Seorang mantan senator Flilipina suatu waktu pernah mengatakan: “Jika anda pernah ke Subic Bay, Anda akan tahu mengapa AS tidak bersedia meninggalkan Filipina.”
Subic Bay terletak di barat daya Luzon, sebuah daerah yang strategis penting dari Filipina, terletak di jantung Asia Tenggara, berbatasan dengan Laut Tiongkok Selatan di seblah Barat, berjarak 130 NM dari Pulau Huangyan dari Kepulauan Nanasha atau Spratley.
Subic Bay sebuah pelabuhan alami yang lebar dan dalam, pelabuhan dengan panjang 14 km, dan 8 sampai 13 km lebarnya, dengan kedalam laut 2.045 m. Ini menjadi dermaga yang terdalam di dunia, sehingga kapal perang bertenaga nuklir, kapal kontainer, dan kapal tanker minyak bisa bersandar di dermaga pelabuhan ini. Teluk ini juga dikelilingi oleh pegunungan hijau di tiga sisi. Setiap musim angin topan, ketika angin dan gelombang besar menerjang Samudara Pasifik, perairan Subic selalu berada dalam kedaan tenang.
Kapal-kapal perang AS yang berlabuh di Subic ini bisa meng-respon degnan cepat terhadap krisis dan insiden yang tiba-tiba terjadi di Semenanjung Korea yang berada di utata Oceania bagian selatan, sampai ke Timteng bagian Barat. Di perairan ini, AL-AS juga mengumumkan bahwa mereka akan mengontrol 8 sampai 16 jalur sempit (bottle neck) yaitu: Selat Korea, Selat Malaka, Selat Makassar, Terusan Suez, Selat Mandeb, Teluk Persia, Selat Hormuz dan Teluk Alaska.
Pada bulan September 1991, Senat Filipina menolak untuk memperpanjang sewa untuk AS, dan AS harus menarik keluar tentaranya dari Pangkalan Clark dan Teluk Subic masing-masing pada tahun 1991 dan 1992, mengakhiri 94 tahun kehadiran militer AS di Filipina.
Setelah tahun 1990an, setelah Perang Dingin negara-negara ini menuntut agar militer AS menarik keluar. Korsel (ROK) juga menuntut agar militer AS ditarik keluar. Jadi jelas, dengan keluarnya AS dari Subic Bay dan Clark di Filipina karena Perang Dingin sudah berakhir, dan selanjut mantan Uni Soviet menarik diri dari Cam Ranh Bay, jadi tidak ada alasan bagi AS untuk tetap tinggal di Clark dan Subic. Maka 1992 terpaksa meninggalkan tempat ini.
Namun, kerajsama militer AS-Filipina tidak berakhir walaupun militer AS menginggalkan Filipina. Dua negara ini tetap mempertahankan kerjasama militer dengan erat berdasarkan “ Mutual Defense Treaty” yang mereka tandatangani tahun 1951, dengan berbagai latihan militer bersama, dimana latihan militer “Balikatan” merupakan latihan militer bersama yang paling besar.
Pada saat yang sama, Amerika tidak pernah melupakan pangkalan AL dan AU yang fantastis di Filipina. Sebenarnya setelah 9-11 tahun 2001, untuk kebutuhan kontrateororisme, Filipina sekali lagi memperbolehkan militer AS untuk menggunakan Pangkalan Udara Clark, sebagai bandara penting bagi militer AS untuk digunakan untuk kepentingannya di Asia Tenggara.
(Mudah-mudahan group teroris di Filipina Selatan tidak setengah sengaja dibiarkan agar punya alasan untuk tujuan ini, dan juga penculikan saudara-saudara kita oleh Abu Sayyaf akhir-akhir ini. Demikian juga dengan gojang ganjingnya situasi Laut Tiongkok Selatan yang sengaja di provoksai untuk kepentingan hegemonis AS). (Mudah-mudahan juga tidak ada benang merah antara penculikan ini dengan penghambatan penumpasan kelompok teroris Santosa di Poso bagi kita.)