Tapi hal-hal yang menarik saya selama pertunjukkan, tak mengalahkan hal yang lebih amazing lainnya. Begitu kompaknya gerakan mereka di depan penonton, ternyata lebih kompak lagi saat kita tahu aktivitas mereka di balik layar. Sebagai kesenian dan olah raga beladiri kita semua tahu bahwa keduanya berasal dari tanah Tiongkok. Mindset kita pun mungkin masih terobsesi bahwa para pemainnya pun tentu berasal dari keturunan Tionghwa.Â
Ternyata hal tersebut tidak demikian sepenuhnya. Bahkan untuk para pemain dari kelompok Wushu, lebih dari 50% adalah berasal dari etnis non-Tionghwa. Sebagaimana pengantar dari Koh Yudi saat pertunjukkan menyampaikan bahwa inilah olah raga yang akan menjadi salah satu favorit anak muda Indonesia. Tak ada lagi sebutan Tionghwa, Cina, Jawa, Madura, Sunda, atau yang lain. Lanjutnya, torehan beberapa prestasi anak didiknya cukup mengharumkan nama Indonesia.
Ini saya buktikan sendiri keakraban para orang tua yang mengabadikan momen tampilnya putra-putri mereka. Celetukan antar orang tua cukup medok dengan dialek merka masing-masing. Termasuk yang mau titip untuk mengkopi video dan gambar sesampainya di rumah. Hal tersebut berlanjut saat berkemas-kemas akan pulang balik. Dengan telatennya, Koh Iziy mengatur rombongan keluarga dan anak-anak mereka untuk memasuki mobil masing-masing.Â
Terlihat tak lagi ada sekat kamu yang berjilbab atau tak berjilbab. Kamu yang Jawa atau Tionghwa. Kamu yang kaya atau yang miskin. Pun dengan anak-anak mereka. Saat berbaur bermain hujan yang saat itu menggguyur dengan cukup deras. Penulis yang menyaksikan berbagai adegan itu pun merasakan semangat kebanggaan itu. Inilah anak-anak Indonesia yang di masa depan akan menjadi pemimpin negeri ini.
Semoga kebersamaan dalam ber-Indonesia yang menyingkap sekat suku, agama, ras, dan golongan tetap mereka bawa sampai mereka dewasa. Menjadi entitas dan identitas ke-Indonesiaan yang akhir-akhir ini banyak dinistakan. Isu-isu SARA seolah menjadi sasaran tembak yang empuk untuk sewaktu-waktu diledakkan. Sesuatu yang naif sekali sebenarnya. Negeri ini tak butuh keakuan. Negeri ini butuh keberasamaan serta membangun semangat untuk saling mempercayai. Itu semua tentu tak akan berhasil jika kita sebagai orang tua tak bisa memberikan contoh yang baik untuk anak-anak kita.
Kita seharusnya banyak belajar kepada para pemain Barongsai dan Wushu. Membangun kebersamaan untuk menampilkan satu harmoni dalam keselarasan rasa dan seni berbalut sportivitas. Kekompakkan yang dibangun dengan kesedaran bahwa mereka harus saling mendukung satu dengan yang lain. Tak ada lagi perbedaan mana yang baru berlatih 6 bulan atau bertahun-tahun.Â
Kita seharusnya malu jika sebagai anak bangsa masih saja suka berselisih. Selalu ingin diakui sebagai yang terbaik dan selalu mau menang sendiri. Malu kepada anak-anak muda yang dengan gigih berlatih untuk memberikan yang terbaik bagi negerinya. Memberikan yang terbaik untuk orang lain meski mereka harus meluangkan waktu di sela-sela kebersamaan dengan keluarga atau teman sepermainannya.
Â
______________________________
Catatan:
- Foto dan video koleksi pribadi. Bisa juga dilihat di SahabatIndonesia.xyz.
- Artikel ini 100 orisinal menggunakan cek plagiarisme.