Pada 6 Agustus lalu, beberpa pesawat pembom B-1B tiba di Pangkalan Andersen di Guam, membawa sekitar 300 tentara AS. Pesawat B-1B ini berkemampuan terbang di altitude rendah untuk penetrasi pertahanan udara lawan jauh melampaui dari pesawat pembom B-52.
Banyak pihak yang mempertanyakan dikatakan AS tidak mau terlibat dalam arbitrase LTS dan tidak terlibat, tapi megapa mengklaim berkepentingan nasional tertinggi di LTS?
Jika kita kembali melihat pada sejarah dan mempelajari bagaimana kebijakan AS untuk LTS dari “pengamatan” terus menuju “intervensi” dan berubah menjadi “di balakang layar” hingga ke “tengah panggung,” kita akan melihat dan tahu mengapa AS makin lama makin lebih terlebat dalam isu LTS.
Mengapa sengketa LTS harus makin menjadi fokus dari strategi AS untuk menyeimbangkan kembali kawasan Asia-Pasifik?
Perang AS-Spanyol
Pada 25 Pebruari 1898 Asisten Menteri AL AS yang kemudian menjadi presiden AS, Theodore Roosevelt mengirim satu telegram yang tidak biasa kepada Admiral George Dewey—Komandan Armada Pasifik AS.
Dalam telegram ini dikatakan: “Jika AS jadi berperang dengan Spanyol, misi Anda adalah untuk mengontrol pergerakan armada Spanyol di perairan Asia, dan kemudian melancarkan serangan militer ke Filipina.”
Dua bulan kemudian, Perang Amerika-Sapnyol mulai pecah dengan kekalahan dari pihak Spanyol. Filipina kemudian menjadi koloni AS.
Pada tahun 1898 dan 1900, AS dan Spanyol menandatangani “Perjanjian Damai antara AS dan Spanyol” dan “Perjanjian antara Spanyol dan AS untuk Penyerahan Kepulauan terluar dari Filipina.” Dalam kedua Perjanjian ini jelas memutuskan perbatasan paling barat Filipina pada Bujur Timur (BT) 118o (derajat), dan garis B.T 118otidak termasuk Kepuluan milik Tiongkok termasuk Pulau Huangyan.