Pada Pertemuan Para Menlu Eropa, 4 September 2015, Jerman dan Prancis mengajurkan untuk menyiapkan sistim pertahanan di semua anggota Uni Eropa untuk ikut mengambil tanggung jawab bersama. Jerman juga berani mengatakan mereka telah memutuskan untuk menerima 800 ribu pengungsi tahun ini.
Pada hari yang sama PM Inggris, David Cameron mengumumkan bahwa Inggris akan menerima ribuan pengungsi Syria. Sebelum ini Inggris telah menentang anggota Uni Eropa mengalokasikan pengungsi berdasarkan sistem kuota. Tapi Inggris hanya akan menerima pengungsi Syria yang belum mencapai Eropa, bukan yang sudah berada di Eropa.
PM Hungaria, Viktor Orban masih menyuarakan ketidak senangannya untuk menerima pengungsi ini, dengan mengatakan, pengungsi jangan memikirkan cara-cara untuk menggunakan resiko kehidupan anak-anak untuk masuk Eropa. Bahkan mengatakan karena pengungsi ingin pergi ke Jerman, jadi krisis pengungsi adalah masalah Jerman, bukan masalah Eropa. Dia terang-terangan untuk mengingatkan pengungsi untuk tidak pergi ke Eropa.
Viktor Orban mengatakan, “Kita tidak bisa hanya membicarakan prinsip-prinsip umum saja. Semua orang ini adalah korban. Mereka telah dibohongi . Human traficking atau perdagangan manusia yang membantu mereka melintasi perbatasan, dan telah berbohong kepada mereka dan bahkan beberapa politisi Eropa juga berbohong kepada mereka. Politisi ini telah memberi kesan kepada mereka bahwa mereka memiliki kesempatan untuk bisa masuk ke bangsa Barat. Sehingga mereka bisa sampai ke perbatasan Hungaria, ternyata mereka menghadapi kenyataan bahwa Jerman dan Austria tidak akan memberi mereka visa.
Jika dilihat dari kenyataan, banyak dari pengungsi keluar dari Turki, dengan melewati Balkan dan kemudian masuk Hungaria, dan kita tahu bahwa Hungaria merupakan sebuah negara Uni Eropa, setelah mereka masuk Hungaria mungkin akan tinggal disana. Namun situasi ekonomi dan sosial negara ini sangat tidak bersedia menerima pengungsi tersebut.
Dan bukan Hungaria saja yang bersikap demkian, negara-negara yang berada di garis depan seperti Yunani, Italia dan Spanyol juga berada dalam situtasi ekonomi yang tidak optimistik.
Dipermukaan sepertinya negara-negara Eropa selalu bersatu, tetapi ada masalah politik internal. Semua negara memiliki kepentingan mereka sendiri, dan itu sangat wajar dan alami. Tetapi dalam hal isu-isu pengungsi, terutama terjadi perbedaan sikap dengan negara-negara garis depan seperti Italia, yang tidak dapat menangani sama sekali.
Selain itu orang-orang ini juga tidak ingin tinggal di Italia, karena Italia juga tidak mau menerimanya, dan tidak ada kesempatan kerja yang baik. Mereka lebih suka melewati Italia menuju jantung Eropa.
Ada perbedaan besar mengenai pengungsi ini dalam Uni Eropa. Dan yang lebih buruk jika tidak ada penyelesaian segera, serta efektif, krisis pengungsi ini bisa berkembang menjadi krisis kemanusiaan setiap saat.
Pada saat dimana sentimen eksklusif dari rakyat setempat beberapa negara juga kemungkinan bisa meletus. Beberapa minggu yang lalu di Jerman Timur beberapa pengunjuk rasa warga sipil setempat mem-protest “invasi” pengungsi ke negara mereka, respon Kanselir Angela Merkel baru-baru ini mengatakan : “ Krisis pengungsi ini mungkin akan lebih melelahkan dari Krisis Utang Yunani yang menjengkelkan dan mengkhawatirkan seluruh Eropa.”
Beberapa analis dan intelektual Eropa bisa membenarkan pendapat Merkel. Seperti ada pepatah yang mengatakan : “Masalah yang bisa diselesaikan dengan uang bukanlah masalah.” Krisis Utang adalah masalah yang dapat diselesaikan dengan uang. Tapi masalah pengungsi atau krisis imigrasi, karena menyentuh banyak faktor yang komplek, seperti faktor politik, keamanan, budaya dan integrasi sosial, itu bukan masalah yang bisa diselesaikan hanya dengan uang.
Sekjend PBB Ban Ki Moon merilis pernyataaan dengan mengingatkan Uni Eropa agar jangan karena masalah gelombang pengungsi dan krisis imigarasi ini menjadi krisis persatuan di Uni Eropa.
Menurut statistik UNHCR pada 2014, imigran ilegal/gelap yang tewas menyeberangi Laut Meditaranea sebanyak 3.500 orang. Dalam tujuh bulan pertama tahun 2015 pengungsi yang meninggal dalam kecelakaan maritim sudah 2.100 orang.
Mediterania menjadi kuburan bagi pengungsi, dan dijuluki sebagai “aib Eropa”. Pertanyaan mengapa pengungsi berusaha mati-matian untuk mencapai Eropa? Menghadapi gelombang pasang pengungsi ini apa latar belakang alasan negara-negara Eropa saling mendorong mencari alasan menolak?
Pada 1 September 2015, di jalur Terowongan Kereta Api (KA) antara Prancis dan Inggris, KA Eurostar yang akan menuju Inggris tiba-tiba melambat, dan berhenti di bagian wilayah Prancis 1,6 km sebelum masuk Terowongan Channel (Channel Tunnel), kondektur meminta penumpang agar tetap tenang, dan memeriksa apakah ada orang yang menyelinap naik diatas atap gerbong.
Sebuah Helikopter hovering diatas, saat polisi mengeledah gerbong dan jalur rel. Ini bukan mencari teororis, melainkan mencari pengungsi ilegal memasuki Terowongan Chennel. Malam itu ada empat KA lain berhenti ditengah jalan karena ada pengungsi yang memasuki terowongan.
Pada 28 2015, lebih dari 1.500 imigran ilegal berusaha menerobos Terowongan Channel dengan melewati pagar, dan seorang meninggal dalam peristiwa penerobosan ini.
Dari Terowongan Channel hingga ke Macedonia dan Hungaria, bentrokan antara pengungsi dan Polisi tampak terjadi hampir setiap hari, meskipun untuk pergi ke Eropa beresiko mati dan Eropa juga tidak menyambut mereka, pengungsi terus mengalir masuk.
Pengungsi (P) : Dirumah kami mengalami hal yang mengerikan, Saya merasa tidak enak karena harus pergi dari sana dengan segera. Guru dan teman kelas saya juga telah memperhatikan ini di sekolah.
Merkel (M) : Apakah Anda telah dipaksa untuk kembali ke Libanon?
P : Ya betul.
M : Saya mengerti itu. Namun, kadang-kadang politik itu sulit. Anda tahu, di kamp-kamp pengungsi Palestina di Lebanon ada ribuan orang dan jika kita mengatakan, Anda semua boleh datang dan Anda semua datang juga yang dari Afrika dan Anda semua datang. Kita tidak bisa mengelola itu.
Pada awal September 2015, Merkel mengatakan Jerman bersedia menerima tanggung jawab lebih untuk pengungsi. Jerman mengumumkan mereka akan menerima 800 ribu pengungsi tahun ini, tapi untuk ini Jerman harus membayar harga yang lebih tinggi untuk mendapatkan pengungsi ini, karena jumlah ini harus ditambahkan pada pasar angkatan tenaga kerja Jerman.
Diperkirakan tahun depan Jerman akan dipaksa untuk menghabiskan maksimal US$ 3,7 milyar untuk kelas bahasa, tunjangan dan pelatihan untuk para pengungsi. Pada 2019, mungkin akan meningkat hingga US$ 7,9 milyar.
Tapi negara-negara lain di Eropa tidak memiliki kemampuan yang sama dengan Jerman.
Italia dan negara-negara yang berada di “garis depan” pertumbuhannya cukup berat. Tekanan ekonomi mereka yang berat telah memaksa Italia untuk mengurangi operasi pencarian dan penyelamatan maritim untuk pengungsi tahun ini.
Beberapa analis berpendapat. Saat ini, situasi ekonomi secara keseluruhan Eropa sedang tidak terlihat adanya prospek yang sangat baik. Jika mereka akan terus berinvestasi sejumlah besar dana dan sumber daya manusia dalam memecahkan masalah pengungsi, dan menerima pengungsi, itu dikhawatirkan akan mempengaruhi keuangan mereka sendiri.
Sedang Inggris yang pembangunan ekonominya relatif stabil dan sehat , tapi dengan tekanan domestik dari partai lain dan oposisi, dalam rangka untuk menahan gelombang pengungsi ini, Inggris telah menghabiskan 7 juta poundsterling, untuk memperkuat pagar di sekitar perbatasannya.
Selain itu pemerintah Inggris telah memperkuat penyebaran polisi di daerah perbatasan, dan membentuk sistem pertahanan internal untuk menghentikan arus imigran ilegal/gelap menyusup ke tempat tinggal melalui berbagai saluran, termasuk melarang tuan rumah untuk menyewakan tempat tinggalnya kepada penyewa yang tidak memiliki izin tinggal resmi. Dan memberi sanksi penutupan restoran yang tidak menyelesaikan dokumen, semua ini untuk menanggapi kebijakan baru untuk situasi saat ini di tahun ini.
Caroline Knowles. Prof. Sosiolgi dari Goldsmiths Univ di London mengatakan, di Inggris, di Prancis dan di Jerman, terdapat banyak yang anti-imigran gelap. Orang-orang Eropa merasa standar hidupnya semakin berada dalam tekanan, upah mereka berada dalam tekanan. Mereka merasa semakin miskin, maka mereka ber-reaksi terhadap pedatang gelap yang akan mengambil bagian dari apa yang sudah sedikit yang masih ada. Jadi itu di satu sisi. Di sisi lain ada satu perasaan anti-pendatang yang mengakar sangat dalam di seluruh Eropa.
Selain alasan ekonomi, ada alasan lain yang lebih mendalam mengapa Eropa menolak imigran tersebut. PM Hungaria, Vikto Orban mengatakan di TV Nasional Hungaria, “Dalam kenyataannya, para imigran yang membanjiri Eropa saat ini sudah ratusan ribu. Dalam tahun-tahun mendatang, jumlah ini akan menjadi jutaan. Suatu hari, orang Eropa akan tiba-tiba tanpa disadari dirinya akan menjadi minoritas di kampung halamanannya sendiri.”
(Bersambung .......)
Sumber & Referensi ; Media Tulisan dan TV Dalam & Luar Negeri
http://www.huffingtonpost.com/dr-rola-hallam/us-prevent-aylan-kurdi_b_8186138.html?ir=Australia
http://time.com/4041137/croatia-serbia-refugees-border-eu/
http://abcnews.go.com/Blotter/russian-anti-terror-troops-arrive-syria/story?id=15954363
http://theaviationist.com/2015/09/23/how-the-russians-deployed-28-aircraft-to-syria/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H