Intevensi AS dan Barat Pemicu Krisis Pengungsi di Eropa
Pemerintahan Bashir al-Assad merupakan salah satu pemerintahan yang masih tersisa setelah “Arab Spring”, namun Syria tidak bisa terhindar dari perang saudara. AS yang telah berusaha banyak cara untuk memperalat masyarakat Syria untuk menggulingkan pemerintahan al-Assad, dan telah menciptakan lumpur pertempuran antar kelompok opsisi Syria (Koalisi Nasional Syria) dukungan AS dengan pemerintah al-Assad.
Mungkin pada mulanya, orang Eropa berpikir ini cukup sederhana, mereka yakin jika negara-negara (Arab) ini menggunakan model mereka (Barat) sendiri di wilayah tersebut, serta meng-copy /paste sistem pemerintahan Barat, dan menjungkir balikkan pemerintahan model “Non-Barat”, maka akan membawa perdamaian dan kemakmuran di kawasan ini.
Tapi kita semua bisa melihat, semua kekuatan yang ada sekarang dan pada masa lalu, kebijakan AS dan Eropa, membuat semua negara yang di-intervensi kekuatan asing, ternyata bukan hanya tidak menyelesaikan masalah kawasan, bahkan sebaliknya menjadikan masalah lebih kompleks dan lebih buruk, dan hingga kini masih diluar kendali.
Yang terjadi dan yang tidak AS harapkan bahwa perselihan sipil yang terus menerus berkepanjang terjadi di Syria, telah memberi kesempatan tumbuhnya kekuasaan IS. Niat AS dan Eropa yang mau menciptakan “demokrasi di Timteng” akhirnya menjadi proyek yang gagal dan menjadi sumber terjadinya gelombang besar pengungsi.
Bila diamati, munculnya IS (ISIS) terjadi ketika AS mengubah kebijakan di Timteng, dengan tidak bertanggung jawab menarik pasukannya dari Irak secara mendadak. Sejak itu IS menyerang dan merebut kota-kota di Irak, dan melakukan yang sama di Syria, memecahkan hambatan masa lalu, dan membentuk sebuah negara ekstrimis yang benar-benar terorisme.
Pada tahun 2006, “Negara Islam Irak” didirikan, dan mengumumkan tujuannya adalah untuk mendirikan sebuah pemerintahan Islam Sunni di Irak. Pada 2010, jihadi Abu Bakr al-Baghdadi menjadi pemimpin Negara Islam Irak, dan media menjuluki dia sebagai “orang yang paling bahaya di dunia”. Setelah terjadinya konflik internal di Syria, al-Baghdadi mengirim pasukannya ke Syria untuk mengambil bagian dalam perang untuk melawan pasukan pemerintah Syria.
“Wall Street Journal” menuliskan “Perang Saudara Syria menjadi sumber munculnya IS(ISIS), Syria telah menjadi surga bagi IS untuk merekrut anggota baru dan mengembangkan operasi teroris.”
Tahun lalu pada 18 Agustus’14, selama wawancara dengan “Atlantic” mantan menlu AS Hiallry Clinton tiba-tiba menyerang Obama dengan mengatakan : “Obama tidak membantu oposisi Syria pada awalnya, sehingga memungkinkan jihadis Islam radikal menjadi lebih kuat, dan menyebabkan kini pasukan IS bisa membunuh dan berkenyamuk.”
Dalam wawancara dengan dengan kolomnis Thomas Friedman dari “New York Times”, Obama membela dengan mengatakan : “.... jangan berpikir jika AS telah mempersenjatai oposisi sekuler di Syria, hasilnya akan berbeda dari hari ini, itu hanyalah fantasi.”
Kita bisa melihat di Irak, Libya, Syria dan Afganistan, dalam kenyataannya di masa lalu perkembangan politik dan sosial mereka berkembang menurut logika domestik mereka atau berdasarkan jalannya mekanisme internal mereka. Namun AS dengan tujuan untuk mempertahanan hegemoni global, telah mengganggu beberapa negara di kawasan itu, dan kadang-kadang bahkan memobilisasi militer untuk mengganggu. Akhirnya hasilnya dapat kita bisa saksikan sekarang.