Lalu apa yang membuat para pengungsi ini meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka? Kampung halaman mereka mungkin juga lebih baik. Tidak perduli seberapa baiknya Eropa, itu bukan rumah dan kampung halaman mereka.
Seperlima dari pengungsi ini didorong oleh perang yang terjadi berkelanjutan dan turbulensi di Timteng, serta berkenyamuknya IS (ISIS) yang tak terkendalikan, ini semua yang menjadi pemicu krisis pengungsi di Eropa.
Jika dilihat lebih mendalam, apa hubungannya yang membuat Perang di Timteng dengan Eropa? Ada beberapa kritikus yang mengatakan ini terjadi seperti ”Seorang mengangkat batu dan menimpakan ke kaki sendiri.” Persis sama dengan pribahasa Tionghoa (搬起 石头 砸 自己 的 脚/ban qi shitou za ziji de jiao) atau ‘Shooting itself in the foot.”
Gambaran Gelombang Pengungsi
Foto-foto bocah 3 tahun Aylan Kurdi yang binasa di pantai pesisir Turki telah menggemparkan dunia. Cerita dibalik kematian yang tragis ini lebih rumit daripada ketika pertama kali muncul .
Tubuh anak tak bernyawa di buaian pelukan seorang polisi, dan anak tenggelam di pantai telah menjadi simbol penderitaan pengungsi Syria.
Namun saga yang berakhir tragis ini sebenarnya telah terjadi selama 3 tahun sebelumnya. Banyak dari keluarga ini sebenar juga takut untuk pergi dengan cara demikian yang kemungkinan akan berakhir dengan kematian.
Pada pagi hari jam 3 pada 2 September 2015, ayah Aylan Kurdi yang berusia 40 tahun Abdullah Kurdi memboyong istri dan dua anaknya Galip berusia 5 tahun dan Aylan 3 tahun ke Bodrum Bay, pantai laut Turki berlayar menuju ke Pulau Kos Yunani untuk mengungsi menacari kehidupan baru.
Namun dua perahu kecil yang mereka tumpangi di terpa angin dan gelombang, hanya beberapa menit setelah mereka berangkat, dan kapten kapal meninggalkan mereka. menurut penuturan, Abdullah mengambil alih kemudi, tapi perahu terbalik
Abdullah menuturkan, “saya coba untuk mengambil alih kemudi, tapi kami dilanda gelombang lain, perahu terbalik. Pada akhirnya 14 orang meninggal, termasuk istri dan anak-anak saya....”