Maka pada tahun 2011, AS meluncurkan strategi Jalur Sutra Baru a la AS.
Rencana Jalur Sutra baru dibuat seluruhnya untuk berkoordinasi dengan AS untuk menarik pasukannya keluar dari Afganistan, tapi menginginkan AS terus bisa memepetahankan pengaruhnya di kawasan tersebut setelah pasukannya ditarik keluar.
Rencana ini dipimpin oleh AS dengan bertujuan untuk membangun jaringan ekonomi dan transportasi internasional yang berpusat di sekitar Afganistan yang menghubungkan Asia Tengah dan Selatan. Dan ini jelas berusaha untuk menekan Iran dan melemahkan pengaruh Rusia di Asia Tengah. Selain itu, rute tersebut sengaja untuk mengelilingi untuk mengepung Tiongkok. Tetapi negara-negara kunci India dan Pakistan menjadi sulit untuk dikoordinasikan kepentingan bersama mereka.
Jadi rencana ini lebih kearah untuk menyingkirkan pengaruh Rusia dan mengecualikan Tiongkok, rencana ini terlalu banyak bertujuan strategis, sehingga tidak jalan.
Usulan Tiogkok “Belt and Road”
Seperti yang telah diungkapkan diatas, Inisiatif “Belat and Road” yang diusulkan Presiden Xi pada 2013, lebih menekankan pada keterbukaan dan penerimaan, serta kerja sama damai, saling belajar, kerajsama yang saling menguntungkan. Dan terbuka menerima model kerja sama, yang ternyata mendapat respon positif dari lebih banyak negara, dan mereka mulai bekerja sama dan berkomunikasi.
Kuncinya dikarena gagasan ini semua jalur pengembangan dan model ditempatkan pada faktor umum yang sebesar-besarnya. Faktor ini adalah “berbagi untuk masa depan kemanusiaan bersama.” Dan Tiongkok menekankan bahwa mereka tidak ingin menggunakan “Belt and Road” untuk membuat model pengembangan yang akan menggantikan yang lain.
Tapi, orang yang percaya terhadap teori politik tradisional Barat masih tetap curiga.
John Mearsheimer sorang intelektual AS ada menuliskan dalam bukunya yang terkenal “The Tragedy of Great Power Politics” , Ada alasan untuk percaya bahwa Tiongkok yang terus tumbuh lebih kuat, para elitnya akan meniru AS dan memaksimalkan otoritas globalnya seperti Amerika Serikat. Tiongkok tidak punya pilihan lain jika tujuan utamanya adalah bertahan. Ini adalah tragedi politik kekuasaan yang sangat gawat.” Teori ini selama ini diterima oleh sebagian besar ahli srategis AS.
Pandangan John Mearsheimer dalam bukunya ini bukannya tanpa pamrih atau berdasar, karena dalam ribuan tahun sejarah manusia memiliki pola-pola yang demikian, Negara kuat berusaha untuk memerintah. Selama Perang Dingin, dua negara adidaya AS dan Uni Soviet bertarung untuk hegemoni global dan menyebarkan pengaruhnya. Situasi ini hanya menyisakan satu pemenang.
Maka tidak heran AS kini juga telah mulai dengan hati-hati menanggapi Inisiatif “Belt and Road” Tiongkok. Pada 15 Mei 2015, Assistant Secretary of State for South and Central Asian Affairs atau Menteri Urusan Asia Selatan dan Tengah AS, Nisha Biswal mengatakan, Asia Tengah bukanlah tempat untuk “oposisi zero-sum” Wakil Menteri Urusan Asia Tengah dan Selatan, Richard Hoagland bahkan memimpin sebuah tim untuk mengunjungi Tiongkok untuk melihat bagaimana kemungkinan untuk bisa menghubungkan “Jalur Sutra Baru (AS)” dengan “Belt and Road.”