Di Syria, ekspansi pengaruh Iran disebabkan dukungan terhadap pemerintah Bashar al-Assad yang sebelum telah tertatih-tatih ditepi jurang kehancuran untuk mendapatkan pijakan kaki. Di Bahrain, populasi Syiah yang mayoritas hampir saja menggulingkan pemerintah Sunni. Di “halaman belakang” Arab Saudi pasukan Houthi Syiah menguasai Yaman, dan mungkin bergabung dengan faksi Syiah di Arab Saudi untuk menciptakan maslah dalam negeri yang serius untuk Arab Saudi.
Selama ada gejolak di Timteng, dan selama ada konflik konstan antara Syiah dan Sunni, maka Iran harus menggunakan pengaruhnya. Ruang ini diberikan kepada mereka oleh AS, karena itu dapat dikatakan Amerika yang mengganggu dan menggulingkan atau menjatuhkan pemrintahan yang sah, dan yang menciptakan ruang yang hampir mendekati anarki, sehingga kekuatan Iran yang akan digunakan.
Suara Iran di Irak tiba-tiba berkembang sekarang. Hal ini kerena pemerintah legal Irak pro-Iran. Pada saat sekarang kita bisa melihat gejolak di Syria, Syria selama ini terus berperang dan tidak mampu menghentikannya. AS tidak berani mengirim pasukan darat untuk campur tangan, dan setelah “ISIS” hancur, ada masalah bagaimana gejolak sekarang dan masa depan di Syria harus diselesaikan, dan bagaimana gejolak Timteng akan terpecahkan. Hal ini jelas tidak bisa diselesaikan dengan Perang.
Harus ada negoasiasi. Jika ada negosiasi, maka Iran dengan sendirinya menjadi satu pihak yang ikut bernegosiasi. Jadi pengaruh Iran telah menjadi lebih diperbesar melalui Syria.
Kekuatan Nasional AS Turun Akibat Intervensi Di Timteng
Dan saat ini, dengan AS melancarkan Perang Afganistan pada 2001, dan melakukan invasi ke Irak pada tahun 2003, AS telah kehilangan 9,000 tentara dan perwira (tewas) dan 56.000 terluka. AS telah terperosok dalam lumpur dan rawa perang selama bertahun-tahun, yang telah melemahkan kekuatan nasional AS.
AS selama 8 tahun perang Irak mengeluarkan biaya US$ 2 trilyun, dan perang Afganistan menelan biaya US$ 1 trilyun. Total AS menggelontorkan US$ US$ 3 trilyun dalam dua perang ini. Ini merupakan pukulan serius bagi kekuatan nasional AS.
Pada tahun 2001, ketika George W. Bush baru menjabat presiden, hutang nasional AS 5,8 trilyun USD. Pada saat ia meninggalkan jabatan, hutang nasional negara telah meningkat menjadi 10,6 trilyun USD.
Pada 2008, terjadi krisis finansial terburuk sejak P.D. II yang mengguncang AS. Pada 2011, AS terpaksa menarik pasukannya dari Irak dan Afganistan. Sebuah artikel yang diterbitkan “Washington Times” pada bulan Nopember tahun lalu menuliskan bahwa Barak Obama saat meninggalkan kantor pada 2007, hutang nasional AS diperkirakan akan tumbuh menjadi 20 trilyun USD—menjadi dua kali dari ketika dia baru menjabat presiden.
Dengan hutang yang puluhan trilyun dolar, tidak ada cara lain yang dapat dikatakan bahwa AS adalah bangsa yang paling kuat di dunia saat ini. Jika melihat situasi ini kita melihat AS sedang menurun, meskipun tidak terlihat jelas sekarang tapi tren sejarah pembanguan kearah itu sangat kentara.