Menurut Martin Wolf, edior dari “Fianancial Times” Inggris, memperkirakan Brexit akan memerlukan setidaknya lima sampai tujuh tahun prosesnya.
Tampaknya Inggris menarik diri dari Uni Eropa sudah dipastikan nasibnya akan menjadi “kasus perceraian.” Dan semua pihak pada tahun lalu, setelah setahun Inggris memutuskan meninggalkan Uni Eropa, semua memprediksi ini akan menjadi “perceraian lose-lose” (semua merugi).
Tidak hanya Uni Eropa yang kehilangan anggota yang kuat, juga akan mengalami resiko lebih meragukan dan rapuh karena ditinggalkan oleh anggota utama.
“Financial Times” bahkan memprediksi lebih gamblang lagi, setelah “putus” dengan Uni Eropa, Inggris akan menjadi lebih miskin, lebih rapuh, dan pengaruhnya menyusut. Dan semua ini adalah biaya dari Brexit.
Apa yang menjadi alasan Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa dengan berapapun biayanya?
Padahal sejak tahun lalu referendum Brexit pada bulan Juni, Inggris sudah mulai membayar biaya “perceraian” itu.
Selama setahun, mata uang Inggris GPB (Great Britain Pound) terus terdepresiasi dan turun 17% dari USD, sementara harga komoditas impor telah meningkat, menyebabkan peningkatan secara keseluruhan atas harga barang.
Ambil contoh untuk minum kopi, yang menjadi pola kehidupan Orang Inggris, harga satu cangkir kopi Nestle yang normal naik 14% dalam rentang enam bulan. Bahkan harga air minum kemasan telah meningkat sebesar 25%, yang menjadi kejutan antara banyak barang lainnya.
Sudah sejak lama bagi Inggris untuk tidak mengalami inflasi hingga dua digit.
Namun, sejak awal sebelum Inggris menyerukan secara resmi untuk menarik diri dari Uni Eropa, terbitan media di Cornwall di Inggris selatan, ini menggambarkan aspek lain dari biaya Brexit.
Menurut perhitungan Uni Eropa, Cornwall telah terdaftar sebagai salah satu daerah tertinggal di Eropa, dan menerima bantuan kemiskinan dan dana pembangunan dari Uni Eropa setiap tahun.