Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dilemma AS dalam Mengeleminasi ISIS (3)

14 Juni 2015   15:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:03 936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika AS mempimpin GCTF (Global Countertrorrism Forum) yang dibentuk tahun lalu, Obama menekankan berkali-kali, pasukan Amerika yang telah dikerahkan di Irak tidak lagi dan tidak akan memiliki misi tempur. Misi mereka untuk penasehat dan membantu mitranya di darat. Seperti apa yang sudah dikatakan, bahwa pasukan AS bisa bergabung dengan sekutu dan menghancurkan ISIL tanpa pasukan AS berperang di daratan lain di Timteng.

AS jelas tidak akan mengirim pasukan darat. Ini sudah menjadi keptusan mati bagi Obama ketika membentuk GCTF tahun lalu. Metode tempur forum ini harus dengan serangan udara. Tapi tanpa adanya pertempuran pisik langsung di lapangan, untuk ingin menghancurkan ISIS tampaknya merupakan misi yang mustahil.

Pengamat mengatakan, tujuan akhir dari serangan udara tidak bisa menghabisi pasukan darat ISIS, karena orang-orang ISIS yang ada di daratan ini biasa bercampur dengan warga sipil, dan mereka mendapat dukungan sipil, jadi dalam hal ini tidak bisa membunuh setiap orang di wilayah strategis. Selama tidak dengan jumlah pasukan darat yang cukup untuk menggelar serangan darat, maka ISIS akan terus eksis.

“Wall Street Jounal” yang berbasis di AS menuliskan, kota-kota kunci di Syria dan Irak akan terus jatuh, dan mengekspose kelemahan strategi AS dalam berurusan dengan ISIS. Dan semakin banyak ahli militer AS yang percaya, AS harus mengirim pasukan darat, bukan hanya mengandalkan “dukungan udara terbatas dan bantuan militer”.

George Poloki, Mantan gubenur New York mengatakan “Saya sih tidak akan merugikan Amerika dengan mendaratkan orang Amerika untuk menghancurkan pusat-pusat pelatihan dan pusat perencanaan (ISIS). Saya tidak ingin melihat kita memasukan 1 juta tentara, menghabiskan 10 tahun dan triliunan dollar untuk mencoba men-demokrasikan negara dimana itu masih belum ada. Tapi mengirim pasukan, menghancurkan pusat pekrekrutan mereka, menghancurkan daerah dimana mereka ingin merencanakan untuk menyerang kita di sini (AS), dan kemudian keluar, dan meninggalkan catatan kecil di belakang. Kalian datang, demikian juga kita. Tidak ada perang 10 tahun, tidak ada korban besar, tetapi untuk melindungi kehidupan Amerika sebelum kita diserang disini.”

Namun suara keras demikian juga menyulitkan bagi arus utama di AS. Pada 11 Pebruari 2015, Presiden Obama secara resmi meminta Kongres untuk memberinya wewenang untuk melakukan putaran baru untuk memerangi ISIS, tetapi permintaannya ditolak.

Jadi dapat dikatakan bahwa ISIS bisa menjadi serperti sekarang ini sebagai akibat dari sikap pemerintah dan masyarakat  AS.

Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Depertemen Petahanan AS, anggaran dasar Dephan AS untuk tahun fiskal 2016 sebesar US$ 534 milyar, alokasi untuk oeprasi militer melawan ISIS, termasuk untuk pelatihan ISF dan penyediaan persenjataan dan peralatan mereka, hanya US$ 5,3 milyar atau hanya 1% dari anggaran tersebut.

Pengamat melihat AS dalam memerangi ISIS terlihat canggung, sepertinya adanya lingkaran setan. Karena di satu sisi, ketika mereka pertama kali mengumumkan ingin menyerang ISIS, dan menekan ISIS bahkan menghancurkannya, tetapi ada kekurangan yang menyolok antara metode dan tujuannya. Ini yang disimpulkan setiap analis, hanya mengandalkan serangan udara saja tidak akan bisa menghancurkan ISIS.

Tapi AS telah memutuskan yang cukup tegas sebagai bottom line tidak akan mengirim pasukan darat. Jika melihat kondisi saat ini pengamat tidak melihat adanya tanda-tanda AS mungkin akan mengirim pasukan darat masuk. Terlihat bahwa AS kini masuk dalam lingkaran setan. Jadi bisa diprediksi strategi AS tidak akan memiliki perubahan besar dalam waktu dekat ini.

Dan bisa dikatakan bahwa GCTF yang dibentuk AS September 2014 yang lalu juga tidak effektif. Arab Saudi adalah sekutu paling penting dari AS di kawsan teluk, sedang salah satu tujuan yang paling jelas ISIS untuk mengambil alih kota suci Mekkah dan Medina di Arab Saudi. Untuk langka penting dalam menangani ISIS, Saudi Arabia saat ini sedang membangun tembok sepanjang 600 mil atau 900 km untuk pemisah dengan negara Irak. Tembok ini akan dimulai dari barat di kota Tuarif yang berbatasan dengan Yordania, dan akan berakhir di sebelah timur di perbatasan Arab Saudi dan Kuwait di Hafar Al-Batin. Yang dimulai sejak 5 September 2014.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun