Analis banyak yang mempertanyakan, mengapa Arab Saudi melakukan itu? Ada analis yang menganalisa, pada umumnya karena Arab Saudi tidak senang dengan kenyataan keadaan kawasan saat ini. Dengan kata lain tidak senang dengan berkembangnya posisi Iran dan eskpansi pengaruh Iran.
Dalam pandangan banyak pengamat, Nimr al-Nimr hanya merupakan sumbu untuk menyalakan eskalasi ketegangan antara Arab Saudi dan Iran, yang dipengaruhi oleh faktor ras, ekonomi, dan geoipolitik agama, dua kekuatan utama Timteng ini, Arab Saudi dan Iran memang telah lama terlihat sebagai saling berlawanan. Meskipun dipermukaan, mereka telah mempertahankan hubungan, tapi perdebatan dan rasa permusuhan sudah lama dirahasiakan.
Pada tahun 2011, Arab Saudi mengirim pasukan ke Bharain menyerang demontran Syiah dan mencegah kekuatan Syiah di negara itu untuk bergabung dengan Iran. Selain itu juga mencegah Yaman memihak Iran, pada tahun 2015, dipimpin Arab Saudi beberapa negara-negara Teluk Arab melakukan serangan udara terhadap Yaman dan melawan militan pro-Iran Houthi.
Dari sini analis melihat konflik antara Arab Saudi dan Iran sebagai kompetisi geopolitik berdasarkan kekuatan nasional yang komprehensif. Untuk lebih akuratnya ada beberapa lapis masalah untuk itu.
Satu lapis adalah persaingan dalam sistem politik dalam negeri. Arab Saudi adalah monarki, Iran adalah Reppublik Islam. Ini merupakan kontes untuk memperlihatkan sistem domestik mana yang lebih kuat, dalam segi aspek ini adalah kompetisi geopolitik.
Berkenaan dengan masalah Syria, Yaman dan bahkan Lebanon, mereka bersaing untuk merebut pengaruh, dan jika didalami lebih jauh, masih ada lagi yaitu sosial, agama dan aspek budaya. Di satu sisi adalah Syiah, dan di sisi lain adalah Sunni. Pada akhirnya mungkin ada juga yang menjadi persaingan ekonomi. Jika kita hanya melihat aspek agama dan budaya, maka terlihat hanya penyerdehanakan kompetisi ini. Tetapi tingkat ini yang merupakan tingkat yang paling sensitif.
Di Syria kedua negara ini saling bertempur tersembunyi (atau perang proxi) dalam legitimasi pemerintah Bashar al-Assad. Iran mendukung Bashar al-Assad, sedang Arab Saudi sibuk mencari sekutu diantara militan anti-pemerintah yang muncul dari kekacauan.
Kekuatan eksternal yang mengelilingi Syria melakukan perang kata-kata tentang masalah Syria terutama berfokus pada isu-isu demokrasi dan kediktatoran, moderat dan ekstrimis, kontraterorisme dan dukungan terorisme.
Meskipun konflik agama merupakan tingkat konflik yang lebih dalam dan lebih parah, tak seorangpun yang coba memecahkannya. Kedua negara mengikuti pola yang sama dari pemikiran tentang perang saudara di Yaman, bahwa mereka harus mendukung sepenuhnya “agen” mereka, tapi itu masih baik tidak menyebutkan itu konflik agama.