Secercah Harapan bagi al-Assad dan Rakyat Syria
Setelah Kerry mengunjungi Kremlin, beberapa media internasional mulai melihat ini sebagai kemenangan bagi Presiden Bashar al-Assad.
Hal ini mungkin terlalu dini untuk bicara tentang kemenangan, tetapi tampaknya bagi pemerintah al-Assad yang berada diambang kehancuran, jelas bencana.
Dimata orang Syria, Basahar al-Assad adalah orang yang rendah hati, “teman rakyat” dan pemimpin bukan “diktator” seperti yang digambarkan oleh media Barat. Meskipun metode yang digunakan al-Assad hingga terpilih di masa lalu dianggap tidak “demokrasi”. Tapi Presiden muda ini dengan cepat telah memenangkan adorasi (yang menjadi pujaan) bagi banyak rakyatnya.
Bashar al-Assad yang muda dan kuat pernah sekali berusaha mengubah iklim politik yang kaku dari ayahnya, Hafez al-Assad, dan mempromosikan revolusi dan pembanguan ekonomi.
Dalam pidato pelantikannya, ia menekankan konsep lama harus diperbarui, pikiran baru harus terjadi disemua bidang, dan mereka harus menggunakan kritik yang membangun, menerima pandangan yang berbeda, dan meningkatkan tranpanransi. Dia juga mengajurkan selalu berpikir, dan meminta masyarakat untuk tidak membatasi pemikiran mereka untuk model yang kaku.
Aspek lain adalah selama lebih dari empat tahun, pemerintah al-Assad belum runtuh, dan militer Sryia belum dikalahkan di medan perang dalam berperang dengan kelompok-kelompok ekstrimis seperti “ISIS” dan kekuatan oposisi “Front al-Nusra.”
Selain mendapat dukungan dari sekutu-sekutunya Rusia, dan Iran, ini tidak mungkin tercapai tanpa dukungan dari rakyatnya. Ini sesuatu yang tidak diharapkan AS.
Statistik menunjukkan Alawi Syiah terdiri 12% dari populasi yang tegas mendukung pemerintahan yang dipimpin Alawi. Druze dan orang Kristen juga mendukung pemerintah al-Assad. Kurdi tidak bergabung dengan Free Sryian Army (oposisi).
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/12/demografi-56946618e222bd1305d7fbee.png?v=600&t=o?t=o&v=770)
Dilaporkan bahwa militer dan pasukan keamanan al-Assad selalu mencoba yang terbaik untuk melindungi warga sipil di Damaskus, dan setiap warga sipil Damaskus memiliki senjata yang diberikan oleh pemerintah.
Satu hal yang perlu diketahui tentang al-Assad di Syria, Alawi harus bersatu untuk bertahan hidup di negara-negara dengan mayoritas Sunni selama bertahun-tahun. Jadi dia memiliki tradisi unifikasi. Karenanya faksi ini relatif lebih mampu, lebih bersatu, dan tidak memiliki pemimpin, jadi setiap orang membela untuk dirinya.
Menurut analis ini adalah alasan pertama mengapa mereka masih ada. Juga penduduk setempat berpikir bahwa al-Assad selama ini baik-baik saja sebagai pempimpin, dan seorang yang cukup moderat, dan menangani hal-hal dengan baik. Tapi sikapnya cukup tegas.
Bashar al-Assad memiliki beberapa kartu ditangannya. Dia akan memainkan secara bertahap di masa depan. Dia tahu apa yang harus dilakukan. Jika warga Syria akan melakukan pemilu, tidak ada alasan bagi al-Assad akan meninggalkan arena politik Syria, karena dua tahun lalu, selama “Musim Semi Arab” , ditekan oleh revolusi demokratik ini, dia merevisi konstitusi untuk memungkinkan faksi oposisi untuk mengambil bagian dalam pemilu, tapi al-Assad memenangkannya.
Tapi pertama-tama, lingkup yang ikut pemilu terbatas, karena ada begitu banyak orang Syria di pengasingan di luar Syria, sehingga pemilu ini tidak mendapat pengakuan internasional, terutama tidak diakui oleh negara-negara yang menentang Syria seperti AS, negara-negara Eropa dan Arab Saudi.
Tapi pemilu berikutnya akan besar-besaran dan semua orang akan setuju untuk pemilu yang diatur PBB. Mungkin pemilihan yang disertai dengan resolusi yang sesuai dengan Dewan Keamanan PBB yang akan menjadi faktor kunci.
Mengapa Partai Ba’ath yang memerintah Syria mampu mengendalikan Syria untuk suatu waktu yang lama, tidak lain karena adanya hubungan yang baik dengan kelas menengah Sunni.
Pada 24 Desember 2015, Deputi PM dan Menlu Syria, Walid Muallem selama kunjungannya ke Beijing mengatakan bahwa Syria telah membuat persiapan untuk beridalog dengan oposisi yang diselenggarakan PBB, jika oposisi mengkonfirmasi daftar tamu mereka, delegasi Syria akan melakukan perjalanan ke Jenewa untuk begabung dalam pembicaraan
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/12/walid-muallem-569466c880afbd30058345d0.png?v=600&t=o?t=o&v=770)
Namun, penasehat politik dan media Presiden Syria, Bouthina Shaaban selama wawancara dengan TV al-Maydeen -Lebanon, pada 23 Desember 2015, mengatakan akan sangat sulit untuk mengadakan pemilu pada bulan Januari 2016, karena pertama harus mengindentifikasi oposisi yang bisa mengambil bagian dalam pembicaraan damai.
Sebelumnya, koordinator umum oposisi Syria untuk organisasi pembicaraan perdamaian Riyap Hijab, di Riyadh mengatakan bahwa oposisi sudah siap untuk memulai negosiasi pada Januari 2016, dan akan membahas rincian dan prosedur negosiasi dengan Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Syria.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/12/riyap-hijab-569466fd80afbdf5048345c3.png?v=600&t=o?t=o&v=770)
Kita juga telah melihat ketika terjadi pecah masalah di Syria dan terjadi pertempuran pertama, oposisi moderat mungkin mencapai gencatan senjata dengan pemerintah, dan oposisi politik Syria, oposisi, revolusioner, Koalisi Nasional dan Komite Koordinator Lokal Syria, yang semuanya sangat aktif secara internasional dan di PBB, tetapi semua pertemuan, dialog, wawancara yang kita lihat di permukaan ini menjadi solusi politik yang terjadi antara oposisi politik dan negara-negara utama di dunia.
Oposisi politik al-Assad sebenarnya pengaruhnya sangat lemah, atau tidak ada pengaruh di medan perang. Sulit untuk mengatakan bahwa oposisi moderat dan pasukan oposisi memiliki perwakilan politik yang besar untuk proses penyelesaian politik ini.
Laporan dari media Syria mengatakan, dengan perantaraan PBB, pemerintah Syria dan beberapa pasukan oposisi yang menduduki pinggiran kota Damaskus telah mencapai kesepakatan yang dimulai 25 Desember 2015, militan ini telah dikepung dan mulai ditarik mundur kembali.
Muhammad al-Omari, Asisten Menteri Departemen Rekonsiliasi Syria mengatakan pada 24 Desember 2015, bahwa proses rekonsiliasi Syria akan dipercepat pada tahun 2016. Menurut laporan dari TV al-Mayadeen, Lebanon dan media lainnya, pada tanggal 25 Desember 2015, ada 18 bus menuju ke selatan Damaskus, dan penarikan pasukan oposisi dimulai. Perjanjian ini mencakup al-Qadam, Al-Hajar al Aswad dan kamp pengungsi Yarmouk, dengan total 3.567 orang, diantaranya 2.000 adalah militan terutama langsung ada dibawah “ISIS” dan “Front al-Nusra”kelompok ekstrimis, sementara sisanya adalah keluarga dan warga sipil.
Setelah militan mengembalikan senjata beratnya kepada militer Syria, mereka diperkenankan membawa senjata ringannya dan meninggalkan al-Raqqah dan Aleppo.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/12/bus-evakuasi-56946761f392730a0563ef45.png?v=600&t=o?t=o&v=770)
Pada 9 Desember 2015, di distrik yang dilanda perang, basis terkahir kota Hons, 274 militan Front al-Nusra dan 450 anggota keluarga juga menarik diri ke Provinsi Idlib.
Bashar al-Assad mengatakan. Selain itu, sekitar 2,000 militan oposisi memilih untuk berhenti dari pertempuran dan tinggal di daerah. Proses politik ini memiliki dua aspek. Salah satunya adalah berurusan dengan oposisi politik. Aspek lainnya adalah untuk menangani kelompok-kelompok untuk membuat rekonsiliasi, ketika mereka menyerahkan senjata mereka dan kembali pada kehidupan normal mereka, pemerintah akan menawarkan amnesti kepada mereka.
Isu Syria tersisa yang belum terpecahkan telah menyebabkan kontes antara pihak-pihak tersebut tumbuh bahkan lebih intens. Dibanding dengan poltisi yang bermain intrik di meja perundingan, tapi yang lebih peduli dan penting bagi rakyat Syria adalah hidup tenang.
Banyak pihak jika melihat di jalan-jalan kota Jarman, dipinggiran kota selatan Damaskus, sejumlah besar pengungsi dari seluruh Syria, hidup berhimpitan diantara bangunan gudang yang belum selesai. Dimata mereka tidak bisa melihat dan merasakan apa itu “rekonsiliasi.”
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/12/pengungsi-di-damaskus-569467a702b0bd3b0503e03d.png?v=600&t=o?t=o&v=770)
Politik internasional saat ini bagaimanapun masih tetap politik. Prospek Syria harus ditentukan oleh rakyat Syria, tetapi kenyataannya politik internasional yang kejam memberitahu kita bahwa kekuatan orang kecil tidak bisa memutuskan nasibnya sendiri, tapi masih harus oleh negara-negara utama. Jadi pada akhirnya, tetap ditentukan oleh kontes global antara Amerika Serikat dan Rusia.
Pada akhirnya ada sesuatu yang tidak bisa diprediksi. Beberapa analis percaya bahwa pandangan membiarkan rakyat Syria menentukan nasibnya sendiri itu masih merupakan visi ideal kebenaran politik. Saat ini, terlalu banyak kekuatan luar yang telah campur tangan dalam situasi Syria, sehingga sangat sulit untuk memberlakukan visi ideal ini.
Tentu saja kita juga harus melihat ada beberapa negara secara aktif mendorong pihak-pihak berperang di Syria untuk ikut dalam pembicaraan perdamaian dibawah kerangka PBB sebagai yang diinginkan banyak pihak.
Masa depan Syria membutuhkan mereka yang terlibat untuk bekerja lebih keras. Hanya ketika konflik yang lebih dalam yang ada di wilyah ini diselesaikan barulah Syria dapat membebaskan diri dari perang dan mencapai perdamaian dan stabilitas.
Dan bagaimana prestasi koalisi yang di pimpin AS dan Rusia selama melakukan kontra-terorisme melawan kelompok-kelompok ekstrimis di Syria dan Timteng? Akan dibahas pada tulisan berikutnya.
( Habis )
Sumber:Media TV dan Tulisan Dalam dan Luar Negeri
http://nypost.com/2015/11/15/g20s-most-important-meeting-may-have-happened-in-a-hotel-lobby/
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI