Semua itu meninggakan keragukan dalam diri Descartes, sehingga ia menulis demikian:"Saya menemukan diri saya sendiri dipenuhi sedemikian banyak keraguan dan kekeliruan sehingga saya berpikir bahwa saya tidak memperoleh apapun dalam usaha saya untuk menjadi orang terdidik, kecuali hanya meningkatkan pengakuan atas ketidaktahuan saya."Â
Descartes sendiri kemudian melimpahkan kesalah itu kepada filsafat. Mengapa filsafat yang harus salah apabila tidak ada kepastian dalam matematika, misalnya? Ia menjawab bahwa karena filsafat adalah induk dari semua ilmu pengetahuan. Dengan menggunakan analogi pohon, Descartes mengatakan:
"Dengan demikian, keseluruhan filsafat itu seperti sebuah pohon. Akarnya adalah metafisika, dahannya fisika, dan ranting yang muncul dari dahan itu adalah semua ilmu lainnya, yang dapat direduksi kepada tiga ilmu utama, yakni kedokteran, mekanika dan moral atau etika."Â
Bagi Descartes, kelemahan itu harus diatasi dari dalam diri filsafat itu sendiri sebagai sumber ilmu pengetahuan sehingga bangunan baru ilmu pengetahuan dapat membawa kepastian bagi semua orang.
Dalam kasus RS, kita bisa melihat sebuah pemikiran yang hamper parallel. Kita semua tahu bahwa RS bukanlah pemain baru dalam pentas public Indonesia Raya. Ia dikenal luas sebagai aktris, seniman dan aktivis. Kehandalan RS terletak pada subyektivitas atau kedasaran-diri yang menolak berafiliasi dengan kejahatan apapun -- social, ekonomi, politik, agama -- yang mendevaluasi kemanusiaan dan keberadaban manusia dan public Indonesia.Â
Sebagai wanita modern, RS tampil di ruang public melawan otoritas Orde Baru yang lalim. Ia memiliki segudang pengalaman ketidakpercayaan terhadap produk ilmu dan filsafat yang diajarkan oleh otoritarian di masa lampau. Dengan subyektivitas atau kesadaran penuh, RS bersama rekan-rekan aktivis mencoba membangun sebuah tatanan berpikir yang pasti.Â
Dalam keragu-raguan, RS mencoba malawan semua produk pengetahuan dan filsafat yang diinjeksikan ke dalam otak masyarakat dan membangun sebuah rumah filsafat (pandangan hidup, cara hidup) yang baru dan pasti bagi semua orang.
Apakah RS berhasil membangun rumah filsafat yang baru sebagaimana diidamkannya? Ternyata tidak. RS malah menyalahkan "setan" sebagai penyebab turur wicaranya. RS akhirnya sadar dan mengakui kebenaran perkataan Descartes bahwa orang banyak sering dalam berpikir dan menilai sesuatu. Pikiran atau kesadaran tidak selamanya bisa membawa kita kepada kepastian dan kebenaran.Â
Tidak cukup bahwa RS dan kelompok afiliasinya memiliki subyektivitas atau kesadaran diri. Yang paling penting ialah apakah pikiran atau kesadaran itu dapat diwujudnyatakan secara tepat dalam hidup bersama. Di sinilah letak keretakan subyektivitas RS dan kelompok afiliasinya. Rumah filsafat baru bagi Indonesia Raya sudah roboh berantakan sebelum berhasil dibangun sebagai rumah bersama.
RS dan Argumentasi Setan (Cerdas yang Jahat)
Sekarang ketika rumah filsafat yang baru itu roboh berantakan oleh "pencipta hoax terbaik", RS kemudian menggunakan argumentasi "setan" untuk pembenaran tutur wicaranya. Descartes menjelaskan bahwa di balik segala keraguannya yang mendasar terhadap bangunan ilmu pengetahuan dan filsafat, ia turut meragukan eksistensi dunia (apakah dunia ini ada).Â