Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada Apa Dibalik Slogan AS “Dunia Tanpa Senjata Nuklir” (2)

14 November 2015   10:13 Diperbarui: 14 November 2015   10:13 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Launch-on-Warning atau Peringatan Pada Peluncuran

Pada bulan Mei 2015, NPT Review Conference ke-9 yang telah diadakan di Markas Besar PBB, New York, secara internasional terkenal dengan kelompok pelucutan senjata nuklir dengan kampanye “Global Zero”,  yang dirilis selama konferensi mengatakan “Terdapat hampir 1.800 hulu ledak nuklir dalam ratusan rudal yang siap diluncurkan dalam kurun waktu singkat.”

Terus terang “perilaku Perang Dingin dapat dikatakan sedikit anarki,  tapi apa yang terjadi?” Tim ahli yang terdiri dari para pensiunan komandan dari AS dan Rusia, serta para pemimpin internasional, menyarankan untuk mencegah resiko yang sangat besar dari perang nuklir yang disengaja, AS dan Rusia harus menyerahkan kebijakan “peringatan pada peluncuran” senjata nuklir yang mereka adopsi selama Perang Dingin.

Peringatan untuk peluncuran sangat mudah dimengerti. Yang berarti jika kita mendeteksi adanya tanda-tanda lawan telah meluncurkan serangan nuklir terhadap kita, dan jika satelit menemukan tanda-tanda peluncuran, dan radar jarak jauh mendeteksi peluncuran dari negara lain, dalam situasi semacam ini, negara yang diserang langsung melakukan serangan balik tanpa harus menunggu hulu ledak nuklir meledak di wilayah tanahnya atau menunggu serangan nuklir benar-benar terjadi.

Serangan balik semacam ini telah menjadi normal selama Perang Dingin. Jika lawan menyerang, maka kita harus menyerang balik. Saat ini masalah serangan balik mempunyai resiko sangat tinggi disebabkan oleh signal yang salah.

Karena peluncuran ke ruang angkasa, jika terdeteksi oleh satelit atau radar jarak jauh, maka kita perlu menilai apakah signal yang terdeteksi itu benar serangan nuklir, atau serang normal, atau hanya peluncuran biasa saja. Jika terjadi salah perhitungan atau salah menaksirkannya untuk itu, dan melakukan serangan nuklir balik, itu akan menjadi mereka yang melakukan serangan balik justru menjadi yang pertama menjatuhkan bom nuklir.

Dan serangan balik dari pihak lawan akan menjadi sangat sengit, sebagai balas dendam atas serangan nuklirnya. Jika ini terjadi maka bencana menjadi kenyataan, akibat salah menaksirkan signal yang terdeteksi tersebut (yang bisa saja merupakan signal palsu).

Pada 2010, film dokumenter tentang senjata nuklir, “Countdown to Zero”  yang ditulis dan disutradarai oleh produser terkenal Western Lucky Walker, mengungkapkan peristiwa masa lalu yang kejadian sedikit diketahui orang.

Pada 25 Januari 1995, AS meluncurkan roket dari Norwegia untuk mempelajari cahaya di belahan utara bumi. Kitika itu AS memberitahu kepada Rusia bahwa AS akan meluncurkan roket itu, tapi seorang Moskow lupa untuk melaporkannya ke atas (pimpian negara diatas).

Ira Holfan*, memberi penjelasan, ketika Rusia mendeteksi roket 4 tingkat ini , mulanya mereka mengira ini adalah rudal dengan 4 hulu ledak nuklir yang diluncurkan dari kapal selam AS, yang sering berpangkalan di lepas pantai Norwegia, yang mungkin diarahkan ke Moskow.

(*Ira Holfan, telah bekerja bertahun-tahun sebagai dokter ruang gawat darurat, dan sekarang praktek sebagai dokter internis di Springfield. M.A-AS, dan President of Physicians for Social Responsibility . Kini sebagai Dokter Internasional untuk Pencegahan Perang Nuklir.)

Joseph Cirincione, seorang ahli Non-Proliferasi memberi penjeleasan: Untuk pertama kali dalam zaman nuklir, Rusia membawa tombol nuklir dengan menghadap Presiden Rusia ketika itu, Boris Yeltsin, membuka kode komando dan tombol peluncuran rudal nuklir, meletakkan di meja dan berkata : “Kami berada dibawah serangan” , saat itu Boris Yeltsin pada dasarnya hanya diberi kesempatan lima menit untuk memutuskan apa yang harus dilakukan.

Untunglah pada saat itu Yeltsin tidak dalam keadaan mabuk (Yeltsin sering mabuk minum), tapi apa yang dikatakan militer Rusia pada saat itu kepada Yeltsin. Dia mengatakan: “Itu pastinya ada kesalahan”. Tapi menurut doktrin militer Rusia, Boris Yeltsin harus meluncurkan dengan all out dengan habis-habisan untuk serangan balik kepada AS pada waktu pagi itu. Kami tidak tahu apa yang terjadi di Kremlin, tapi yang kita tahu serangan balik tidak jadi diluncurkan.

Ada banyak signal salah selama Perang Dingin, kami telah memiliki banyak data dimana saat rembulan baru muncul dikira signal serangan ICBM Rusia, demikian juga dengan serombongan angsa terbang bergerombol bisa dianggap sebagai serangan bom. Demikain kata Joseph Cirinone.  

Lebih lanjut dia mengatakan, suatu ketika sebuah rekaman pelatihan dengan tidak sengaja masuk dalam komputer Komando dan Kontrol kantor pusat kami di NORAD, semua orang yang terlibat disini pikir ada serangan. Dengan perkembangan kecepatan teknologi komtemporer, tingkat kesalahan dari sepuluh tahun yang lalu hanya bisa membuat hal-hal yang bisa lebih ber-resiko dari sebelumnya. Demikian menurut Cirincione.

Menurut perkiraan, AS dan Rusia saat ini memiliki sekitar 4.500 hulu ledak nuklir, yang merupakan lebih dari 90% dari senjata nuklir dunia yang ada. Laporan dari gerakan “Global Zero” pada Mei 2015, dengan jelas menunjukkan setengah rudal nuklir di AS dan stokpil Rusia telah menggunakan kebijakan “launch-on-warning” (peringatan pada peluncuran).

Kebijakan ini sangat berbahaya di dunia modern, karena “adanya makin lama makin kecil kesempatan antara peringatan dan keputusan, sehingga kemungkinan melakukan kesalahan yang mematikan yang disebabkan oleh sistem kontrol nuklir terus meningkat setiap hari.”

Selain itu, dengan meningkatnya serangan cyber telah menjadikan resiko lebih tinggi untuk tingkat peringatannya.  Mantan Jendral AL-AS James Cartwright menunjukkan dalam artikel di “New York Times” pada bulan April 2015, menuliskan :“Kami menyerukan langkah-langkah yang akan diambil untuk mengendalikan eskalasi krisis, dan mengurangi resiko yang disengaja atau tidak disengaja atas peluncuran nuklir, termasuk resiko serangan cyber.”

Jadi kedua belah pihak sedang menyesuaikan, dan mempertimbangkan apakah akan atau tidak untuk kebijakan peringatan peluncuran serangan balik untuk dijadikan model utama. Karena saat ini, kedua belah pihak tahu bahwa menggunakan senjata nuklir untuk menyerang yang lain akan menjadi bencana bagi kekuatan nuklir utama

Jika serangan itu dari kekuatan nuklir kecil/minor (nagara) atau apa yang oleh AS dianggap bangsa nakal yang melakukan serangan balik pada mereka, sistem pertahanan rudal balistik akan cukup untuk mencegat mereka, sehingga mereka tidak perlu memobilisasi segala sesuatunya untuk melaksanakan pembalasan dengan skala besar pada kekuatan kecil ini.

Namun, walaupun semua berjalan seperti apa yang diinginkan seluruh dunia, dan AS dan Rusia mengakhiri kebijakan “Peringan pada Peluncuran” ini hanya akan menjadi setetes air di padangan pasir untuk meredakan ketakutan manusia terhadap senjata nuklir.

Senjata Pembunuh Massal & Teroris

Setelah serangan 11 September 2001, Osama bin Laden pemimpin Al Qaeda berujar : “kami memiliki senjata kimia dan sedang berusaha untuk mendapatkan senjata nuklir.”. Demikian pula tahun-tahun sebelumnya Kultis Aum Shinrikyo yang penah melepaskan gas racun di kereta bawah tanah di Tokyo, juga pernah berusaha memperoleh bom nuklir dari Rusia. Mereka membeli sebuah peternakan domba di Asutralia, dan menambang uranium untuk berusaha membuat bom mereka sendiri.

Lemahnya pelaksanaan pelucutan senjata nuklir selama bertahun-tahun telah menyisahkan sejumlah besar sumber daya nuklir dunia. Dan jika sumber daya mematikan ini didekati terorisme dan penyelundupan tak terkendalikan dan terkontrol, maka ancaman nuklir terhadap kemanusiaan akan menjadi sangat rawan.

Bahan nuklir ini mungkin telah diselundupkan keluar ke tangan beberapa orang buruk, dan bahan-bahan ini mungkin sudah berada pada resiko untuk dirakit menjadi senjata nuklir, atau bom kotor atau senjata asli. Juga, pada masa lalu, kita telah melihat materi untuk membuat bom atom bukan lagi menjadi teknologi yang sangat-sangat di klasifikasikan lagi.

Materi teknologi bom atom, baik itu dari Uranium atau Plutonium, kita bisa menemukan materi ini yang sangat rinci di Internet tentang bagaimana membuatnya.

Mathew Bunn, seorang Professor Practice di Harvard University mengatakan: “Orang-orang dari laboratorimum senjata nuklir yang ikut bersaksi dalam sesi yang diklasifikasikan di Kongres AS, mereka mengatakan bahwa akan ada kemungkinan untuk membuat bom nuklir dengan semua bahan yang tersedia secara komersial, kecuali untuk bahan nuklir yang sebenarnya.

Senator Biden meminta pendapat kepada tiga pimpinan laboratorium senjata “Apakah ini mungkin? Apakah benar-benar mungkin bahwa teroris bisa melakukan ini?”  Mereka semua berkata :”Ya.”

Graham Alison , seorang  expert on Nuclear Terrorism, menceritakan: “Ini sesuatu yang  pernah kita coba menguji mahasiswa pasca-sarjana kami dari waktu ke waktu. Kami mengambil dua mahasiswa pascasajarna yang belum siap untuk melakukan hal ini, kita memberitahu mereka : ‘Coba jika Anda bisa membuat bom yang benar-benar bisa bekerja. Apa hasilnya sebagian besar mereka lulus tes ini.”

Para scienctis sebenarnya sedang sangat khawatir dengan akhir sejarah, benturan peradaban, Steve’s Job Apple, Zuckerberg Facebook, Wikileaks, Perang Cyber, Big Data, dan banyak konsep baru lainnya yang akan melanda saraf dari “era nuklir” ini.

Era “kecepatan tinggi” dimana teknologi ini digunakan untuk komunikasi manusia, dan keterlambatan dan keragu-raguan akan berarti bagi umat manusia membayar harga yang lebih besar untuk kehilangan waktu. Lalu apa yang menyebabkan kurangnya motivasi untuk melakukan denukilirisasi?

Maka ceritanya dimulai dari usulan pertama untuk denuklirisasi...

( Bersambung ......... )

 

Sumber ; Media TV dan Tulisan Luar Negeri

http://www.dailymail.co.uk/sciencetech/article-2921899/Doomsday-Clock-reads-11-57-Atomic-scientists-minute-hand-two-minutes-forward-say-closest-point-disaster-decades.html

http://www.psr.org/about/board-of-directors/ira-helfand.html?referrer=https://www.google.co.id/

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun