Sekjend PBB Ban Ki Moon merilis pernyataaan dengan mengingatkan Uni Eropa agar jangan karena masalah gelombang pengungsi dan krisis imigarasi ini menjadi krisis persatuan di Uni Eropa.
Menurut statistik UNHCR pada 2014, imigran ilegal/gelap yang tewas menyeberangi Laut Meditaranea sebanyak 3.500 orang. Dalam tujuh bulan pertama tahun 2015 pengungsi yang meninggal dalam kecelakaan maritim sudah 2.100 orang.
Mediterania menjadi kuburan bagi pengungsi, dan dijuluki sebagai “aib Eropa”. Pertanyaan mengapa pengungsi berusaha mati-matian untuk mencapai Eropa? Menghadapi gelombang pasang pengungsi ini apa latar belakang alasan negara-negara Eropa saling mendorong mencari alasan menolak?
Pada 1 September 2015, di jalur Terowongan Kereta Api (KA) antara Prancis dan Inggris, KA Eurostar yang akan menuju Inggris tiba-tiba melambat, dan berhenti di bagian wilayah Prancis 1,6 km sebelum masuk Terowongan Channel (Channel Tunnel), kondektur meminta penumpang agar tetap tenang, dan memeriksa apakah ada orang yang menyelinap naik diatas atap gerbong.
Sebuah Helikopter hovering diatas, saat polisi mengeledah gerbong dan jalur rel. Ini bukan mencari teororis, melainkan mencari pengungsi ilegal memasuki Terowongan Chennel. Malam itu ada empat KA lain berhenti ditengah jalan karena ada pengungsi yang memasuki terowongan.
Pada 28 2015, lebih dari 1.500 imigran ilegal berusaha menerobos Terowongan Channel dengan melewati pagar, dan seorang meninggal dalam peristiwa penerobosan ini.
Dari Terowongan Channel hingga ke Macedonia dan Hungaria, bentrokan antara pengungsi dan Polisi tampak terjadi hampir setiap hari, meskipun untuk pergi ke Eropa beresiko mati dan Eropa juga tidak menyambut mereka, pengungsi terus mengalir masuk.
Pengungsi (P) : Dirumah kami mengalami hal yang mengerikan, Saya merasa tidak enak karena harus pergi dari sana dengan segera. Guru dan teman kelas saya juga telah memperhatikan ini di sekolah.
Merkel (M) : Apakah Anda telah dipaksa untuk kembali ke Libanon?