarov, Menhan Belarus menyatakan: Belarus telah secara terbuka meluncurkan prinsip defensif militer murni. Belarus tidak memandang negara manapun sebagai musuh.
Sehari sebelum latihan militer bersama Rusia-Belarus. 1.500 tentara dari negara-negara NATO di Prancis, Estonia, dan Amerika Serikat, serta Finlandia, bergabung dengan 19.000 tentara Swedia di kota Gothenburg di Swedia untuk ambil bagian dalam latihan militer bersama dengan kode "Exercise Aurora."
Ini adalah latihan militer terbesar yang diadakan di Swedia dalam 20 tahun. Selama latihan militer ini, pesawat tempur AS memainkan sebagai peran militer musuh.
Dengan NATO melakukan serangkaian latihan militer skala besar di Eropa Timur.Yang dimulai pada 14 September, Rusia mengadakan latihan militer "West-2017" skala besar lainnya di  Kiliningrad dan Belarus. Jadi kedua belah pihak sangat jelas saling melenturkan otot mereka. Aspek lain selama latihan militer ini, jika tidak sengaja terjadi sesuatu yang tidak diinginkan bisa memicu satu insiden.
Secara diplomatis, pertarungan diplomatik terus meningkat yang membuat hubungan AS-Rusia mencapai "titik terrendah."
Pada 25 Juli, Dewan Perwakilan AS (House of Representative) Â meloloskan sebuah undang-undang untuk memberi sanksi kepada Rusia hampir dengan suara bulat.
Pada 29 Juli, Rusia menuntut agar AS untuk mengurangi karyawannya di kedutaan Rusia sebanyak 755 orang, dan juga melarang kedutaan AS untuk menggunakan banyak propertinya di Moskow.
Menanggapi ini, pada 31 Agustus, AS menuntut agar Rusia menutup konsulatnya di San Francisco, serta fasilitas diplomatik di Washington D.C. dan New York. AS menyatakan bahwa ini akan membuat AS dan Rusia mempertahankan tiga konsulat yang sama di negara masing-masing. Pada 2 September, fasilitas diplomatik Rusia di AS ditutup karena dilakukan penggeledahan.
Sergey Lavrov menyatakan: Presiden Putin sudah berkali-kali mengatakan bahwa kita tidak ingin berargumen dengan AS. Kami telah bersahabat dengan Amerika. Bahkan sekarang, jika itu adalah untuk kepentingan nasional Rusia, kita bersedia untuk mengembangkan dialog yang konstruktif dengan AS. Kami sangat berharap untuk menormalisasi hubungan bilateral kami. Tapi seperti yang Anda lihat, dibutuhkan dua orang untuk tango. Melihat sekarang, AS lebih memilih untuk melakukan breakdance sendiri.
Selain terjadi pertentangan diplomtik, AS dan Rusia baru-baru ini juga melakukan persaingan penelitian dan pengembangan senjata nuklir.
Sebuah laporan dari RIA Novosti pada akhir Agustus mengatakan bahwa militer Rusia telah membangun generasi berikutnya dari " Barguzin" atau "Kereta Nuklir Hantu." RIA Novosti melaporkan "Barguzin" generasi baru ini dapat membawa enam ICBM di masing-masing gerbong. Dan kecepatan untuk proses peluncuran sangat cepat hanya membutuhkan 2 menit. Selain itu kereta rudal baru ini dapat menempuh berjalanan lebih dari 1.000 km per hari, dan dapat melakukan perjalanan tanpa hambatan ke seluruh wilayah Rusia, sehingga sifat manuvernya dapat disembunyikan, dan waktu reaksi lebih baik daripada "Topol-M" ICBM yang dipasang di kendaraan darat.
Kereta rudal "Barguzin" generasi baru akan mulai beroperasi pada 2021. Sehari setelah Rusia mengumumkan pengembangan "kereta rudal hantu nuklir generasi berikutnya", Administrasi Keamanan Nuklir Nasional AS mengumumkan pada 30 Agustus pesawat tempur Angkatan Udara AS telah menyelesaikan uji coba kedua dari bom nuklir taktis B61-12 yang baru di Nevada pada 8 Agustus. Dikatakan bahwa bom nuklir "pintar" ini terutama ditingkatkan presisinya.
Kelebihan lain dari B61-12 ukurannya sedang, sehingga tanpa perlu dikembangkan pesawat pembom strategis berat. Secara teoritis, ini berarti bahwa hampir semua pesawat tempur AS saat ini masih mampu untuk digunakan untuk mengerahkan senjata nuklir ini.
Pada 12 September, Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan bahwa Pasukan Rudal Strategis Rusia telah melakukan uji coba ICBM berbasis "Yars" yang sangat sukses, dengan hulu ledaknya tepat mencapai sasaran di Semenanjung Kamchatka.
ICMB "Yars" baru ini dapat membawa 3 sampai 6 hulu ledak MIRV dan memiliki jangkauan 12.000 km, sebagai upgrade modern dari "Topol-M."
Beberapa analis menujukkan bahwa gesekan diplomatik AS-Rusia terus berlanjut, dan militer AS terus meningkatkan kekuatan penyebaran dan pelatihannya di Eropa dengan Rusia sebagai sasarannya, sehingga kedua negara memasuki lingkaran setan permain tit-for- tat (balas-membalas).
Dalam menyangkut masalah stabilitas strategis AS dan Rusia, AS mengembangkan senjata kedirgantaraan, dan beberapa persenjataan dan peralatan canggih. Rusia juga mengembangkan kompetisi tersendiri yang tidak simetris. Misalnya, senjata nuklir, dan perang cyber, jadi dalam aspek ini, masih ada kemungkinan percikan api bisa membara dan memicu konflik.
Setiap kali AS memperkuat penempatan militernya di Eropa Timur selalu dipandang oleh Rusia sebagai ancaman besar bagi keamanan nasionalnya. Ini juga telah menjadi jalan buntu saling tidak percaya antara Rusia dan Barat.
Dalam beberapa tahun terakhir, AS terus memperkuat kerja sama militernya dengan Ukraina, dan di "panggung Laut Hitam" yang paling banyak diperhatikan oleh Rusia, AS telah memobilisasi pasukan dalam sebuah langkah untuk menggunakan campur tangan di Ukraina untuk mencekik pelabuhan maritim Rusia.
Apa jawaban Rusia unutk menghadapi hal ini?
Pada tanggal 24 Agustus, diadakan parade militer pada Hari Independensi Ukraina diadakan di Kiev, ibukota Ukraina. Telah hadir VIP kelas berat pada upacara tersebut. Menhan AS James Mattis adalah Menteri Pertahanan AS yang pertama yang mengunjungi Ukraina dalam sepuluh tahun terakhir. Kehadiran James Mattis sekali lagi menyebabkan isu Ukraina menjadi skala intrik politik antara AS dan Rusia.
Dalam pidato kehadirannya ini James Mattis mengatakan: "Tuan Presiden, kami akan terus mendukung Ukraina dan tetap berkomitmen untuk membantu membangun kapasitas angkatan bersenjata Anda untuk membela negara Anda dan untuk melindungi rakyat Ukraina."
Selama konferensi pers tersebut, Mattis mengatakan bahwa selama Rusia tidak mengembalikan Krimea, AS akan terus memberi sanksi kepada Rusia dan juga akan memberikan peralatan militer ke Ukraina dan bahkan mempertimbangkan untuk memberikan senjata mematikan kepada Ukraina.
Petro Poroshenko, Presiden Ukraina mengatakan: Sebagai Presiden Ukraina, saya sangat puas dengan diskusi kami. Kami jelas melihat sikap AS sebagai mitra kami. Saya senang dengan kemajuan saat ini.
Belum lama ini, AS dan Ukraina mencapai kesepakatan bahwa AS akan menyediakan Ukraina dengan 175 juta USD peralatan teknis, termasuk peralatan khusus.
Sudah untuk waktu yang lama, pemerintah Ukraina telah meminta AS untuk mau menyediakan senjata dan peralatan ofensif, terutama senjata seperti rudal anti-tank, namun permintaan ini selalu ditolak oleh pemerintahan Obama AS. Analis percaya bahwa selama kunjungan ini, Mattis hanya membuat kesepakatan lisan untuk mendukung Ukraina, namun sebenarnya tidak menandatangani kontrak untuk memasok persenjataan pertahanan mematikan, dan bahwa tindakan ini dimaksudkan untuk deteren pada Rusia.
Pada tahun 2004, krisis Ukraina meletus. Pada bulan Maret, Krimea mengadakan referendum nasional yang memutuskan untuk meninggalkan Ukraina dan bergabung dengan Rusia. Setelah itu, Rusia dijatuhi sanksi keras dari masyarakat Barat yang dipimpin oleh AS.
Sejak Donald Trump mulai menjabat presiden, partisipasi AS dalam masalah Ukraina telah meningkat secara bertahap.
Pada 2 Agustus, Trump menandatangani RUU baru yang menjatuhkan sanksi baru atas Russia untuk kegiatan militer Rusia di Krimea dan Ukraina timur sebagai alasannya. Selain itu, militer AS juga mulai meningkatkan latihan militer gabungan multilateral yang diadakan dengan militer Ukraina di wilayah-wilayah kunci sebagai pertunjukkan kekuatan terhadap Rusia.
Saat ini, di sekitar Laut Mediterania, kita bisa amati kontes antara AS dan Rusia seputar masalah Ukraina dan masalah Krimea yang sebagai platform Laut Hitam. Di platform Laut Hitam ini, jika Rusia dapat menduduki Krimea dan menguasai sebagian dari kekuatan Ukraina, mereka adalah pemenang.
AS tidak akan membiarkan Rusia terus maju ke barat, dan AS pasti tidak akan melindungi kekuatan yang berpihak pada Rusia di Ukraina. Dan dalam situasi seperti ini, kita bisa mengatakan bahwa di platform Laut Hitam, di platform Krimea dan platform Ukraina, Rusia berada dalam posisi bertahan, dan sudah cukup berhasil. Jika ada perubahan lebih lanjut mengenai masalah Ukraina, maka itu akan menjadi permainan zero-sum murni, di mana satu menguasai lebih, dan yang lainnya menguasai lebih sedikit.
Pada kenyataannya, selama lebih dari tiga tahun, Krimea adalah milik Rusia. Negara-negara Barat tidak mengakui hal ini, dan tidak memprovokasi Rusia, namun Rusia telah dikenai sanksi. Masalah Ukraina telah menjadi topik diam di masyarakat internasional, tapi salah satu di antaranya ada pemahaman diam-diam.
Namun, ada satu tindakan AS pada bulan Juli tahun ini yang benar-benar memecahkan keseimbangan ini. Pada awal Juli, AS mengumumkan bahwa mereka akan membantu Ukraina membangun sebuah pusat operasi maritim di Ochakov di Ukraina selatan.
Di permukaan, pusat operasi maritim  yang sedang dibangun AS ini milik Ukraina. Namun kenyataannya, melihat standar bangunan dan fasilitas yang menyertainya, mereka disesuaikan untuk militer AS, yang berarti mereka membuat pangkalan angkatan laut mereka sendiri.
Secara geografis, Ochakov terletak di pantai Laut Hitam, dan menjaga saluran utama dari Laut Hitam menuju pedalaman dan Ukraina. Hal ini dekat dengan Semenanjung Krimea dan memiliki posisi strategis yang sangat penting.
Dari ini kita dapat melihat AS ingin menggunakan basis Ochakov untuk keuntungan geografisnya di samping Laut Hitam untuk memantau dan menghalangi jalan Rusia menuju Laut Hitam. Ini seperti menikam pedang ke ulu hati Rusia.
Permainan intrik AS dan Rusia di Ukraina dan Timur Tengah secara fundamental merupakan kontes geopolitik. Ukraina mungkin saja merupakan miniaturisasi konflik geopolitik mereka. Jadi, ketika menyangkut masalah Timur Tengah, ketika pada September 2015 Rusia melibatkan diri dalam isu Suriah, sebenarnya ada beberapa pertimbangan strategis.
Intervensi Rusia Di Suriah Untuk Mengalihkan Perhatian
Yang utama untuk mengalihkan pusat perhatian, karena setelah krisis Ukraina, Rusia mendapat tekanan geopolitik dari AS dan Barat serta internasional yang tidak pernah dialami sebelumnya. Dunia tidak akan melepaskan masalah Krimea bergabung dengan Russia dan juga masalah Ukraina,.
Ternyata setelah bulan September 2015 campur tangan Rusia dalam masalah Suriah. Sampai batas tertentu, fokus masyarakat internasional beralih ke masalah Suriah. Kita dapat melihat bahwa setelah itu, perhatian pada masalah Ukraina telah kendor.
Dalam situasi seperti ini, tekanan terhadap Rusia telah berkurang sedikit. Aspek lain adalah bahwa dalam hal isu Suriah, setelah Rusia melakukan intervensi dan mengendalikan sejumlah kepemimpinan tertentu, hal itu mungkin telah memanfaatkan isu Suriah untuk bernegosiasi dengan AS dan Eropa, dan sampai tingkat tertentu, dapat digunakan untuk  tawar-menawar beberapa kepentingannya.
Misalnya, dalam masalah Ukraina, atau dalam masalah Suriah, hal itu bisa menjadi alat tukar-menukar beberapa kepentingan. Saat ini, kita belum pernah melihat ini, tapi banyak analis percaya sampai batas tertentu, Rusia sedang memikirkan hal ini.
Jadi, setelah tekanan yang sama muncul sekali lagi, untuk menekan pergerakan AS di Ukraina. Rusia sekali lagi membebaskan yang terkepung dengan menyerang pengepungan tersebut, dan meningkatkan serangan balik strategisnya di Timur Tengah, jadi ada kemungkinan besar bahwa fokus permainan intrik kekuatan utama ini akan bergeser dari Ukraina ke Timur Tengah sekali lagi.
Sejak masalah Suriah diciptakan, kontes antara AS dan Rusia telah berlangsung tanpa henti, dan telah terjadi kerjasama dan konflik.
Saat ini, "ISIS" telah mengalami beberapa kekalahan dalam pertempuran, dan militer Suriah secara bertahap pulih dari keterpurukan - masalah Suriah telah memasuki fase kritis.
Di medan perang Suriah, AS dan Rusia mempercepat serangan mereka terhadap "ISIS" sehingga mereka bisa menguasai wilayah lebih yang mereka dapat kontrol masing-masing, dan mendapatkan kekuatan untuk memandu resolusi tersebut untuk masalah Suriah kelak.
Selama beberapa hari belakangan ini, koalisi kontraterorisme internasional pimpinan AS melakukan serangan udara di wilayah pemukiman di Raqqa, di utara Suriah, dan di utara Dier ez-Zor, di Suriah timur.
Analis memperkirakan untuk selanjutnya, AS mungkin tidak akan bersedia membiarkan Rusia mendominasi dalam masalah Timur Tengah, terutama dalam isu Suriah. AS akan meningkatkan kekuatannya dalam mengintervensi masalah Suriah.
Pada 14 September, di Laut Mediterania timur, kapal selam Angkatan Laut Rusia Veliky Novgorod dan Kolpino meluncurkan tujuh rudal jelajah pada target "ISIS" penting di Suriah dalam sebuah serangan rudal.
Dari pergerakan Rusia terbaru bisa menunjukkan bahwa itu memperlihatkan untuk kepentingan nasional mereka dan kebutuhan kepentingan strategis internasional dan domestik, mereka pasti akan memperluas pijakan mereka di Timur Tengah,  ini mungkin untuk memapankan  kebijakan mereka.
Baru-baru ini, militer Rusia menjatuhkan bom non-nuklir "Father of All Bomb" ke "ISIS" di Suriah. dekat Deir-ez-Zor, di Suriah, dan menghancurkan pusat komando dan pusat komunikasi "ISIS", dan membunuh sekitar 40 militan bersenjata "VIP ISIS."
Pada bulan April tahun ini, militer AS menjatuhkan sebuah Bom Udara GBU-43 Ordnance yang dikenal sebagai "Mother of All Boms" di Afghanistan timur, yang meninggalkan lubang dengan diameter 300 meter di tanah, menghatam dengan pukulan berat ke terowongan bawah tanah. dan bunker yang dibangun oleh kelompok ekstremis serta membunuh lebih dari 90 militan. Ini adalah pertama kalinya militer AS menggunakan bom non-nuklir terbesar ini dalam pertempuran.
"Father of All Bombs" ("Bapak dari Semua Bom") setara dengan 44 ton dinamit, yang berukuran empat kali ukuran "Mother of All Bombs." Â Beberapa analis percaya bahwa "Bapak dari Semua Bom" yang diumumkan Rusia dengan terang-terangan di Suriah akan membentuk sebuah opini untuk membuat sangat menjerakan bagi teroris, dan dengan demikian mengendalikan dominasi Rusia di medan perang Suriah.
Sejak September, AS dan Rusia telah meningkatkan intensitas serangan mereka terhadap "ISIS." Â Kita bisa melihat bahwa senjata yang mereka gunakan adalah senjata di luar standar yang telah digunakan untuk menyerang "ISIS." Layaknya seperti memotong ayam dengan golok pemotong sapi.
Ada juga banyak pengamat yang mengatakan bahwa telah berlebihan, untuk menggunakan senjata pemusnah massal semacam itu, ini menunjukkan bahwa kedua belah pihak telah memulai melakukan manuver kontes untuk situasi pascaperang, dan mulai bersaing untuk lebih dulu melakukan intervensi.
Pada 12 September, militer Rusia mengatakan bahwa pemerintah Suriah telah menguasai kembali sebagian besar wilayahnya dari "ISIS", dan berhasil mengontrol kembali 85% dari luas wilayah negara tersebut.
Seminggu setelah menyerang Dier ez-Zor. Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoyumet bertemu Presiden Suriah Bashar al-Assad di Damaskus.
Pengamat dan analis memperkirakan, momen pertemuan Shoygu di Suriah sangat penting, Â pada saat setelah militer Suriah memulihkan Deir ez-Zor, pejabat Rusia dan Suriah bertemu satu sama lain. Dari satu sisi, kedua belah pihak terus membahas meningkatkan kekuatan militer di Suriah agar bisa tampil sempurna. Aspek lain yang dianggap penting adalah bahwa Rusia ingin memiliki dominasi dalam pembangunan kembali pasca-perang. Secara umum, Rusia ingin memiliki dominasi dalam masalah Suriah secara keseluruhan.
Beberapa analis percaya bahwa AS dan Rusia telah melihat bahwa nasib "ISIS" telah nyaris habis, dan dengan terburu-buru mengarahkan pasukan mereka sendiri untuk berebut wilayah sehingga mereka dapat memiliki lebih banyak peluang dalam masa perang untuk bernegosiasi.
Militer Suriah yang didukung Rusia dan gerilyawan Kurdi yang didukung AS berada di depan untuk memperjuangkan tepi timur Sungai Efrat di Provinsi Dier ez-Zor.
Militer Suriah telah melewati Sungai Efrat dan mendekati tepi timur. Rusia saat ini terlibat dalam serangan udara termasuk serangan rudal jelajah, dan berkoordinasi dengan militer Suriah untuk merebut kembali wilayah di tepi timur Provinsi Dier ez-Zor. Wilayah  ini akan langsung menentukan siapa yang memiliki  lebih teritorial di era "pasca-ISIS".
Kita telah melihat dengan "ISIS" menderita serangkaian kekalahan. Masalah ini terkait dengan pembangunan kembali pascaperang Suriah. Di satu sisi, dibutuhkan untuk membangun kembali ekonominya, dan di sisi lain mereka akan membangun kembali struktur kekuatan politik, dan ranah ini menjadi ruang untuk kontes masa depan antara Rusia dan AS.
Jika kita melihat masalah Ukraina, kita bisa melihat permainan zero-sum antara AS dan Rusia. Tapi itu tidak terjadi di Suriah. Di Suriah, mereka bersikap kerja sama dan melakukan hubungan saling menguntungkan, hanya masalah siapa yang menang, dan bagaimana mereka bernegosiasi untuk melihat seberapa besar mereka dapat bertahan. Kita perlu memisahkannya. Pada saat bersamaan, situasi ini memiliki batas tertentu dan dalam fase tertentu. Saat ini, begitulah situasinya.
Hubungan AS-Rusia telah terlihat adanya dendam lama yang tidak akan hilang dalam semalam. Permainan geopolitik intrik, pandangan masyarakat AS tentang Rusia, dan isu politik dalam negeri di AS telah bercampur aduk dalam hubungan AS-Rusia hari ini.
Namun, meski ada keserasian antara kedua belah pihak, keduanya sama-sama mencari cara untuk menerobos. Karena itu, beberapa analis percaya bahwa keadaan pertempuran tanpa pertumpahan darah antara AS dan Rusia akan menjadi norma baru, dan dalam norma ini, AS dan Rusia akan mencari peluang untuk meningkatkan chip mereka agar dapat terus bernegosiasi dalam kontes mendatang.
Pada 10 September, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengunjungi Arab Saudi, di mana dia meminta semua pihak untuk melakukan dialog langsung untuk menyelesaikan krisis Qatar. Tidak lama sebelum itu, Lavrov telah mengakhiri kunjungannya ke tiga negara Teluk Kuwait, Uni Emirat Arab, dan Qatar.
Di ibukota Qatar Doha, Lavrov mengatakan bahwa Rusia bersedia melakukan upaya untuk mempromosikan sebuah resolusi terhadap krisis tersebut. Seiring perang Suriah secara bertahap terseting, dan krisis diplomatik Qatar terus menjadi masalah, kunjungan Lavrov ke negara-negara Teluk telah menarik banyak perhatian.
Dari perspektif geopolitik, "ISIS" mungkin tidak ada lagi yang tersisa. Di masa depan, ini tidak hanya menjadi masalah Suriah, melainkan juga masalah penataan peta geopolitik Timur Tengah yang menjadi fokus permainan intrik di masa depan antara Amerika Serikat, Rusia, dan kekuatan utama di kawasan ini.
Baik AS maupun Rusia berusaha mendapatkan sebanyak mungkin kartu bagus di tangan mereka, sehingga di meja perundingan dapat digunakan untuk negosiasi masalah Suriah bahkan untuk masalah Timur Tengah secara umum, sehingga mempunyai inisiatif untuk meningkatkan ruang untuk harga permintaan mereka, dan untuk mempertahankan dominasinya di kawasan ini. Kita bisa melihat bahwa sekarang Rusia telah mendapatkan lebih banyak kartu.
Pada 12 September, Presiden Turki Recep Erdogan menegaskan bahwa Turki dan Rusia telah menandatangani kesepakatan untuk pembelian sistem pertahanan rudal S-400, dan Turki telah melakukan pembayaran pertama. Laporan menyatakan bahwa Turki berencana untuk membeli dua sistem rudal pertahanan S-400 dari Rusia dan memproduksi dua sistem rudal ini di Turki dengan nilai perdagangan total 2,5 miliar USD.
Pencapaian kesepakatan ini membuat Turki menjadi anggota pertama NATO untuk membeli dan menerapkan sistem rudal S-400.
Turki telah membeli sebuah sistem pertahanan rudal Rusia. Analis pikir bagi NATO, ini adalah pukulan yang cukup berat, dan dianggap langkah licik dari Rusia. Ini adalah ancaman yang cukup besar bagi NATO. Aspek lainnya adalah selain hubungan Rusia-Turki. Hubungan Rusia-Iran cukup baik. Kita tahu bahwa tahun lalu, Rusia menggunakan basis udara Iran untuk terbang dari sana dan terbang langsung ke Suriah dalam menyerang "ISIS".
Saat ini, terkait isu Suriah, Rusia, Iran, dan Turki telah tercapai tiga pihak untuk berbicara dan telah mempromosikan sebuah pertemuan di Astana. Dan sekarang, hasilnya sangat jelas. Tujuan utama bagi Rusia adalah untuk menciptakan busur BulanSabit Syiah yang stabil dari Iran ke Irak terus ke Syria.
Setelah pemerintahan Obama, AS memiliki pola pikir pasifistik tentang 'political correctness', untuk mendapatkan sisi baik dunia Islam, dan penarikan pasukan dari Irak tanpa memikirkan konsekuensinya, yang menyebabkan "ISIS" merajalela. Kekacauan ini yang ditimbulkan "ISIS" memberi sebuah kesempatan bagi Rusia, jadi sekarang apa yang akan dilakukan AS? AS harus hati-hati mencapai keseimbangan. AS harus memikirkan secara mendalam tentang strategi jangka panjangnya dengan menyiapkan beberapa kartu yang bisa dimainkannya di masa depan. Satu kartu adalah kartu Kurdi.
AS Mempermainkan Kartu Kurdi
Pada 23 Agustus, Menhan AS, Mattis mengunjungi Turki. Beberapa anggota kabinet presiden Turki mengatakan kepada wartawan bahwa ketika Erdogan bertemu dengan Mattis, dia dengan terus terang menyatakan bahwa Turki merasa terganggu dengan militer AS yang membantu Syrian Democratic Forces (SDF).
SDF adalah kekuatan suku Kurdi dan Arab. Pasukan utama adalah "Unit Perlindungan Rakyat (Kurdi)/People's Protection Units". Unit Perlindungan Rakyat telah dilihat oleh AS sebagai mitra terpercaya dalam perang melawan "ISIS." Militer AS terus memasok senjata dan pelatihan militer ke Unit Perlindungan Rakyat (Kurdi).
Tapi Turki memandang Unit Perlindungan Rakyat sebagai cabang Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang mereka anggap teroris.
Dalam sebuah wawancara dengan "Hurriyet" pada 22 Agustus, Erdogan mengatakan bahwa Turki akan menghentikan suku Kurdi untuk tidak otonom atau membangun negara mereka sendiri di Suriah utara "tidak peduli berapa pun biayanya."
Suku Kurdi tidak hanya memainkan peran penting dalam perjuangan bersama melawan "ISIS." Di masa depan, ketika Suriah mengorganisir atau membentuk sebuah pemerintahan federal, mereka akan memainkan peran besar juga, dan jika keadaan menjadi semakin kacau di Tengah Timur ke depan, jika Turki dan Rusia terlalu dekat, kekuatan ini akan menjadi kekuatan untuk menciptakan kekacauan di Turki. Karena ini, kita dapat melihat bahwa dalam dua tahun terakhir, dari tahun 2015 sampai sekarang, kita harus memperhatikan kartu-kartu yang dimainkan AS di Timur Tengah dan persiapan di balik kartu-kartu itu. Ini sangat penting.
Beberapa analis percaya bahwa selain Kurdi yang digunakan sebagai kartu, AS memiliki chip untuk melanjutkan kontestannya dengan Rusia dalam ekspansi NATO ke timur, menekan harga minyak, dan memperkuat sanksi. Meski kekuatan Rusia di Timur Tengah terus berkembang, arah dominasi hubungan AS-Rusia nampaknya masih berada di tangan AS. Dan untuk jangka waktu yang panjang, AS dan Rusia akan terus mempertahankan keadaan pertempuran tanpa pertumpahan darah ini.
Initaitif untuk memperbaiki hubungan Rusia-AS ada di tangan pihak Amerika. Sampai batas tertentu, Rusia pasif, tapi saat ini, Trump sedang terhambat oleh serangkaian elemen di AS. Hubungan Rusia-AS memasuki situasi di mana mereka semakin memburuk. Secara umum, inisiatif ini masih ada di tangan pihak Amerika.
Selanjutnya, hubungan AS-Rusia akan memasuki fase intrik yang berlanjut yang tidak hanya akan berakhir setelah satu atau dua tahun, dan akan terus menjadi titik api baru di seluruh dunia. Putin pasti tidak ingin kehilangan kesempatan untuk campur tangan dalam isu topik panas yang bisa dia campur-tangani untuk memperluas pengaruhnya sendiri dan mendorong AS ke sebuah sudut.
Dari akhir 2016, ketika itu - Presiden AS Barack Obama memerintahkan deportasi 35 pegawai kedutaan Rusia di AS sampai sekarang, untuk skandal Presiden Trump dengan Rusia, hingga penandatanganan sanksi baru oleh Trump terhadap Rusia, telah menimbulkan serangkaian interaksi negatif yang tampaknya menunjukkan bahwa hubungan AS-Rusia akan sulit dilakukan untuk melepaskan lingkaran aneh, dari posisi perbaikan---saling beroposisi---kembali baik kembali.
Hubungan AS-Rusia terus-menerus mengulangi "kurva naik turun" untuk memulai tinggi dan akhir rendah. Ini menunjukkan bahwa hubungan mereka kadang menjadi baik, itu tergantung pada penilaian kedua pemerintah, karena dikaitkan dengan konflik strategis, karena mereka tidak bisa melewati tahap hubungan hangat, yang pada akhirnya mereka tidak dapat melepaskan diri dari nasib "berakhir dengan hubungan rendah".
Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri
foreignaffairs.com/ | linktank.com | vox.comÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H