Namun, sejak referendum Brexit tahun lalu, dikerenakan prospeknya suram karena hubugan antara Inggris-Uni Eropa, membuat ekonomi lokal telah terpukul keras.
Menurut penuturan penduduk pengangguran setempat yang mendapat bantuan kemiskinan mengatakan, “Padahal sebelumnya, biaya bulanan hidup umum kita membayar sekitar 300 atau 400 pound, sekarang kita harus membayar sekitar 500-550 pound, sehingga diketahui kami tidak bekerja, kami mendapat manfaat. Jadi kenaikan biaya hidup ini melebihi dari kekuatan dari apa yang bisa seseorang yang mungkin bisa kerjakan. Jadi kita merasakan dari dampak tersebut.”
Tapi yang sulit untuk bisa dipahami bahwa selama referendum tahun lalu, mayoritas warga memilih untuk meninggalkan Uni Eropa, bahkan setelah setahun sudah berlalu tapi pilihan rakyat masih belum berubah. Mereka masih merasa Inggris adalah negara hebat, tertutama bagi generasi yang lebih tua, mereka menganggap bagi Inggris tidak harus bergabung dengan Uni Eropa, alasan “invasi imigran” juga menjadi alasan mereka memilih Brexit. Meskipun bisnis mereka megalami kerugian.
Euroskeptisme (Eurosceptism) Inggris memang benar-benar telah lama ada dibenak pikiran orang-orang Inggris. Mereka berpikir “kami tidak pernah menjadi bagian dari daratan Eropa, kami adalah pulau dan juga negara serta bangsa, kami harus dihapus dari Uni Eropa.”
Jika kita ke Eropa dan pergi ke setiap negara anggota Uni Eropa, kita dapat melihat bendera Uni Eropa di semua instansi pemerintah. Tetapi hanya di Inggris yang di seluruh negerinya yang kita lihat hanya bendera Inggris saja, tidak ada itu bendera Uni Eopa yang terlihat.
Ini sebenarnya adalah kebiasaan sejarah. Inggris memiliki sejarah khusus. Meskipun sebuah pulau tapi negara bangsa, juga merupakan kekuatan global. Pernah menjadi kerajaan yang “benderanya tidak pernah mengalami mata hari terbenam,” sehingga selalu percaya bahwa Inggris adalah setara dengan daratan Eropa.
Satu kenyataan Selat Inggris bukan satu-satunya yang membuat Inggris dan daratan dan Eropa secara mental terpisah. Lebih dari 300 tahun yang lalu, setelah Inggris mengalami “Revolusi Gloria (Glorious Revolution)” Inggris dengan cepat dari sebuah pulau dan negera yang kecil dengan cepat berubah menjadi sebuah negara adidaya pertama dalam sejarah manusia.
Selama lebih dari 200 tahun Inggris telah memerintah dunia, luas lahan dan populasi kekaisaran dimana matahari tidak pernah terbenam adalah 137 kali dari wilayah teritorialnya sendiri, dengan populasi 8 kali dari populasi negaranya sendiri.
Hal ini tidak mengherankan bahwa pada tahun 1950, ketika AS meminta negara-negara Eropa Barat untuk memulai berintegrasi, maka Menlu Inggris pada waktu itu Ernest Bevin dengan marah mengatakan: “Inggris bukan bagian dari Eropa. Dia bukan negara seperti Luxemburg.”
Sikap imperalis semacam ini yang dibawa Inggris, sehingga menyebabkan sejak awal yang secara resmi integrasi Eropa dilakukan setelah P.D. II, tetapi Inggris tetap terpisah untuk beberapa waktu lamanya.
Mereka tidak mau bergabung dengan Uni Eropa hingga tahun 1973. Namun, itupun setelah lebih dari 40 tahun berikutnya, Inggris tampaknya selalu acuh tak acuh dalam mengambil bagian dalam proses integrasi Eropa. Seperti apa yang oleh mantan PM Finlandia—Alexander Stubb pernah katakan: “Inggris selalu seperti pengatin baru yang tidak sudih” (terpaksa kawin).