Namun menurut kenyataan, Arab Saudi sebagai eksportit terbesar dunia, hal ini untuk menjaga integritasnya sendiri dalam perang minyak ini, menurut statistik resmi terbaru yang dirilis Arab Saudi, proporsi pendapatan minyak dari pendapatan pemerintah turun dari 89% tahun 2014 menjadi 73% sekarang.
Pemerintah Arab Saudi pada tahun 2015, defisit 98 juta USD atau setara dengan 15% dari PDB dalam negeri, dan merupakan rekor tertinggi baru.
Raja Saudi, Salman bin Abdulaziz mengatakan : “Penurunan harga minyak internasional telah menyebabkan kita dalam kesulitan ekonomi. Negara saya berencana untuk menerapkan pengetatan kebijakan moneter.”
Meskipun demikian, penurunan harga minyak terus berlanjut., dan OPEC yang dipimpin Saudi belum bersedia untuk mengurangi produksi. Tindakan yang tidak biasa tersebut menyebabkan teori konspirasi bahwa AS dan Arab Saudi menggunakan harga minyak untuk “mencekik” Rusia kembali dikemukakan.
Pada kenyataannya, sebelumnya ketika harga minyak mulai turun pada tahun 2014, terbitan Rusia “The Independent” dengan tegas menyatakan: Penurunan harga minyak internasional baru-baru ini utamanya adalah konspirasi dari Arab Saudi dan AS.
Pada tahun 2014, dengan adanya krisis Ukraina, hubungan Rusia dengan negara-negara Barat lainnya mencapai titik terendah sejak Perang Dingin.
“Perang” dari sanksi dan kontra sanksi antara AS dan Rusia terus berayun dengan hebatnya. Kini ekonomi Rusia dalam kesulitan, jika harga minyak terus menurun tajam, perekonomian akan dalam kesulitan bahkan lebih.
Dan bila dilihat lagi, penurunan berturut-turut harga minyak internasional begitu kebetulan dimulai setelah negara-negara Barat telah menerapkan sanksi ekonomi terhadap Rusia pada tahun 2014. Kebetulan ini, membuat banyak pihak yang percaya bahwa kejadian ini sebuah “perang minyak,” yang telah direncana AS dengan cermat, yang direncanakan setelah mendapat dukungan besar dari Arab Saudi sebagai Ketua OPEC, dalam rangka untuk menyerang Rusia dengan mengendalikan harga minyak.
Banyak pengamat dan analis yang percaya fakto-faktor politik sangat mewarnai babak penurunan harga minyak kali ini. Perang harga minyak sebenarnya bisa mereka lalukan kapan saja, tetapi mereka memilih waktu setelah krisis Ukraina, jadi diperkirakan ada pertimbangan politik disana. Analis mereka-reka ada kesepakatan hitam apa dibalik ini antara AS dan Arab Saudi untuk memanipulasi ini, tapi kedua negara ini melakukan dengan menghubungkan untuk menekan harga minyak. Hal ini sangat mirip dengan penurunan harga minyak pada tahun 1980an, tapi tidak lepas dari faktor pasar yang menjadi alasan utama dan faktor politik berokestra membantu.
Jika hubungan AS, Arab Saudi dan Rusia hubungannya baik-baik saja, maka mereka tidak akan memilih untuk menekan harga minyak saat ini. Hal ini jelas adalah konspirasi Politik. Demikian sebagian analis melihat masalah penuruan harga minyak ini.
( Bersambung......)