Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Intervensi Rusia dalam Anti-Terorisme di Syria- Percaturan AS di Timteng Berubah (2)

3 November 2015   08:15 Diperbarui: 3 November 2015   12:05 1017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa Bashar al-Assad bisa Tetap Bertahan

Alasan mengapa pemerintahan Bashar al-Assad mampu bertahan selama ini karena dukungan dari militer Rusia, tapi alasan utama dan sangat penting telah mendapat dukungan dari militer Iran. Setelah perjanjian Nuklir Iran ditanda-tangani, kini Iran sudah tidak terlalu khawatir lagi tentang segala konskwensi dari dukungannya ini.

Dan saat ini dengan Rusia bergabung dalam pertempuran, kekuatan untuk melindungi legalitas pemerintah Bashar al-Assad di Syria telah berkembang sangat kuat, dan membentuk satu kamp yang sangat kukuh. Kamp ini sekarang termasuk apa yang pernah disebutkan sebagai “Bulan Sabit Syiah/Shiite Crescent” , yang merupakan berbagai kekuatan aliansi Syah Iran, yaitu Iran, pemerintah Irak, Hizbullah di Lebanon dan pemerintah Bashar al-Assad.

Mereka telah bergabung bersama-sama. “Bulan Sabit Syiah” membuat Arab Sunni khawatir sejak lama apabila ini terbentuk. Jadi di masa depan situasi di Timteng atau Asia Barat ini, pasukan Syiah yang dipimpin Iran akan menjadi sangat stabil dan mengambil andil yang sangat besar.

“Vzglyad” sebuah terbitan Rusia melaporkan pada 14 Oktober 2015, Rusia siap untuk melancarkan dua ofensif diplomatik dan militer di Syria. AS telah kehilangan inisiatif diplomatik dengan menolak untuk membahas masalah Syria dengan delegasi yang dipimpin oleh PM Russia.

Di bawah serangan ofensif Rusia yang luas, Barack Obama benar-benar menyerahkan Syria kepada Rusia. Vladimir Putin menggunakan kesalahan AS di Timteng untuk menyerang ISIS di Syria, memaksa AS untuk sementara menyerah dengan rencananya untuk memaksa Presiden Bashar al-Assad untuk lengser, sehingga al-Assad mendapat inisiatif kembali di wilayah ini.

Ada para analis dan peneliti Timteng yang melihat pada 15 Oktober melihat situasi saat itu, insiatif Rusia masih belum diambil untuk Syria dan seluruh Timteng. Rusia berkeinginan membantu al-Assad benar-benar bisa merebut kembali daerah yang diduduki ISIS dan oposisi akan menjadi tugas yang sangat sulit.

Namun serangan Rusia terhadap ISIS telah menjadi keinginan dan kepentingan beberapa negara di Timteng. Di masa lalu Rusia tidak memiliki banyak suara di Timteng, kedua masalah Irak dan Libya telah dikendalikan oleh AS. Tapi di masa depan situasinya mungkin akan berubah.

Tapi apakah benar bahwa situasi Timteng yang dipimpin AS akan berubah? “The Guardian” Inggris melaporkan pada 15 Oktober 2015, Menhan AS, Ashton Carter telah menyatakan sikap garis-keras selama pertemuan militer pada 14 Oktober dengan mengatakan, di Eropa Timur dan Timteng, jika Rusia menantang AS yang secara alami mengalami kemunduran, maka “AS akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menekan Rusia yang akan melakukan tindakan merusak dan merusak pengaruh, penekanan paksa dan invasi.”

Hal ini sudah jelas tanpa ragu bahwa operasi milter Rusia ini telah menjadi pukulan bagi rencana asli AS,  dengan demikian sementara ini Bashar al-Assad dapat bernafas legah. Jadi bisa dilihat betapa besar pengaruh tindakan Rusia yang tiba-tiba ini untuk menggeser urutan peran AS di Timteng?

“The Guardian” yang berbasis di Inggris menyatakan, meskipun para pejabat dari Departemen Pertahanan AS dan Rusia telah melakukan konferensi televideo terus menerus pada 15 Oktober, untuk membahas isu-isu protokol keamanan untuk misi udara kedua negara yang dilakukan di Syria, dan pada hari itu juga Carter mengatakan diskusi telah menunjukkan kemajuan, dan diharapkan kedua belah pihak dapat segera mencapai kesepakatan.

Carter juga menekankan, selama Rusia mencoba menggunakan “strategi sesat” di Syria “AS tidak akan setuju bekerjasama dengan Rusia”. Dari hasil komunikasi antara AS dan Rusia, dapat dilihat antara keduanya masih banyak percikan.

Baru-baru ini Carter juga berusaha membujuk sekutunya di Eropa untuk bersatu dengan AS untuk menangani Rusia. Carter mengatakan : “Kita harus bersatu untuk mencegah agresi Rusia lebih lanjut dan pemaksaan. Rusia bisa melakukan pengaruhnya yang signifikan di Syria untuk membawa transisi politik dari al-Assad seperti yang kita semua tahu merupakan solusi nyata.”

Melihat dari serangkaian sikap AS yang telah dilakukan, tujuan langsung di Syria mesih untuk menggulingkan pemerintahan al-Assad.

Tapi melihat dari hasilnya, berkat dari bantuan Rusia, Bashar al-Assad tidak akan mundur dalam waktu dekat  ini.

AS mungkin telah meningkatkan bantuannya kepada pasukan oposisi Syria baru-baru ini, tetapi karena kekuatan oposisi yang terlalu tersebar, dan bercampur dengan kekuatan ekstrimis, AS mengalami kesulitan untuk membuat keputusan yang pasti memaksakan membantu lebih lanjut.

Situasi sangat kebalikan dari Rusia, yang memiliki target yang sangat jelas untuk mendukung militer Syria yang dipimpin Bashar al-Assad.

Ahli masalah Rusia berpandangan, pada kenyataannya, untuk tingkat tertentu, kita bisa melihat bahwa kedua negara ini belum langsung bertentangan ketika Rusia mengambil keputusan melakukan aksi militer di Syria, bahwasanya tindakan Rusia ini akan mempunyai pengaruh besar di wilayah tersebut.

Tapi masalah tampaknya bukan begitu, sebenarnya ada semacam kesepakatan diam-diam antara kedua negara ini. AS juga tahu bahwa Rusia tidak akan mau terbenam dalam lumpur ini, dan Rusia sangat jelas alsaannya bahwa AS telah secara aktif menarik pasukannya dari Irak dan Afganistan sejak 2008, tidak hanya karena krisis keuangan yang menyebabkan AS terjadi penurunan ekonomi dengan parah.Itu bukan satu-satunya alasan.

Itu dikarenakan AS telah menyadari betul kedua negara itu benar-benar lumpur, Rusia bahkan lebih jelas jika itu akan tiba pada dirinya. Rusia tahu AS dalam posisi canggung seperti sekarang ini karena sudah terperosok dalam lumpur ini.

Maka ketika Obama menjabat jadi presiden, dia memikirkan segala cara untuk bisa mengekstrak AS keluar dari lumpur ini untuk batas tertentu, beberpa pejabat AS awalnya berharap operasi militer Rusia dapat menggnatikannya. Mereka ingin melihat apakah Rusia benar-benar bisa menarik diri kelak.

Tapi kemudian mereka (AS) melihat, mereka pikir Putin telah melakukan yang lebih baik daripada yang telah mereka lakukan. Hanya dalam waktu 10 hari dapat mencapai efek militer yang lebih baik daripada yang mereka lakukan selama satu tahun lebih.  Hanya saja jika mereka memikirkan itu, mereka merasa kehilangan muka, tapi strategi secara keseluruhan tidak berubah banyak.

Namun apa yang membuat AS merasa nyesal adalah pemerintah Irak yang selama ini dibawah perlindungan AS, kini mulai membahas koalisi dengan Iran dan Syria, karena Irak merasa selama dalam dukungan AS tidak cukup bisa mengalahkan ISIS.

Dalam beberapa hari terakhir ini, Irak telah resmi mulai  menggunakan pusat informasi kontra-terorisme yang dibangun bersama dengan Rusia, Syria dan Iran.

Ada laporan yang menyatakan Irak telah menggunakan informasi yang diberikan oleh pusat informasi ini untuk mengebom ISIS, Rusia juga telah mengatakan, jika pemerintah Irak memintanya, Rusia bersedia untuk mempertimbangkan memperluas skala serangan udara yang juga memasukan wilayah Irak.

Apa yang dilakukan pemerintah Irak telah menunjukkan sebagai berikut: Pemerintah didirikan dengan dukungan dan bantuan AS, meskipun telah menerima bantuan dari Iran . Pemerintahan sekarang terutama terdiri dari Syiah, jika ingin benar-benar membentuk aliansi kontra-terorisme Syiah mungkin akan merepotkan Rusia, maka hanya dibentuk aliansi kontra-terorisme antar pemerintah.

Rusia juga berpendapat bahwa pemerintahan al-Assad adalah pemerintahan yang sah yang bersedia untuk memerangi teroisme,  dan pemerintah Iran juga bersedia melawan terorisme, tetapi di balik semua ini ada “pertarungan” tersembunyi antara faksi-faksi Islam, sehingga ada resiko yang cukup besar dalam hal ini.

Dan aliansi ini tidak akan berpengaruh dengan aliansi anti-terorisme pimpinan AS, yang terutama terdiri dari negara-negara Sunni di kawasan tersebut. Ini tentu tidak bisa dan jangan merubahnya. Tapi secara keseluruhan akan memperluas pengaruh Iran di kawasan tersebut.

Pemerintah Iran dan Irak, serta pemerintahan al-Assad di Syria, Hizbollah di Lebanon, mereka itu semuanya dari faksi Syiah Islam. Jika kekuasaan Sunni di Timteng sampai percaya bahwa Rusia mendukung faksi Syiah internasional, maka Rusia mungkin akan terseret ke dalam perjuangn agama di Timteng dan pasti tidak dapat melepaskan diri.

Akan sama seperti yang terjadi terhadap AS sekarang. Karena itulah, sudah menjadi rahasia umum bahwa Rusia akan membatasi operasi kontra-terorisme untuk kerjasama antar-pemerintah. Terlepas apakah mereka itu pemerintah Sunni atau Syiah, dan hanya bekerjasama selama mereka ingin memerangi terorisme, Rusia tidak akan menolaknya.

Jika kita melihat pada 11 Oktober 2015, Presiden Vladimir Putin bertemu dengan Menhan Arab Saudi untuk membahas resolusi politik untuk masalah Syria. Dengan berkunjungnya Menhan Arab Saudi ke Rusia untuk merundingkan resolusi politik ini, maka hal ini merupakan satu sinyal yang menandai transisi.

Mengapa dikatakan demikian? Karena beberapa tahun yang lalu Rusia dan Tiongkok mem-veto usulan di Dewan Keamanan PBB mengenai Syria, pada saat itu, Arab Saudi marah. Arab Saudi berusaha meniru model penggulingan Gadhafi Libya di Syria, dalam rangka untuk mendukung sebagian kekuatan Islam Sunni, dan kekuasan Arab dalam menumbangkan pemerintahan Bashar al-Assad di Syria.

Tapi itu saat ada upaya untuk menggulingkan pemerintahan al-Assad. Kini setelah periode penyesuaian, Arab Saudi telah benar-benar menghabiskan banyak dana di Syria dan telah mengalami banyak kerugian dengan membayar banyak uang di Syria. Dengan Rusia yang telah terlibat dalam pertempuran, menyebabkan Arab Saudi untuk mulai melakukan penyesuaian kebijakannya terhadap Syria, dan mulai melakukan penyesuaian hubungannya dengan Rusia, yang tadi menentang Rusia di Syria. Ini suatu tren yang cukup menarik akhir-akhir ini bagi para analis dan pengamat Timteng.

Intervensi Rusia yang kuat dalam situasi Syria telah memaksa beberapa negara besar di Timteng untuk malakukan penyesuai atas politik luar negerinya. Yang tadinya juga memperhitungkan AS kekuatan sebagai aliansinya,  kini berubah.

Para pemimpin aliansi AS di Timteng seperti Israel dan Turki sudah berkunjung ke Moskow bertemu dengan Putin sebelum Rusia terlibat di Syria.

Bahkan Arab Saudi yang mewakili sikap  garis-keras, Menlu  mereka Adel al-Jubeir dengan tegas menolak ajakan Rusia pada akhir September 2015 untuk Komunitas Internasional begabung dengan pemerintah Syria dalam melawan ISIS bersama-sama, bahkan menyatakan bahwa Presiden Al-Assad harus memundurkan diri atau digulingkan paksa.

Tapi apa yang tidak terduga bahwa hanya berselang beberapa hari dalam operasi militer Rusia di Syria, sikap Arab Saudi melunak. Setelah Menlu Rusia, Sergey Lavrov mengadakan pembicaraan tingkat tinggi dengan Arab Saudi, ia mengadakan konferensi pers dimana ada mengatakan bahwa Rusia dan Arab Saudi telah sepakat untuk kerjasama militer dan diplomatik saat memerangi terorisme, dan kedua negara berdedikasi untuk mempromosikan rekonsiliasi antara Syria, untuk memberlakukan suatu proses politik bagi semua faksi dan level di Syria agar semua bisa mengambil bagian, dalam waktu sesegera mungkin.

Untuk hal itu Arab Saudi akan terus berkoordinasi dengan Rusia untuk menjamin persatuan nasional Syria, dengan tegas dan teguh untuk menyelesaikan masalah Syria melalui jalur politik.

Diplomasi Rusia Sementara Berada Diatas Angin

Bagi Rusia, untuk tingkat tertentu, itu merupakan warming up hubungannya dengan semua negara-negara di Timteng,  yang bermanfaat  bagi Rusia dalam urusan timbal balik di sektor persaingan energi. Jadi operasi militer Rusia di kawasan ini telah mengalami lebih dari sekedar “penindasan” AS, tapi juga dapat tekanan dari negara-negara Arab. Dari perspektif ini, strategi Rusia di Timteng tidak salah melakukan apapun yang menyenangkan,

“The Christian Science Monitor” AS melaporkan, pada 14 Oktober 2015, Putin menyelematkan Bashar al-Assad sudah tidak diragukan lagi, dia terutama menggunakan intervensi militer untuk mencapai tujuan besar itu. Sederhananya Putin ingin memanfaatkanperbandingan dengan AS untuk membuat semua pihak melihat bahwa Rusia lebih tegas, dan memberi pilihan untuk kawasan ini  memilih pasangan.

Nikolas Gvosdev seorang ahli untuk hubungan AS-Rusia di AS (the US Naval War College) mengatakan, dengan menukik menyelamatkan rezim yang terhuyung-huyung Mr. Putin menyatakan dengan keras dan jelas bahwa gaya Amerika untuk merubah rezim tidak bisa dipercaya.

Untuk sebagai perbandingan dengan Obama, Rusia berusaha untuk memperlihatkan bahwa mereka lebih kuat dan lebih handal dari kekuatan utama di Timteng. Putin mengatakan, “Washington tidak lagi satu-satunya negara yang bisa menyelesaikan masalah.”

Setelah Obama menjadi presiden AS, dia mengumumkan untuk menarik pasukan dari Afganistan dan Irak, dan bersumpah untuk keluar dari Timteng. Tapi dengan keluarnya AS menyebabkan kekuatan Timteng menjadi tidak seimbang dan stabil, bahkan menjadi turbulen. Obama ingin cepat keluar tapi tidak bisa karena terjebak dalam lumpur.

Ketika kekuatan ekstrimis muncul berkembang, AS mulai menggunakan “kekuatan cerdik/smart power”(ekstrimis) untuk mengeliminir  pemerintahan yang selalu bertentangan dengan AS, seperti pemerintahan Bashar al-Assad.

Tapi dengan adanya intervensi Rusia saat ini, jelas telah mengacaukan strategis yang sedang dibangun AS, dan membuat macet rencana penguasaannya di Timteng.

Lalu banyak pengamat yang mempertanyakan, eksisisteni AS akan bagaimana di Temteng kelak? Apa artinya dan akibatnya bagi Timteng dengan macetnya rencana penguasaan AS di Timteng?

( Bersambung ....... )

 

Sumber : Media TV dan Tulisan Dalam & Luar Negeri

http://www.nytimes.com/interactive/2015/09/30/world/middleeast/syria-control-map-isis-rebels-airstrikes.html?_r=0

http://www.aljazeera.com/news/2015/10/hundreds-killed-russian-air-strikes-syria-151029130146883.html

http://www.aljazeera.com/indepth/features/2015/10/russian-fears-syria-afghanistan-151027110248343.html

https://www.google.co.id/search?q=airstrikes+syria&espv=2&biw=1120&bih=668&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ved=0CDIQsARqFQoTCN6i2sOx6sgCFQuflAodtMgCaQ&dpr=1#imgrc=Orb4v6gxNmddXM%3A

http://internasional.kompas.com/read/2015/10/21/10003291/Cegah.Insiden.di.Suriah.AS.dan.Rusia.Teken.Nota.Kesepahaman?utm_source=news&utm_medium=bp&utm_campaign=related&

http://www.bbc.com/news/world-middle-east-34399164

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun