Beberapa waktu belakangan ini, halaman media massa, baik cetak, elektronik maupun media online, memberitakan kesulitan bahkan kematian yang dialami beberapa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) berjenis kelamin perempuan. Mereka berjuang dengan gagah berani dan dengan cinta yang tulus untuk menggapai masa depan yang bahagia, namun harus mengalami situasi yang tidak kita inginkan Bersama.Â
Di satu sisi, peristiwa-perinstiwa sedih ini menuntut pertanggungjawaban hukum dan etis dari pihak-pihak yang berkepentingan. Namun, di lain pihak, peristiwa ini menyatakan sebuah nilai etis yang dikumandangkan oleh kaum perempuan tersebut bagi seluruh warga Indonesia dan warga dunia. Dimensi etis itu adalah "cinta diri" (love of self).
Dalam tulisan ini saya menguraikan konsep "cinta diri" menurut pandangan filsafat feminisme Luce Irigaray. Saya menemukan bahwa dimensi etis yang ditawarkan Irigaray tentang "cinta diri" perempuan membuka kemungkinan untuk menyelamatkan "yang lain" (the Other): laki-laki, perempuan dan yang lain. "Cinta diri" perempuan bukanlah sebuah egoisme dan egosentrisme melainkan cinta altruis yang menyelamatkan subjektivitas "yang lain", termasuk kaum laki-laki.Â
 Untuk menguraikan argumen ini, pertama-tama, saya membahas secara singkat profil Irigaray dan program feminismenya. Kemudian saya akan membahas aspek "cinta diri" kaum perempuan dengan menekankan dua hal penting, yaitu (1) aspek menyakitkan dari cinta perempuan pada diri sendiri, dan kemudian (2) diskusi tentang aspek penyelamatan dari "cinta diri" dari kaum perempuan. Pada bagian akhir, saya akan memberikan sebuah refleksi singkat mengenai aspek "cinta diri" kaum perempuan.
 Luce Irigaray dan "Revolusi" Feminisme
Adalah Luce Irigaray (1932), seorang feminis Prancis kelahiran Belgia yang memberikan perhatian serius mengenai "cinta diri" (Love of Self) dari kaum perempuan. Pembahasan mengenai topik ini diuraikan Irigaray dalam bukunya yang terkenal An Ethics of Sexual Difference [ESD] (translated by Caroline Burke and Gillian C. Gill, New York: Cornel University Press, 1993).
Irigaray memulai pembahasannya dengan menguraikan mengapa perbedaan seksual itu menjadi penting dalam dunia modern dewasa ini. Ia menguraikan peranan Tuhan dalam banyak masyarakat patriarkal sebagai pencipta segala waktu dan tempat. Itu berarti bahwa Tuhan adalah waktu itu sendiri yang berkarya dalam ruang tercipta. Konsekwensinya, Tuhan hanya bisa dipahami sebagai "yang melampaui" waktu dan bahwa Tuhan itu senantiasa adalah laki-laki dalam masyarakat yang memegang teguh sistem patriarkal.Â
Pemahaman ini sebenarnya, kata Irigaray, sangat tidak menguntungkan bagi perempuan yang berusaha mencari dan menemukan identitasnya. Oleh karena itu, perempuan harus menemukan sesuatu yang baru, atau dalam istilah filsafat Descartes, apa yang "mengherankan" atau "menggagumkan" (wonder) sebagai keinginan filosofis yang utama.(bdk. https://www.enotes.com/topics/an-ethics-sexual-difference)
 Dalam buku tersebut, Irigaray berargumen melawan banyak tokoh feminis sebelumnya dengan mengajukan pertanyaan mengenai "perbedaan seksual" (sexual difference). Argumentasi utamanya ialah semua pemikiran dan bahasa telah dimasukkan dalam kategori "gender" sebagai hasil konstruksi sosial. Konsekuensinya ialah pemikiran dan bahasa tidak lagi bersifat netral tetapi menjadi sebuah dikotomi hasil kontruksi sosial berdasarkan jenis kelamin.
Program politik feminisme Irigaray kemudian adalah mengubah tataran berpikir "gender bias" tersebut dengan menciptakan posisi positif bagi kaum perempuan. Usaha ini dibangun dengan berdialog dengan para filsuf besar seperti Plato, Spinoza, Levinas. Irigaray juga membangun pandangan feminismenya dengan berdialog intensif bersama para psikolog, khususnya Psikoanalisa Freus dan Lacan.
 Berdasarkan pemikiran-pemikiran filosofis dan psikologis ini, Irigaray menawarkan pandangan filsafat yang baru, yang memberikan tempat bagi perempuan untuk membangun sebuah ruang yang distinktif dan sebuah "cinta diri" (love of self). Dengan kata lain, pembahasan mengenai "perbedaan seksual" dan "cinta diri" merupakan upaya yang diberikan oleh Luce Irigaray untuk membangun "sebuah revolusi dalam pemikiran feminism dan etika" (ESD, hlm. 6-7) mengenai perbedaan seksual.Â