Pada kenyataannya, dalam bebebrapatahun terkahir, AS telah mempromosikan situasi Asia Timur Laut, danmensensasioninilkan isu Laut Tiongkok Selatan agar mendapat sekutu dan mitra diAsia-Pasifik dan memperluas kehadiran militernya di kawasan tersebut, namunbelum memperoleh banyak pendukung.
“Reformasi lily pads” telahdipromosikan AS di pangkalan militer di Asia-Pasifik juga memiliki beberapavariabel.
Pada 9 Mei 2016, hasil pemilu Filipinatelah dimenangkan oleh Rogdrigno Duterte sebagai Presiden, yang sebelumnyatelah 25 tahun menjadi mayor di kota Davao di Pulau Mindanao, Selatan Filipina,dia akan menjabat sebagai presiden Filipina selama periode untuk 6 tahun(pemilu diadakan setiap 6 tahunan).
Jadi apakah Filipian akan terusmembuka pangkalan militernya untuk militer AS dan apakah “EDCA” akan dilaksanakan, itu tergantung pada keputusan presiden baru.
Richard Javad Heydarian, AsistenProfessor dari De La Salle University mengatakan: “Ini karena Aquino segeraakan berakhir (sudah berakahir 31 Juni 2106 lalu), dan karena ini (EDCA) adalahkesepakatan eksekutif, maka itu diserahkan kepada presiden baru untuk bernegosiasi tentang hal itu, dan ini adalah hak prerogatif dari siapapun yangmenjadi presiden baru...”
Tetapi begitu situasi keamanan baik, mereka tidak merasa seperti ada kebutuhan. Meskipun AS telah membangun begitu banyak pangkalan di Jepang dan Filipina, dalam kenyataannya, negara-negara ini selalau memiliki oposisi utama terhadap pangkalan militer AS.
Setelah Perang Dingin, banyak protes dari warga negara dimana pangkalan AS berada untuk minta AS keluar dari negara-negara mereka, masyarakat umum turun ke jalan dengan spanduk, protes keras. Selama latihan bersama AS-Filipina Balikatan baru-baru ini, juga banyak demo protes minta AS keluar dari negaranya.
Bagi mereka ini adalah bentuk pemikiran Perang Dingin dan menginginkan menggunakan pangkalan di negara-negara ini sebagai basis di waktu perang, sebab jika memang terjadi perang yang diserang pasti mereka. Masalahnya jika kapal perang atau pesawat tempur AS berpusat di pangkalan ini untuk menyerang suatu negara lain, negara yang diserang pasti akan menyerang balik pangkalan udara atau laut tersebut untuk menjadi target. Sedang AS akan sangat terhindar dari serangan balasan tersebut karena jaraknya yang jauh.
Selain dipengaruhi oleh pemerintah mereka sendiri dan opini publik, banyak negara Asia-Pasifik yang membuka pangkalan militer dengan AS tidak senang dengan permintaan AS untuk menanggung biaya operasi sendiri, dan telah menyatakan ragu bahwa itu kemungkinannya akan berpengaruh terhadap perdagangan dan kemitraan hubungan dengan Tiongkok.