Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Latar Belakang AS “Mengendorkan” Tekanan Terhadap Iran (2)

7 Februari 2016   14:20 Diperbarui: 7 Februari 2016   14:28 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada bulan Pebruari 2004, Presiden AS Bush mengusulkan strategi untuk “Mendemokarasikan Timteng.” Target AS untuk apa yang disebut “reformasi demokrasi seluruh 22 negara Arab, Turki, Israel, Afganistan dan Pakistan.” Rencananya mempromosikan sistem demokrasi yang sesuai dengan kebutuhan AS di seluruh Timteng dan seluruh dunia Islam.

Paul Wolfowitz, Wakil Menhan AS saat itu, yang juga mantan Kedubes AS di Jakarta. Dengan lugas mengatakan : “Perang Irak adalah untuk mulai menggantikan rezim politik. Sebuah rezim yang demokratis, Irak bebas, akan menggantikan rezim politik lama, dan akan menjadi panutan bagi masyarakat Timteng.” Lebi lanjut dikatakan : “Rakyat Iran dan Syria akan menjadi tercerahkan, dan Arab Saudi serta negara-negara lain akan merasa gelisah tentang bentuk pemerintahan mereka dan melaksanakan reformasi.”

Tapi dalam kenyataannya, sejak dari itu, pintu gejolak di Timteng terbuka labar. Baik AS dan Eropa terutama hanya perduli dengan dua hal di Timteng---yaitu memerangi diktator dan untuk itu mereka berhasil, namun dengan konsekuensi yang sangat buruk. Dan memerangi ekstrimis, pada saat yang sama, mereka mempromosikan demokrasi, tetapi 10 sampai 20 tahun terakhir ini sejarah telah membuktikan demokrasi kristen yang dipromosikan AS dan Eropa di Timteng telah gagal. Menurut beberapa analis kegagalan ini disebabkan mereka tidak cukup mempelajari tentang budaya kedua kawasan tersebut.

Pada tahun 2003, militer AS melancarkan invasi besar-besaran ke Irak, menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein. Setelah itu negara ini menjadi sarang Al Qaeda, “ISIS” dan kelompok teroris lainnya.

Apa yang disebut dengan gerakan “Musim Semi Arab” yang didukung pemerintahan Obama dan negara-negara Barat lainnya, telah membawa gejolak jangka panjang pada Tunsia, Mesir, dan Yaman. AS dan Barat sangat mendukung perang sipil dimana pasukan militia menggulingkan pemerintah Libya, dan Syria, yang tidak hanya menyebabkan sejumlah besar korban rakyat sipil, tetapi juga menyebabkabn kekacauan politik dan keruntuhan ekonomi, yang menciptakan bencana jutaan pengungsi membanjiri Eropa.

Jadi kebijakan AS yang diterapkan ini sering diambil dengan melawan satu faksi dan mendukung faksi lainnya. Mereka menjadi terlibat langsung, daripada semestinya berdiri dibelakang agar bisa melakukan hubungan dengan kedua belah pihak, dan menyerukan perdamaian, agar semua pihak bernegosiasi dan mengatasi masalah tersebut. Sebaliknya AS menyerukan resolusi melalui kekerasan, tapi kemudian membangkitkan kekacauan dan tidak dapat menarik diri dari situ.

Di daerah yang dilanda perang, banyak kelompok-kelompok milisi dan fanksi-faksi agama bermunculan seperti jamur; seperti di Syria saja ada lebih dari 100 kelompok. Di Timteng kegiatan teroris dan konflik agama meningkat dan ada tanda-tanda beberapa kelompok teroris menyebar ke seluruh dunia.

Tidak perduli apakah kelompok ini pernah didukung dan dipersenjatai AS, atau kelompok yang menjadi fokus AS untuk diperangi kelompok yang menagatas namakan agama. Semuan tampaknya mereka sama-sama melihat AS sebagai musuh.

Kita bisa melihat dari tahun 1970 hingga 1980an dan bahkan tahun 1990an, konflik agama tidak menempati posisi terpenting, tidak seserius konflik saat ini antara Syiah dan Sunni. Mengapa ini terjadi? Hal ini disebabkan intervensi AS

AS menggunakan invasi skala besar untuk menggulingkan pemerintah, kemudian membentuk sebuah pemerintahan yang dianggap berasal bentukan AS, hasil ini yang sebenarnya menyebabkan gejolak di Timteng. Ini pada dasarnya dapat dikatakan menghancurkan suatu negara dan menciptakan keadaan anarki, dan situasi ini lazimnya yang menyebabkan terorisme.

Majalah AS “The National Interest” menuliskan untuk mengubah tren penurunan linear satu-satunya solusi adalah menyesuaikan hubungan AS dengan Iran, agar mencapai keseimbangan yang stabil di Timteng dimana Iran, Turki, Arab Saudi dan negara-negara utama lainnya harus seimbang satu sama lain, dan AS menjaga jarak yang sama dengan mereka semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun