Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Persahabatan Lintas Batas Negara dan Benua, Sid Engst dan Joan Hinton

24 September 2017   13:01 Diperbarui: 24 September 2017   13:08 1453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Erwin (Sid) Engst dan Joan Hinton, dikenal luas sebagai Yang Zao & Han Chun ( ,) di Tiongkok, negara tempat pasangan Amerika legendaris itu menjalani sebagian besar hidup mereka sebagai peternak sapi perah dan sangat dikenang karena kontribusi mereka terhadap produk susu, mekanisasi pertanian dan optimasi ternak di Tiongkok.

Sid Engst, yang berasal dari latar belakang keluarga yang sederhana, pertama belajar kedokteran di University of Illinois dan menyadari dia tidak menyukai jurusannya. Jadi dia pindah kuliah belajar pertanian di Cornell University di mana dia bertemu dengan penulis William Hinton, yang dikenal sebagai Han Ding () di Tiongkok dan adik perempuannya Joan Hinton, fisikawan nuklir yang kemudian menjadi istrinya. Dari Hinton, yang pernah ke Tiongkok pada tahun 1937, Sid membaca buku terkenal Red Star Over China dan terpesona oleh buku dan negara yang dilukisnya: Tiongkok.

Sid muda tertarik sekali dengan tentara Rute Kedepalan Tiongkok yang dipimpin Mao Zedong dengan persejataan yang sangat sederahana atau "millet plus rifles." dapat memenangkan perang melawan tentara fasis Jepang yang persenjataannya jauh lebuh maju dan modern. Meskipun di negaranya AS gencar sekali melakukan proganda negatif tentang Tentara Merah yang dipimpin Mao Zedong. Selain itu Sid muda juga mengalami dan melihat perbedaan tajam antara ekonomi Uni Soviet yang sedang booming dan Depresi Besar di AS pada masa itu.

Segera setelah P.D. II berakhir, dia menjual semua ternak sapinya, selain itu dia tidak mau menjadi tentara di masa damai. Maka menerima tawaran dari Administrasi Bantuan dan Rehabilitasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan pergi  bertugas sebagai spesialis susu di Tiongkok pada tahun 1946.

Apa yang dia lihat di Changsha () yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kuomintang (KMT, Partai Nasionalis Tiongkok ) mengejutkan. Dia menyadari bahwa yang dibutuhkan Tiongkok bukanlah susu, tapi gandum. Namun, apa yang PBB coba lakukan hanyalah membuang kelebihan produk pertanian AS ke pasar dunia. Kebobrokan yang dilihatnya di bawah pemerintahan KMT yang korup, dia memutuskan untuk pergi ke Yan'an di Tiongkok utara yang merupakan basis PKT. Di Yan'an, dia sangat tersentuh oleh dunia yang berbeda, dimana meskipun semua orang miskin, mereka setara, bersemangat dan penuh harapan.

Yang membuatnya kagum dan memutuska untuk tinggal terus di Tiongkok, ketika dia mengalami sendiri tentara yang dipimpin Mao berhasil mengalahkan serangan dan kepungan tentara KMT yang dipimpin  Hu Zongnan () pada tahun 1947, yang jumlahnya 10 kali jumlah Tentara Pembebasan Rakyat PKT Mao. Dengan bantuan PKT, Sid berhasil memindahkan 30 nyawa sapi bersama dirinya ke tempat aman selama 400 hari konfrontasi, menghindari tentara KMT sepanjang jalan. Tentara KMT meski memiliki pesawat dan radio udara buatan Amerika yang canggih dengan peralatan pelacakan, namun tidak pernah berhasil menemukannya. Prestasi tersebut menegaskan kepercayaan Sid pada tentara pimpinan Mao.

Kisahnya kita mulai ketika pada tahun 1947, Hu Zongnan memimpin tentara untuk melancarkan serangan agresif ke Shaanxi utara, berusaha untuk melenyapkan organ-organ utama Komite Sentral PKT. Panitia Pusat PKT memutuskan untuk mengambil inisiatif meninggalkan Yan'an. Di antara tim yang mundur, ada "pasukan" khusus, yang terdiri dari belasan sapi unggul perah friesian holstein dari Belanda. Dan "komandan" pasukan sapi yang luar biasa, dia seorang kulit putih bernama Erwin (Sid) Engst. Dan orang Tiongkok memanggilnya dengan nama Yan Zao ( ).

Suatu hari ketika langit berawan di atas kota, suara tembakan tentara KMT yang menyerang telah terdengar bergemuruh. Tentara dan warga sipil di Yan'an (Basis tentara PKT) bersiap untuk mundur secara tertib dan teratur. Karena Perekebunan pertanian Guanghua di Yan'an dalam bahaya.

Puluhan sapi perah telah disiapkan untuk dipindahkan oleh tentara PLA bergerak perlahan karena tubuhnya yang besar, sehingga menghambat kecepatan mundur. Mereka khawatir akan menjadi incaran pasukan KMT.

Ada seseorang yang mengusulkan untuk menyembelih sapi-sapi itu dan memasak dagingnya untuk mneingkatkan kualitas makanan agar menambah energi bagi tentara. Tapi sekitika itu ada seorang berteriak "Tidak!!!Jangan!!!" orang itu berhidung mancung dan berkulit putih yang menerobos kerumunan orang. Dialah Yang Zao.

Para tentara itu merasa bingun, Yang Zao melambaikan tangannya seraja berkata: "Sapi-sapi ini adalah harapan untuk peternakan masa depan Tiongkok Baru."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun