Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apa Latar Belakang Konflik Islam “ Sunni vs Syiah” di Timur Tengah (4)

8 Juli 2015   18:44 Diperbarui: 4 April 2017   17:54 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hubungan Arab Saudi dan Iran

Di Timteng Arab Saudi dan Iran dua negara besar yang sama-sama bernuansa agama yang sama Islam. Namun mereka berdua tergolong pada faksi yang berbeda. Arab Saudi berpopulasi sekitar 24 juta, 85% berfaksi Sunni, dan 15% Syiah. Iran berpolulasi 85 juta dan 91% adalah berfaksi Syiah dan 7,8% Sunni.

Tapi apa yang menjadi dasar dari konflik di Timteng?  Memang banyak konflik yang mendasar, tapi yang paling utama dan yang sangat memiliki koneksitas serta yang paling berakar, adalah konflik antara Syiah dan Sunni.

Mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak pernah berkata di sebuah acara TV pada tahun 2006, mengatakan : “Banyak pengikut Syiah Mesir yang lebih setia kepada Iran daripada pada negara mereka (Mesir).” Dan ini yang menjadi kekhawatiran Arab Saudi sebagai negara Sunni.

Bila kita amati sebelah bagian timur Arab Saudi, provinsi dimana sebagian besar minyak Saudi diproduksi. Disana juga ada minoritas Syiah Arab Saudi tinggal, mereka memiliki hubungan yang bermasalah dengan pemerintah.

Apa yang menjadi keluhan utama Syrah di timur Arab Saudi? Mengapa terlihat adanya kebencian abadi  terhadap Syiah? Karena sejak berdirinya Arab Saudi, tidak ada menteri dari kaum Syiah bahkan sebagai deputipun belum pernah ada. Demikian menurut Waleed Suais, seorang aktivis Human Right Arab Saudi.

Pemerintah Arab Saudi sebenarnya khawatir poluplasi Syiah domestik akan membentuk aliansi dengan Iran yang membuat ketidak stabilan dalam negeri. Jadi pertarungan antara faksi agama merupakan salah satu akar dari kebuntuhan antara Arab Saudi dan Iran.

Namun, bagaimanapun Arab Saudi dan Iran pernah terjalin hubungan baik dan mengalami masa bulan madu.

Pada 1929, Arab Saudi dan Iran terjalin hubungan diplomatik, dan menanda tangani perjanjian persahabatan. Namun karena faktor-faktor perbedaan agama, dan pengakuan Iran terhadap negara Israel, hubungan mereka menjadi tidak terlalu aktif.

Pada tahun1960an, setelah Raja Faisal dari Arab Saudi dan Shah Iran Reza Pahlevi saling mengujungi satu sama lain, hubungan kedua negara ini mulai cair dan hangat. Dan perlu diingatkan pada waktu itu kedua negara ini menjadi negara sekutu AS.

Membicarakan tentang konflik agama, tapi jika kita mengingat 40 tahun yang lalu pada tahun 1970an, saat itu Iran masih dibawah sistem Shah.  Arab Saudi dan Iran menjadi nagara sahabat yang paling dekat. Iran disebut “Polisi Teluk” karena melindungi Arab Saudi.

Demikian juga dengan Sunni dan Shyiah, mengapa pada saat itu tidak ada konflik ? Masalah ini sangat jelas bisa dilihat tidak ada hubungannya dengan sistem mereka, kebijakan luar negeri mereka, mereka bisa berdampingan bersama-sama, selama mereka menjadi sekutu AS. Itu yang menjadi akar masalah.

Setelah Revolusi Iran tahun 1979, Iran tiba-tiba menjadi negara anti-Amerika. Dan sejak itu di Teluk terjadi konflik yang sangat intens antara Iran dengan Arab Saudi.

Pada tahun 1979 “Revolusi Islam” meletus di Iran, telah menakjubkan dunia, Iran menjadi jawara/warrior dalam anti-Amerika di Timteng. Sejak itu hubungan Iran-Arab Saudi-AS tiba-tiba menjadi memburuk, yang lebih penting lagi pasca Revolusi Iran, revolusi ini mengancam supremasi Kerajaan Arab Saudi.

Pemerintah baru Iran mengadopsi prinsip “mengekspor revolusi”, atau menyebarkan Islam Syiah Iran ke negara-negara lain yang berpopulasi Islam. Pemimpin Revolusi Iran, Ruhollah Khomeini juga jelas menyatakan bahwa monarki dan sistem pengusasa turun menurun bukanlah tradisi Islam, dan monarki turun-temurun itu bertentangan langsung dengan Islam. Langkah-langkah Iran ini barang tentu menjadi tantangan serius bagi Kerajaan Arab Saudi.

Iran mengekspor revolsuinya jauh dari dunia Arab, karena sebagian besar dari Irak selatan memang sudah menjadi daerah utama Syiah dan ada banyak orang berdarah Persia disana, jadi mudah bagi mereka untuk mengekspor revolusinya.

Di Irak pada rezim Saddam Hussein yang dari faksi Sunni serta minoritas selalu menekan faksi Syiah yang mayoritas. Revolusi Islam Iran menyebabkan perang Iran-Irak yang terjadi setahun setelah revolusi. Pengamat luar melihat ini benar-benar perang antara Syiah dan Sunni.

Dalam periode perang Iran-Irak ini, Arab Saudi melakukan banyak hal. Di satu sisi mendanai Saddam Hussein, sehingga dia bisa bertarung dengan baik atas nama Arab. Dan Arab Saudi juga berkesempatan untuk menumpuk senjata di gudang untuk persiapan perang. Mereka membeli senjata dari AS berupa pesawat AEW (pesawat pengringatan dini), F-15 dan Kapal Perang dari Amerika. Pembelian ini bukannya untuk mempertahankan diri Saddam Hussein dari Iran, tapi menyadari bahwa setelah Revolusi Islam, Iran ingin mengekspor revolusi dan itu akan mengancam seluruh wilayah Arab.

Sejak Republik Islam Iran berdiri, Iran terus menerus berharap untuk memperluas pengaruhnya di kawasan ini atas nama Islam Syiah. Dengan didasarkan kebijakan ini, Iran terus mendukung penuh pembentukan pemerintahan Syiah di negara-negara tetangganya.

Pada tahun 1985, dengan bantuan Iran, Hizbullah didirikan di Lebanon. Dan untuk melawan pengaruh Iran, Arab Saudi bersatu dengan monarki lain di kawasan Teluk membentuk “Gulf Cooperation Council’(GCC). Dengan membentuk front bersatu, bersama Mesir dan Yordania untuk menentang Iran.

Dari perspektif Iran sebagai entitas bangsa, itu merupakan posisi geostrategis dengan Arab Saudi, dan itu memungkin dianggap menantang jaminan masa depan pengembangan Arab Saudi dalam ideologi  dan putaran sistem politik.

Ini suatu pertarungan antara model, untuk melihat mana yang akan menang dan yang akan kalah. Dipandang dari perspektif jangka panjang, Iran tumbuh lebih kuat dan tampaknya sangat mengancam kekuasaan keluarga Kerajaan Arab Saudi.

“Komersant” yang berbasis di Rusia menuliskan, dalam rangka untuk memperjuangkan posisi mereka sebagai kekuatan utama, Arab Saudi dan Iran akan terus silih berganti berlawanan (seperti siang dan malam).

Majalah “Time” Amerika, menganalisis dengan menuliskan :” Pertarungan antara Arab Saudi dan Iran bukan hanya kontes antar faksi agama, tapi juga kontes kekuasaan.” Kedua negara ini coba menggunakan negara-negara yang relatif  lemah di wilayah ini untuk mempeluas pengaruh mereka.

Tapi dengan timbulnya kekacauan dalam pemerintahan Yaman dan munculnya milisi Houthi, Arab Saudi berada dipihak yang dirugikan di medan kunci ini. Di Syria, Lebanon dan Irak, pengaruh Iran terus berkembang ini bahkan membuat Arab Saudi menjadi lebih buruk. Karena dari siapa Arab Saudi akan mendapatkan dukungan yang lebih kuat lagi?  

Arab Saudi adalah negara terbesar dan terkaya di dunia Arab. Tapi teknologi dan industrinya tidak maju seperti Mesir. Militernya memiliki peralatan yang terbaik, tapi sejauh kemampuan tempurnya sangat rendah, militernya belum pernah mengalami test dalam skala besar.

Tapi Arab Saudi memiliki kemampuan untuk mengendalikan situasi di Timteng. Ambil contoh Mesir misalnya, mereka memiliki kekuatan politik yang sangat kuat, tetapi tidak memiliki uang. Untuk ini Arab Saudi bisa membantu di sana. 

Dalam hal ini Arab Saudi bisa memberi mereka lebih dari US$ 10 milyar, sedang negara lain hanya memberi ratusan juta dollar atau mungkin hanya satu atau dua milyar dollar saja dan itu juga dengan kondisi. Lain lagi dengan Arab Saudi ketika memberikan Mesir US$ 10 milyar dengan tanpa syarat.

Saat ini, Arab Saudi merupakan negara yang ekonominya teratas di Timteng, tapi untuk politik dan sosial dapat dikatakan Mesir nomor satu jika dibandingkan kedua negara ini dengan Arab Saudi.

( Bersambung ..... )

 

Sumber & Referensi : Media TV & Tulisan Dalam negeri dan Luar Negeri

http://www.albayyinat.net/jwb5ta.html

http://www.dw.com/id/syiah-sunni-kebencian-mengakar-di-arab-saudi/a-18492316

https://www.selasar.com/budaya/mengurai-konflik-sunnisyiah

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun