AS selalu menekankan motivasi untuk patroli di Laut Tiongkok Selatan sebagai mempertahankan “kebebasan navigasi,” tapi sebagian analis terutama dari pihak Tiongkok melihat operasi lain AS di Laut Tiongkok Selatan, sangat dipertanyakan motivasinya.
Militer AS dicurigai sedang terus mengembangkan “melenturkan ototnya” di Laut Tiongkok Selatan. Pada 9 Oktober 2015, AS dan Filipina telah melakukan latihan pendaratan bersama. Lokasi latihan di Provinsi Cavite, di pulau Luzon, Filipina. Laithan ini dihipotesis sebuah pulau yang telah diduduki pihak lain. AS dan Filipina melakukan operasi pendaratan untuk mengambil kembali pulau tersebut.
Menurut laporan, Angkatan Bela Diri Jepang (JSDF) mengirim tim observasi, untuk melakukan latihan “unit mekanis amphibi” untuk bertanggung jawab dalam pertempuran dan perebutan pulau-pulau.
AS mengerahkan sekitar 800 personil, terutama marinir yang dimarkaskan di Okinawa, sementara militer Filipina mengerahkan sekitar 700 personil untuk bergabung dalam latihan ini.
Romeo Tanaldo, Komandan Korps Marinir Filipina mengatakan; “Kami adalah satu tim. Kami adalah teman, kita adalah sekutu. Latihan ini menunjukkan kepada kita kemampuan dan kekuatan-kekuatan kedua belah pihak yang sebenarnya. Jadi ini yang kami peroleh hari ini. Dengan bermitra dengan sekutu kami. Itu akan selalu relevan untuk mengenal satu sama lain, dan pelatihan satu sama lain. Saya harap kita tidak berperang dengan mereka.”
Analis melihat AS berupaya memperkuat aliansi regional antara militer AS dan militer Jepang, AS dan Korsel, Jepang-Australia, AS-Jepang-Korsel, dan aliansi Jepang-Australia-India, serta bahkan mendirikan sejenis kerjasama militer dengan Vietnam.
Satu hal lagi yang sangat penting adalah kembali ke Asia-Pasifik di Laut Tiongkok Selatan. Tidak memiliki pangkalan militer di Laut Tiongkok Selatan, dan tidak mempunyai kondisi untuk membangun pangkalan. Jadi apa yang bisa AS lakukan? Tidak lain dengan secara teratur menampilkan kehadiran militernya disini. Untuk ini kita bisa melihat kekuatan militernya dengan patroli dari kapal perang dan pesawatnya.
Regularisasi patroli menandai penguatan peningkatan kehadiran militer di kawasan tersebut. Tidak hanya akan memberanikan sekutu AS, juga akan memperkuat kapasitas manajemen militernya di kawasan tersebut.
Mensetting aturan untuk Tiongkok sambil terus mendorong strategi Asia-Pasifik adalah rencana paling ideal bagi AS untuk patroli di Laut Tiongkok Selatan. Ini menjadi sorotan sebagian analis yang menginignkan kedamian di kawasan ini.
Tapi masalahnya akan efektifkah strategi ini? Yang dikhawatirkan adalah AS bermain permainan yang berbahaya ini, dan yang lebih ditakutkan lagi bagi negara yang tidak menurut dan tidak mau bersekutu dikhawatirkan akan ditimbulkan perang proxy di negara yang bersangkutan.