Untuk mengadaptasi kebutuhan perang masa depan, kekuatan militer berusaha mengembangkan senjata dan peralatan canggih yang dapat mendominasi medan perang masa depan, antara lain DRONE atau Pesawat Terbang Nirawak --- UAV (Unmanned Aerial Vehicle-UAVs) atau UAS (Unmanned Aerial System) menjadi hal yang menarik untuk kita ketahui.
Pada kampanye Presiden Jokowi mengemukakan akan menggunakan Drone atau pesawat tanpa awak UAV untuk mengamankan wilayah laut RI. Kabarnya kini UAV yang di-idamkan adalah Global Hawk bikinan Northtrop Grumman AS, yang nama lengkapnya RQ-4 Gobal Hawk, dengan Varian barunya MQ-4C Triton yang dirancang khusus untuk pengawasan maritim.
Memang tidak salah jika Pemerintahan Jokowi harus lebih memperhatikan wilayah laut kita, mengingat wilayah RI yang 5.180.053 km2 daratannya hanya 1.9922.57 km2, jadi hampir 70% merupakan lautan, yang terdiri dari kira-kira 17.000 pulau dan memiliki garis pantai terpanjang di dunia sepanjang 81.000 km atau 15% dari garis pantai dunia. Dan berbatasan dengan sepuluh negara. Jadi tidak salah jika Pemerintahan Jokowi lebih memilih pembangunan maritim, yang tampaknya kurang begitu diperhatian oleh beberapa rezim pemerintahan terdahulu.
Memang jika pertahanan kita kuat terutama dalam pertahanan udara dan maritim kuat, lautan wilayah kita tidak hanya akan menghasilkan keuntungan dari perikanan saja yang sekarang sudah mulai digenjot oleh Menteri Kelautan dan Perikanan—Susi Pudjiastuti yang sangat maju pemikirannya. Tapi kita bisa membuat jalur Tol berlayar untuk jalur dalam dan penting antara lautan Pasifik dan Lautan Hindia, dari utara ke selatan di mana kapal-kapal yang akan melintas dari laut Jawa ke Samudra Hindia di selatan Pulau Jawa dan Sumatera di Selat Sunda dan Selat-Selat yang ada di NTT untuk dipungut bayaran seperti Terusan Suez dan Panama. Karena kalau tidak mereka harus berputar jauh. (Namun posisi kita di dunia harus kuat dulu).
Pada Agustus tahun lalu, Mantan Brigjen Sisriadi Kepala Puskom Publik Kemenhan menyatakan TNI-AU sedang menyiapkan satu skuadron khusus pesawat terbang tanpa awak (UAV) sebanyak 12 unit yang akan ditempatkan di Lanud Supadio, Pontianak.
6 unit UAV dari 12 unit yang akan ditempatkan disana merupakan produk dalam negeri yang diberi naman “Wulung”. Sisanya dibeli dari luar negeri. Sedang 6 unit UAV ini dibuat oleh konsorsium Dirgantara Indonesia, Kemenhan, Kemenristek. Dan 6 unit sisanya dibeli dari Filipina.
Tapi perlu diingat bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini, kekuatan militer global telah menguncurkan dana untuk pengembangan berbagai UAV untuk penggunaan dalam operasi militer. UAV Stealth yang berkemampuan seperti pesawat pembom berawak juga sudah mulai muncul dan berhasil dengan baik. Dewan Ilmu Pertahanan AS (The US Defense Science Board) dalam sebuah laporannya menyatakan bahwa UAV akan dengan cepat menjadi “titik kritis” dalam urusan global.
Saat ini, semua negara kekuatan utama khususnya ingin bersaing untuk coba menjadi lehih unggul dalam medan perang dengan menggunakan UAV dan sangat terlihat bahwa kompetisi UAV antar semua negara terlihat sudah mulai.
Di AS pada 22 April lalu, diatas langit pantai Maryland sebuah pesawat tanpa awak X-47B (UAV) berhasil melakukan percobaan terbang pengisian bahan bakar dengan pesawat tanker K-707 di udara.
Menururt analis militer, dengan X-47B sebagai pesawat Stealth (siluman) dan berkemampuan mengisi bahan bakar di udara, dan kapasitas tempurnya juga sudah ditingkatkan, ini berarti kemampuan daya serang kapal induk AS akan lebih meningkat.
Pengamat militer mengatakan bahwa X-47B UCAV (Unmanned Combat Aerial Vihicle), kini berkemampuan dalam memperoses teknologi informasi sangat besar. Tingkat kecerdasannya telah mencapai ketingginan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pesawat ini bisa lepas landas secara otomatis, mencari target otomatis, mengevaluasi sasaran secara otomatis, dan menyerang sasaran secara otomatis, dan membuat kajian ke-effektifan secara otomatis. Jadi keseluruhan proses benar-benar nirawak.
Saat ini AS telah menetapkan jalur pengembangan sistem UAV untuk generasi berikutnya, berencana untuk meningkatkan sejumlah besar UAV yang berkemampuan untuk melakukan misi offensif udara-ke-darat selama 10 tahun ke depan. Juga meningkatkan drone dengan bersifat stealth dan stealth radar, scouting yang terintegrasi dan berkemampuan tempur seperti drone “Global Hawk” dan “Predator”.
Menurut laporan dari situs UAS Vision, pada 9 Januari 2015, seri drone RQ-4 “ Global Hawk” milik AU-AS telah mencatat rekor baru dengan terbang selama 781 jam dalam satu minggu. UAV ini merupakan yang paling maju dari AU-AS dan bahkan dunia, dipersenjatai dengan tiga perangkat pengintai, termasuk radar sintetik aperture*1, kamera TV dan detektor inframerah, serta peralatan pertahanan perang elektronik dan perangkat komunikasi digital.
(*1 , Synthetic Aperture Radar (SAR), radar yang biasa digunakan untuk airbone/spacebone, radar pencari jalur penerbangan dari platform untuk menstimulasikan antena besar atau terbuka secara elektronik, yang menghasilkan citra pengindaeraan jauh resolusi tinggi)
Menurut test data daya tahan terlama Global Hawk 48 jam, untuk terbang selama 2 hari. Bagi pesawat berawak untuk terbang dua hari siang malam akan sulit dilakukan seorang pilot, tidak perduli seberapa trampil dan baiknya kondisi pilot untuk melakukannya. Si pilot tidak mungkin untuk tidak makan, minum, tidur dan bahkan untuk buang air sekalipun. Kebutuhan seorang pilot seperti ini sangat sulit untuk bisa diatasi.
Tuntutan UCAV Dan Perlombaan Negara-Nagara
UCAV atau Drone tempur harus berkemampuan untuk bisa memprediksi apa yang akan terjadi dalam medan perang, bahkan ini masih belum cukup. Perlu juga memprediksi apa yang akan terjadi dan mengkombinasikan semua petunjuk bersama-sama.
Biasanya antena satelit ditempatkan di dalam dom besar dan pada UCAV perangkat ini ditempatkan di ruang kokpit yang biasa pada pesawat berawak untuk pilot, perangkat ini pada dasarnya dapat men-transfer informasi kembali ke semua sudut di bumi melalui setiap satelit.
UAV General Atomic MQ-1 Predator, General Atomic MQ-9 Reaper dan UAV lainnya milik AU-AS telah memperoleh keberhasilan yang menakjubkan di medan perang Afganistan dan Irak.
Pengembangan UAV dan UCAV menjadi eksplorasi untuk transformasi model perang AS, orang Amerika sedang berpikir untuk perang nirawak.
Sehingga banyak negara berlomba untuk mengembangkan UAV dan UCAV. Eropa juga telah membuat keputusan yang cepat untuk peralatan tempur utama dari AU dan AL masa depan mereka. Mereka juga memilih untuk mengembangkan UAV dan UCAV.
Saat ini di kawasan Eropa, Inggris, Prancis dan Jerman semuanya memiliki pusat penelitian untuk pengembangan dan pembuatan sistem, serta me-manufaktur sendiri. Semua coba saling bekerjasama merancang dan memproduksi pesawat tempur nirawaknya yang lebih canggih.
Ketiga negara yang paling aktif ini untuk pengembangkan UAV bersama, ternyata tidak dapat mencapai kesepakatan pada teknologi, taktik, dan indikator untuk UAV masa depan. Maka pada akhirnya Inggris, Prancis dan Jerman masing-masing membangun program penelitian sendiri yang dinamai masing-masing : “Dassault nEUROn” ; “Taranis” ; “Barracuda”.
Kembali pada tahun 1970, sesuai dengann kondisi nasional Israel menyusun rencana pengembangan UAV dan melakukan beberapa serie pengembangan, kini mereka memiliki UAV lebih dari 20 jenis, termasuk “Sprewer”, “Scot”, “Skylark”, “Heron” dan “Searcher”, dan banyak lagi yang masih dirahasiakan.
Menurut situs UAS Vision, pada 21 januari 2015, mantan AU Rusia mengatakan bahwa designer Russian membangun dan mengembangan UAV generasi ke-6 berdasarkan “Skat” proyek penelitian tempur prototipe UAV.
Pada Air Show ke-8 MAK di Moskow pada 2007, “Skat” Stealth UAV Rusia memulai debutnya. Saat ini.Rusia sedang mengembangkan UAV baru dengan berkemampuan terbang jarak menengah , yang memiliki fungsi pengawasan (surlaillance) dan penyerangan.
Pada 21 Nopember 2013, “Sharp Sword” UAV Stealth Tiongkok berhasil melakukan terbang perdana dan sukses. Setelah AS dan Prancis, Tiongkok menjadi negara ke-3 di dunia yang memiliki UAV Stealth (siluman).
Seperti dalam laporan Depeartemen Pertahanan AS yang dibuat tahun 2003, menunjukkan dalam “Rencana Untuk Sistem Terpadu UAV”( “Unmanned Systems Integrated Roadmap”) bahwa kini pesawat tanpa awak telah menjadi alat penting bagi komando operasional angkatan bersenjata AS.
Sesuai dengan laporan Dewan Penelitian Ilmu Pertahanan AS yang menekankan UAV dari AU-AS akan mencapai 80% pada 2020, karena AS ingin tetap mempertahankan memimpin dalam penerbangan dunia, dan secara komprehensif tetap ingin menjadi paling unggul dalam persenjataan di dunia, maka dari itu AS mempercepat pengembangan UAV.
(Bersambung ......... )
Sumber : Media Tulisaan & TV Luar Negeri
http://www.4erevolution.com/en/ravitaillement-en-vol-drone-x-47b/
http://www.navy.mil/submit/display.asp?story_id=86710
http://www.army-technology.com/projects/shadow200uav/
http://www.airforce-technology.com/projects/neuron/
http://www.boeing.com/features/2013/04/bds-x48c-04-24-13.page
http://www.gizmag.com/nasa-x48c-blended-wing/26010/pictures#3
http://www.space.com/20967-air-force-x-51a-hypersonic-scramjet.html
http://foxtrotalpha.jalopnik.com/irans-flying-rq-170-sentinel-copy-is-more-rc-toy-than-d-1658054647
http://theaviationist.com/category/captured-stealth-drone/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H