Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ada Apa Dibalik “Konspirasi” Perang Harga Minyak Dunia Sekarang? (1)

13 Februari 2016   11:29 Diperbarui: 13 Februari 2016   13:33 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Harga minyak internasional akhir-akhir ini terus menurun ke tingkat yang paling rendah selama beberapa tahun ini. Dibalik perang harga minyak “konspirasi” apa dari semua ini.

Mantan Menlu AS yang tersohor, Henry Kisinger pernah berkata : “Jika bisa mengontrol Minyak, Maka Bisa Mengontrol negara-negara dunia.”

Sejak pertengahan abad ke-19, minyak telah menjadi pendorong maju revolusi industri dan pembangunan ekonomi di hampir setiap negara di dunia. Minyak tidak saja menjadi komoditas massal terbesar dalam perdagangan internasional, juga menjadi sumber daya strategis bagi negara-negara di seluruh dunia.

Siapapun yang bisa menguasai minyak dan hak transportasi mungkin akan mendapatkan posisi yang tak terkalah di arena internasional, politik, militer dan persaingan ekonomi.

Setelah terjadi kejatuhan mendadak pada tahun 2014, sumber daya yang penting – Minyak, tetap berkisar dengan harga 50 USD per barel. Namun, memasuki tahun 2016, selang beberapa hari pasar dibuka, harga minyak anjlok dan jatuh menjadi 27 USD per barel untuk sementara waktu.

Banyak orang yang bertanya, mengapa harga minyak bisa begitu rendah? Apakah dibalik ini ada terpengaruh dengan “teori konspirasi” atau memang dipengaruhi oleh hukum ekonomi: pasokan dan permintaan pasar?

Adakah pengaruhi dari geopolitik dunia?

Marilah kita melihat gambaran situasi Rusia, dampak dari rendahnya harga minyak internasional. Sejak tahun 2005, selama liburan Natal Ortodoks pada awal tahun setiap tahunnya. Orang Rusia sejak hari tahun baru akan libur selama 10 hari.

Tapi liburan kali ini bagi beberapa PNS Rusia bukanlah yang paling ideal dan tidak mengenakan. Gaji petugas pemadam kebakaran dipotong dari 60.000 rubel (mata uang Rusia) per bulan menjadi 15.000 rubel, penurunan hampir ¾ kali. Beberpa bahkan tidak menrima upah mereka sejak Desember tahun lalu.

Para politisi kunci Rusia gajinya dipotong 10% sejak Pebruari tahun lalu. Pada 11 Januari tahun ini, orang Rusia yang kembali masuk kerja seharusnya bangga mempersiapkan pekerjaan mereka untuk tahun baru. Tapi setelah liburan mereka akan menghadapi kehidupan pada tahun 2016 ini akan menjadi lebih sulit.

Dalam waktu yang pendek 10 hari dari pembukaan tahun hingga 11 Januari 2016, harga minyak internasional telah turun enam kali berturut-turut. Dengan pendapatan keuangan Rusia yang setengah berasal dari ekspor minyak dan gas, efek negatif dari harga minyak sangat memukul kepercayaan dirinya.

Pada saat yang sama, nilai tukar rubel Rusia terhadao USD terus turun. 11 Januari 2016 nilai tukar USD jatuh menjadi 1USD = 76 rubel (RUB), yang sempat mempunyai nilai tertinggi pada Desember 2014, 1USD = 56.61 RUB.


Harga minyak internasional terus jatuh, dan nilai tukar RUB terus merosot juga. Dengan sanksi Barat terhadap Rusia yang terus berlanjut pada awal 2016, situasi ekonomi Rusia terlihat terus merosot.

Dengan keadaan demikian, Presiden Rusia Putin dipaksa untuk mengakui bahwa penurunan harga minyak telah memberi pukulan telak pada perekonomian Rusia. Putin mengatakan: “ketika harga minyak tinggi, kita jelas menggunakan pendapatan minyak untuk mempertahankan pengeluaran keuangan kita. Ketika harga minyak rendah, defisit keuangan kita meningkat ketingkat yang berbahaya.”

Menurut data baru dari Kementerian Pembanguan Ekonomi Rusia, pada tahun 2015 PDB Rusia berhenti berkembang pada 3,7% sedang inflasi naik 12%. In merupakan atropia (berhenti tumbuh) terbesar bagi ekonomi Rusia yang dialami sejak 2009.

Analis pasar Rusia masih mengkhawatirkan babak baru penurunan harga minyak akan mengancam bagi ekonomi Rusia, mereka merasa mengalami resesi untuk tahun kedua, sehingga menjadi periode resesi terpanjang bagi Rusia dalam 20 tahun ini.

Menghadapi rendahnya harga minyak internasional, mengurangi produksi untuk meningkatkan harga minyak dan menstabilkan situasi keuangan domestik sebenarnya sudah menjadi rencana yang sangat  mendesak untuk Rusia.

Pada 13 Januari, para pejabat dari Kementerian Keuangan Rusia mengatakan, Rusia mungkin mengurangi produksi minyak. Ini merupakan yang pertama kali bagi Rusia membuat pernyataan resmi untuk mengurangi produksi.

Pada 28 janauri, menurut informasi dari RIA Novosti. Menteri Energi Rusia, Alexander Novak mengatakan bahwa OPEC dan negara-negara penghasil minyak lainnya akan mengadakan pertemuan tingkat menteri di Arab Saudi tentang menteri di Arab Saudi tentang kemungkinan menerapkan usulan Arab Saudi untuk mengurangi produksi 5% untuk semua negara.

Rusia mengkonfirmasi hal itu akan menghadiri pertemuan ini. Terpengaruh dengan berita ini, harga minyak mentah Brent tiba-tiba meningkat sebesar 5% ke harga 35,67 USD per barel, menjadi titik tertinggi dalam tiga minggu.

Tapi informasi ini segera dibantah oleh perwakilan OPEC, kabar ini segera direspon dengan harga minyak internasional turun pada penutupan sampai harga 3% lebih rendah. 

Pada 28 Januari ketika Rusia mengeluarkan pernyataan bahwa Arab Saudi setuju mengurangi produkasi 5%, keesokan harinya harga minyak melonjak. Setelah Arab Saudi membantah, harga minyak jatuh lagi. Hal ini membuat Rusia menjadi risau.

Namun menurut kenyataan, Arab Saudi sebagai eksportit terbesar dunia, hal ini untuk menjaga integritasnya sendiri dalam perang minyak ini, menurut statistik resmi terbaru yang dirilis Arab Saudi, proporsi pendapatan minyak dari pendapatan pemerintah turun dari 89% tahun 2014 menjadi 73% sekarang.

Pemerintah Arab Saudi pada tahun 2015, defisit 98 juta USD atau setara dengan 15% dari PDB dalam negeri, dan merupakan rekor tertinggi baru.

Raja Saudi, Salman bin Abdulaziz mengatakan : “Penurunan harga minyak internasional telah menyebabkan kita dalam kesulitan ekonomi. Negara saya berencana untuk menerapkan pengetatan kebijakan moneter.”

Meskipun demikian, penurunan harga minyak terus berlanjut., dan OPEC yang dipimpin Saudi belum bersedia untuk mengurangi produksi. Tindakan yang tidak biasa tersebut menyebabkan teori konspirasi bahwa AS dan Arab Saudi menggunakan harga minyak untuk “mencekik” Rusia kembali dikemukakan.

Pada kenyataannya, sebelumnya ketika harga minyak mulai turun pada tahun 2014, terbitan Rusia “The Independent” dengan tegas menyatakan: Penurunan harga minyak internasional baru-baru ini utamanya adalah konspirasi dari Arab Saudi dan AS.

Pada tahun 2014, dengan adanya krisis Ukraina, hubungan Rusia dengan negara-negara Barat lainnya mencapai titik terendah sejak Perang Dingin.

“Perang” dari sanksi dan kontra sanksi antara AS dan Rusia terus berayun dengan hebatnya. Kini ekonomi Rusia dalam kesulitan, jika harga minyak terus menurun tajam, perekonomian akan dalam kesulitan bahkan lebih. 

Dan bila dilihat lagi, penurunan berturut-turut harga minyak internasional begitu kebetulan dimulai setelah negara-negara Barat telah menerapkan sanksi ekonomi terhadap Rusia pada tahun 2014. Kebetulan ini, membuat banyak pihak yang percaya bahwa kejadian ini sebuah “perang minyak,” yang telah direncana AS dengan cermat, yang  direncanakan setelah mendapat dukungan besar dari Arab Saudi sebagai Ketua OPEC, dalam rangka untuk menyerang Rusia dengan mengendalikan harga minyak.

Banyak pengamat dan analis yang percaya fakto-faktor politik sangat mewarnai babak penurunan harga minyak kali ini. Perang harga minyak sebenarnya bisa mereka lalukan kapan saja, tetapi mereka memilih waktu setelah krisis Ukraina, jadi diperkirakan ada pertimbangan politik disana. Analis mereka-reka ada kesepakatan hitam apa dibalik ini antara AS dan Arab Saudi untuk memanipulasi ini, tapi kedua negara ini melakukan dengan menghubungkan untuk menekan harga minyak. Hal ini sangat mirip dengan penurunan harga minyak pada tahun 1980an, tapi tidak lepas dari faktor pasar yang menjadi alasan utama dan faktor politik berokestra membantu.

Jika hubungan AS, Arab Saudi dan Rusia hubungannya baik-baik saja, maka mereka tidak akan memilih untuk menekan harga minyak saat ini. Hal ini jelas adalah konspirasi Politik. Demikian sebagian analis melihat masalah penuruan harga minyak ini.

( Bersambung......)

Sumber: Media TV dan Tulisan Luar dan Dalam Negeri

Satu 

Dua 

Tiga 

Empat 

Lima 

Enam 

Tujuh 

Delapan 

Sembilan 

Sepuluh 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun