Inilah yang terkadang membuat persepsi bahwa anak nakal jika dimasukkan pesantren akan menjadi baik. Persepsi yang tak sepenuhnya benar tentu saja. Dengan kurikulum yang menuntut kedisiplinan tinggi dan tanggung jawab mengatur waktu, tentu 'kenakalan' anak tak akan mendapatkan tempat di sini. Tapi 'kenakalan' itu akan berangsur dapat dikurangi bila orang tua dapat memberikan dukungan penuh. Dukungan materi, sikap, dan orang tua tentu saja.
Cerita ibu yang mengantar puteri ke-duanya itu cukup mengharu-biru. Sambil menggendong anak ke-tiganya yang masih berusia 11 bulan, dia datang dari kota yang ribuan kilometer jaraknya dari Prambanan. Rasa letih karena harus memberi ASI sang buah hati, ditambah dengan 3 buah kopor yang harus mereka tenteng. Dan kami, saya dan istri saya hanya mampu tertegun dan salut atas perjuangan beliau.
Begitu pentingnya hari pertama mengantar sang anak menuju pesantren. Rasa lelah dan letih pun seolah menjadi penyemangat untuk perjuangan anak menuntut ilmu di sini. Anak pun merasa bangga saat sang ibu begitu mendukung langkah yang siap diayunkannya. Demikian juga dengan kami, ketika anak ke-dua kami, menyusul kakaknya yang telah menjadi santri dua tahun sebelumnya.
Mas Anies, Kamu Tinggalkan Jejak Indah Bagi Orangtua
Meski tak lagi menjabat sebagai menteri, saya yakin gerakan yang dicetuskan beliau menjadi fenomenal. 'Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah' akan menjadi catatan emas yang menggugah kesadaran kita sebagai orangtua. Bahwa anak tetaplah anak. Meski mereka 'sudah besar' saat memasuki gerbang sekolah menengah pertama atau atas, mereka tetaplah anak.Â
Di saat awal memasuki jenjang baru sekolah atau hari pertama tahun pelajaran baru, mereka membutuhkan kita. Meski 'hanya' mengantar ke sekolah apalagi ke pesantren, anak akan selalu mengingatnya. Bahwa sang orangtua ada saat mereka membuka lembaran baru sekolahnya. Tak ada kelebayan atau kesia-siaan saat kita sebagai orangtua mampu sisihkan waktu dan perhatian untuk buah hati kita. Sebab tak akan ada sesuatu yang sia-sia dengan kebaikan.
Tak ada orangtua yang berharap anaknya menjadi 'produk gagal' dari sebuah proses pendidikan bukan? Maka setiap orang tua, akan mengenang gerakan tersebut menjadi sebuah 'jembatan emas' untuk mencairkan komunikasi dengan sang buah hati.
Sebagaimana yang keluarga kami lakukan, meski himbauan tersebut belum ada, kami selalu berusaha luangkan waktu untuk mengantar anak-anak ke pesantren. Tiap bulan pun kami secara bergantian menjenguk mereka. Memastikan bahwa kami baik-baik saja dengan berbagi cerita.
Sebagaimana cerita dari tulisan ini, semoga bisa memberi manfaat dan menginspirasi para (calon) orangtua.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H