Perhelatan sepak bola sejagad ini seharusnya menjadi suatu kesempatan untuk memaknai dan melakoni eksistensi diri dan koeksistensi yang dinamis. Berwarna-warni suku bangsa, bahasa, dan latar belakang yang hadir dalam perhelatan empat tahunan ini menggambarkan keindahan"proses menjadi manusia". Keindahan "proses menjadi manusia" ini tidak terjadi dalam sebuah situasi solipsis, separatis dan lokalitas melainkan berlangsung seumur hidup dalam sebuah jalinan relasi yang dinamika secara universal.
Dalam keindahan proses menjadi manusia universal ini, setiap anggota tim, sebagai person, berlari mengejar impian dan cita-cita menciptakan gol kemanangan. Namun pada saat yang sama, setiap anggota tim membuka ruang bagi rekan lain untuk menciptakan terobosan dan gol bagi dirinya sendiri.
Di sini kita bisa melihat sebuah "keindahan Tim" yaitu keseimbangan antara aspek individualitas dan komunalitas. Dalam "keindahan tim ini  setiap individu berjuang menciptakan kebaikan dari dirinya sendiri dan untuk keseluruhan atau kebersamaan, namun pada saat yang sama kebersamaan membuka peluang bagi setiap individu untuk menyatakan kebaikan dan kelebihannya bagi keseluruhan.
Kita tidak pernah ada dalam pergerakan dengan diri sendiri. Kita senantiasa ada dalam pergerakan bersama dan dengan orang lain. Kita membutuhkan kebersamaan demi kemungkinan pernyataan eksistensi diri pribadi. Pada saat yang sama pribadi person harus diberikan ruang gerak dalam kebersamaan untuk menyatakan kebaikan bagi keseluruhan. Sebab kita hanya bisa memenangkan diri sendiri dan kebersamaan hidup ketika kita bergerak bersama dan dengan sesama.
Makna lain yang tersurat secara jelas dalam penelitian itu adalah masalah ketenangan atau sikap diam. Kita harus mencitakan ruang bagi diri sendiri di mana kita bisa berjalan dalam pertandingan dan perjuangan meraih kemenangan. Kita perlu diam, melihat arah gerak bola dunia, melihat gerak setiap rekan dan melihat gerak kebersamaan tim.
Mengapa harus ada skimp "diam" atau tenang dalam sepak bola? Bola itu bulat. Lapangan itu panjang dan lebar. Seorang pemain tidak bisa melihat seluruh sisi dan dimensi bola. Demikian pula, seorang pemain tidak bisa melihat seluruh lapangan dari tempat di mana ia berada. Ia membutuhkan kecermatan untuk menangkap semua sisi-dimensi dan melukan ekspansi ke ruang lawan dengan tepat. Ketepatan membidik ini membutuhkan sikap tenang, pemikiran dan refleksi yang tepat.
Kita memerlukan waktu diam untuk berpikir, merenung, berefleksi. Filsuf Socrates mengatakan "Hidup yang tidak dipikirkan tidak layak untuk dihidupi". Kita tidak hanya membutuhkan hidup. Kita juga membutuhkan waktu tenang dan merefleksikan apa arti, esensi dan tujuan hidup kita. Kita perlu waktu diam untuk merefleksikan bagaimana cara merebut kemenangan melawan diri sendiri dan bersama-sama meraih kemenangan melawan arogansi dan tantangan bangsa.Â
Dunia global dewasa adalah rangkaian perhelatan dan persaingan "multiplicity of reasons". Seseorang atau sebuah institusi atau sebuah negara tertentu tidak bisa mengklaim sebagai pemilik kebenaran dan kebaikan tunggal. Konsep kebanaran dan kebaikan sudah harus menjadi hasil diskursus bersama semua warga publik yang bebas dari tekanan dan dominasi. Ini harus bergerak dari setiap pribadi menuju sesama, dan dalam kebersamaan saling mendukung untuk kesejahteraan semua.
Dalam diam, kita menemukan peluang menciptakan kemenangan bagi diri sendiri, sekaligus membuka peluang bagi sesama untuk menciptakan gol dari diri sendiri untuk kebahagiaan sesama. Nilai tertinggi kemenangan adalah ketika kita bergerak bersama-sama menerobos palang pintu lawan "diri kita sendiri". Kita harus bergerak bersama melewati garis demarkasi dan ruang separatis yang memenjarakan kemungkinan menciptakan kemenangan bersama.Â
Sepak bola, adalah sebuah pernyataan eksistensi manusia. Ia membuat kita mampu memahami diri sendiri yang terbatas. Ia juga membuka ruang untuk mengevaluasi eksistensi orang lain. Sebab kepribadian seseorang, khususnya emosinya, terlihat nyata dalam olah raga. Ia juga menciptakan kemungkinan untuk disharmoni dan khaos ketika rambu-rambu permainan dilanggar melalui tingkah laku dan kata-kata yang kasar terhadap orang lain, entah sesama tim maupun tim-lawan. Dengan demikian, disharmoni dalam sepak bola adalah bentuk pergerakan ke ruang lawan yang yang mengabaikan sikap refleksi.
Dalam konteks ini diperlukan nilai lain yang fundamental yakni penguasaan diri (self-mastering). Penguasaan diri merujuk pada kemampuan untuk menjadi "tuan" atas kecenderungan dan emosi atau impils-impuls personal. Kemampuan etis ini menjadi landasan agar orang terbebas dari sikap sombong, angkuh, cemburu, amarah dan segala sikap irasional yang dapat menjadi ancaman bagi orang lain baik dalam tim sendiri maupun sesama pemain.