Mohon tunggu...
maken awalun
maken awalun Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Filsafat Bola, Antara Konsep Ruang dan Gerakan

16 Juni 2018   12:10 Diperbarui: 19 Juni 2018   13:24 3382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
cristiano ronaldo/goal.com

Dunia lagi "demam" sepak bola. Tua-muda, besar-kecil, kaya-miskin, larut dalam eforia perhelatan sejagat ini. Eforia ini bahkan membuat sebagian orang tak tanggung-tanggung menghabiskan waktu untuk nonton bersama keluarga, kenalan dan rekan. Juga tak kalah penting adalah betapa banyak duit yang dikeluarkan demi kebersamaan.

Dalam kebersamaan itu, seorang rekan menanyakan kepada saya bagaimana kita bisa memaknai sepak bola secara filosofis?

Untuk menjawabnya, saya akan mulai dengan mengangkat data empiris melalui analisis Luke Bornn, Vice President of Strategy and Analytics for the Sacramento Kings, and Javier Fernandez, Data Scientist at FC Barcelona, dalam penelitian yang dipresentasikan di MIT Sloan Sports Analytics Conference (Boston).

Kemudian, saya akan mengangkat dua konsep utama yang menjadi pokok perhatian dalam analisis tersebut untuk permenungan filsafat.

Hasil Penelitian

Dalam penelitian tersebut, Bornn dan Fernandez mengungkapkan bahwa sepak bola pada hakikatnya adalah sebuah permainan yang menekankan pentingnya "ruang" (space) dan "gerak" (movement). Menurut mereka, "Soccer is fundamentally a game of space and movement..." 

Dengan 2 konsep itu, setiap pemain menciptakan "ruang" bagi dirinya sendiri dan bagi rekan lain, namun pada saat yang sama menciptakan nilai yang lebih tinggi dengan "bergerak" ke ruang dan lokasi lawan.

"We can see at every instant the location of each player and the ball, and from this deduce how players' movements create space for themselves and others. We can also see whether they do that actively, by running into open spaces, or passively, by staying in high-value locations while the play shifts away." (https://fivethirtyeight.com/features/messi-walks-better-than-most-players-run/)

Pernyataan ini mengungkapkan kepada kita 2  konsep penting dalam filsafat.

PERTAMA, konsep ruang. Pergerakan para pemain menciptakan "ruang" bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Ruang adalah tempat tinggal, rumah bagi para pemain. Mereka menempati ruang demi mempertahankan eksistensi dirinya sendiri, eksistensi tim bahkan negaranya. Entah berada di sisi kiri atau kanan, ruang adalah lokasi yang membuat para pemain melihat diri mereka berharga bagi orang lain.

Kemampuan mempertahankan ruang yang ditempati untuk tidak dimasuki oleh orang lain adalah perjuangan yang tiada hentinya selama babak pertandingan berlangsung. Ruang, dengan demikian, adalah perwujudan cara berada setiap pemain untuk mempertahankan jati dirinya sebagai individu, sebagai tim, sebagai negara, sebagai manusia.

KEDUA, konsep pergerakan. Para pemain secara aktif berlari, "bergerak" ke ruang atau tempat yang terbuka, atau secara pasif tetap di tempat untuk mempertahankan ruang/lokasinya.Para pemain memliki dua model untuk mempertahankan eksistensnya, yaitu berlari melewati ruang orang lain dan tetap di tempatnya sendiri.

Berlari menyeberang ruang orang lain menunjukkan bahwa setiap pemain adalah individu yang dinamis. Individu yang senantiasa "bergerak keluar diri" untuk mendapatkan yang terbaik. Hal bergerak keluar dalam sepak bola bukan dengan kekerasan melainkan dengan keindahan lekukan tubuh yang memainkan secara bersama bundaran bola.

Tetapi ada pula strategi dalam mempertahankan eksistensi, yaitu dengan tetap berdiam di tempat. Tetap berada di tempat bukanlah sebuah tindakan statis dan pasif melainkan, "tindakan aktif" untuk membuat perhitungan bagaimana jalan terbaik melewati demarkasi dan separasi.

Berdiam di tempat adalah tindakan refleksi untuk kemudian melakukan antiasipasi. Meminjam istilah Hannah Arendt, tindakan ini disebut sebagai "logika penyeberangan" yaitu kemampuan untuk menempatkan eksistensi pada eksistensi orag lain. Logika penyeberangan dalam sepak bola adalah tindakan melewati ruang tim lawan untuk menciptakan kemungkinan gol dan kemanangan bagi diri sendiri dan orang lain (tim, negara).

Menurut penelitian Bornn dan Fernandez, contoh terbaik dalam filsafat sepak bola adalah Messi. Menurut analsis mereka terhadap penampilan Messi, keduanya mengatakan:

"Messi may get the ball more than most, but he, like all players, still spends the majority of his time without it --- making runs, hiding in space, creating space for his teammates. It's an integral part of his game that we know almost nothing about. The outcomes are there for all to see, but the process is obfuscated --- we observe and quantify what Messi does on the ball, and are blind when he is off it." (Boston.https://fivethirtyeight.com/features/messi-walks-better-than-most-players-run/).

Mereka berkesimpulan bahwa walaupun kadang terlihat Messi [hanya] berjalan saat pertandingan, namun ia ternyata lebih baik daripada semua pemain lain yang berlari dalam lapangan.

Mengapa?

Ketika Messi berjalan, ia menciptakan ruang bagi rekan lain untuk menciptakan gol. Ketika ia bergerak, ia membawa nilai baru dengan menciptakan gol bagi timnya. Ken Early bahkan mengatakan "only Messi has figured out how to win matches by moving less than everyone else." (Sumber)

Refleksi bagi Kita

Konsep "ruang" (space) dan "pergerakan" (movement) sangat penting untuk manusia. Hal ini tidak bisa dinafikkan karena manusia senantiasa hidup dalam ruang dan pergerakan terus menerus. Dalam ruang dan pergerakan itu, manusia hidup bukan bagi dan dengan diri sendiri malainkan dalam kebersamaan dengan orang lain.

Perhelatan sepak bola sejagad ini seharusnya menjadi suatu kesempatan untuk memaknai dan melakoni eksistensi diri dan koeksistensi yang dinamis. Berwarna-warni suku bangsa, bahasa, dan latar belakang yang hadir dalam perhelatan empat tahunan ini menggambarkan keindahan"proses menjadi manusia". Keindahan "proses menjadi manusia" ini tidak terjadi dalam sebuah situasi solipsis, separatis dan lokalitas melainkan berlangsung seumur hidup dalam sebuah jalinan relasi yang dinamika secara universal.

Dalam keindahan proses menjadi manusia universal ini, setiap anggota tim, sebagai person, berlari mengejar impian dan cita-cita menciptakan gol kemanangan. Namun pada saat yang sama, setiap anggota tim membuka ruang bagi rekan lain untuk menciptakan terobosan dan gol bagi dirinya sendiri.

Di sini kita bisa melihat sebuah "keindahan Tim" yaitu keseimbangan antara aspek individualitas dan komunalitas. Dalam "keindahan tim ini  setiap individu berjuang menciptakan kebaikan dari dirinya sendiri dan untuk keseluruhan atau kebersamaan, namun pada saat yang sama kebersamaan membuka peluang bagi setiap individu untuk menyatakan kebaikan dan kelebihannya bagi keseluruhan.

Kita tidak pernah ada dalam pergerakan dengan diri sendiri. Kita senantiasa ada dalam pergerakan bersama dan dengan orang lain. Kita membutuhkan kebersamaan demi kemungkinan pernyataan eksistensi diri pribadi. Pada saat yang sama pribadi person harus diberikan ruang gerak dalam kebersamaan untuk menyatakan kebaikan bagi keseluruhan. Sebab kita hanya bisa memenangkan diri sendiri dan kebersamaan hidup ketika kita bergerak bersama dan dengan sesama.

Makna lain yang tersurat secara jelas dalam penelitian itu adalah masalah ketenangan atau sikap diam. Kita harus mencitakan ruang bagi diri sendiri di mana kita bisa berjalan dalam pertandingan dan perjuangan meraih kemenangan. Kita perlu diam, melihat arah gerak bola dunia, melihat gerak setiap rekan dan melihat gerak kebersamaan tim.

Mengapa harus ada skimp "diam" atau tenang dalam sepak bola? Bola itu bulat. Lapangan itu panjang dan lebar. Seorang pemain tidak bisa melihat seluruh sisi dan dimensi bola. Demikian pula, seorang pemain tidak bisa melihat seluruh lapangan dari tempat di mana ia berada. Ia membutuhkan kecermatan untuk menangkap semua sisi-dimensi dan melukan ekspansi ke ruang lawan dengan tepat. Ketepatan membidik ini membutuhkan sikap tenang, pemikiran dan refleksi yang tepat.

Kita memerlukan waktu diam untuk berpikir, merenung, berefleksi. Filsuf Socrates mengatakan "Hidup yang tidak dipikirkan tidak layak untuk dihidupi". Kita tidak hanya membutuhkan hidup. Kita juga membutuhkan waktu tenang dan merefleksikan apa arti, esensi dan tujuan hidup kita. Kita perlu waktu diam untuk merefleksikan bagaimana cara merebut kemenangan melawan diri sendiri dan bersama-sama meraih kemenangan melawan arogansi dan tantangan bangsa. 

Dunia global dewasa adalah rangkaian perhelatan dan persaingan "multiplicity of reasons". Seseorang atau sebuah institusi atau sebuah negara tertentu tidak bisa mengklaim sebagai pemilik kebenaran dan kebaikan tunggal. Konsep kebanaran dan kebaikan sudah harus menjadi hasil diskursus bersama semua warga publik yang bebas dari tekanan dan dominasi. Ini harus bergerak dari setiap pribadi menuju sesama, dan dalam kebersamaan saling mendukung untuk kesejahteraan semua.

Dalam diam, kita menemukan peluang menciptakan kemenangan bagi diri sendiri, sekaligus membuka peluang bagi sesama untuk menciptakan gol dari diri sendiri untuk kebahagiaan sesama. Nilai tertinggi kemenangan adalah ketika kita bergerak bersama-sama menerobos palang pintu lawan "diri kita sendiri". Kita harus bergerak bersama melewati garis demarkasi dan ruang separatis yang memenjarakan kemungkinan menciptakan kemenangan bersama. 

Sepak bola, adalah sebuah pernyataan eksistensi manusia. Ia membuat kita mampu memahami diri sendiri yang terbatas. Ia juga membuka ruang untuk mengevaluasi eksistensi orang lain. Sebab kepribadian seseorang, khususnya emosinya, terlihat nyata dalam olah raga. Ia juga menciptakan kemungkinan untuk disharmoni dan khaos ketika rambu-rambu permainan dilanggar melalui tingkah laku dan kata-kata yang kasar terhadap orang lain, entah sesama tim maupun tim-lawan. Dengan demikian, disharmoni dalam sepak bola adalah bentuk pergerakan ke ruang lawan yang yang mengabaikan sikap refleksi.

Dalam konteks ini diperlukan nilai lain yang fundamental yakni penguasaan diri (self-mastering). Penguasaan diri merujuk pada kemampuan untuk menjadi "tuan" atas kecenderungan dan emosi atau impils-impuls personal. Kemampuan etis ini menjadi landasan agar orang terbebas dari sikap sombong, angkuh, cemburu, amarah dan segala sikap irasional yang dapat menjadi ancaman bagi orang lain baik dalam tim sendiri maupun sesama pemain.

Penguasaan diri dalam sepak bola menjadi tanda kedewasaan dan profesionalitas pemain untuk mengakui kelebihan dan kekurangan baik diri sendiri maupun kekurangan dan kelebihan lawan. Hal ini memungkinkan sportivitas saat menjalani pertandingan maupun sesudah pertandingan.

Sikap penguasaan diri sebagai sebuah nilai etis menjadi penting bagi hidup bersama. Tanpa sikap etis ini warga ngara juga akan jatuh dalam ketidakmampuan refleksi diri dan akhirnya hanyut dalam tindakan dan perkataan yang tidak berkenan kepada sesama.

Sepak bola juga adalah pernyataan eksistensi manusia sebab ia menciptakan nilai yang lebih mulia melalui kebersamaan dalam "ruang" dan "pergerakan". Kemenangan sepak bola terjadi ketika semua pemain mampu melawan ke-egoisan diri sendiri. Hidup kita juga akan semakin indah apabila kita mampu menciptakan ruang bagi diri sendiri dan orang lain untuk menciptakan kemanangan dan membuat gol yang berarti dalam hidup mereka.

Manila, 16 Juni 2018

Departemen Filsafat Ateneo de Manila University
PCF

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun