Mohon tunggu...
Cerpen

Negeri Gajah, Diganjal Meng-Ajal Menjelma

16 November 2016   15:59 Diperbarui: 16 November 2016   16:05 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan penuh kegagahan dan kepercayaan diri yang heboh ketua Kampret mengumumkan ke seluruh penjuru bumi bahwa ia akan menghancurkan negeri Gajah,  “Aku akan menghancurkan negeri Gajah!!!!” serunya kepada dunia.

(Gajah-Gajah tertawa, tapi ada juga yang tidak peduli, ada pula yang kemudian kasak-kusuk)

Gajah A : Kok kalian bisa takut sama Kampret?

Gajah B : Gue sik santai bro, kamfret yang emang gitu

Gajah C :Gila ini, Kampret tidak pernah becanda dan tidak pernah main-main sama ucapannya.

Melanjutkan pengumumuannya Kampret lantas melakukan tindakan. Utusan Kampret mulai masuk ke negeri Gajah, ia tidak memakai kostum Kampret tapi memakai kostum Tikus yang tidak dicurigai para Gajah. Dia mengikuti perkembangan isu para Gajah. Tikus Kampret tahu terjadi 3 sikap dari para Gajah. Seperti petunjuk yang sudah diberikan, Tikus Kampret menjalankan tahap berikutnya untuk mengelola hasil investigasinya. Dia memegang pesan untuk menjunjung slogan dari Ketuanya bahwa “Menghancurkan Itu Target Utamanya Kehancuran”. Pertama ia harus bikin julukan yang disepakati masa. Untuk Gajah A ia kasil label sebagai “GAJAH TAWA”, jenis Gajah kedua yakni Gajah B ia beri label sebagai “GAJAH CUEK”, dan untuk jenis Gajah C ia hembuskan label kepadanya sebagai “GAJAH KIKUK”. Setelah pelabelan ini mengemuka. Tikus Kampret mulai melakukan upaya-upaya pendekatan.

DIPLOMASI TIKUS KAMPRET I

Tikus Kampret menemui klan Gajah Tawa dan memberitakan sesuatu :

Tikus Kampret : “Wahai Gajah Tawa ketahuilah bahwa Kampret akan menyerang kalian!”

Gajah Tawa : “wahahahaha…. Kami sudah tahu.. lakukan saja kalo merasa mampu”

Tikus Kampret : “Ketahuilah Gajah Tawa, bahwa Kampret punya sayap yang bisa terbang dan taring yang bisa menggigit” (Tikus Kampret mencoba menakut-nakuti si Gajah dengan ancaman yang pasti TIDAK BIKIN takut para Gajah)

Para Gajah Tawa : WAKAKAKAKAKAKA…..

Tikus Kampret : “Kalian tidak takut ya??”

Para Gajah : “Tidak lucu Gajah takut kepada Kampret, apalagi kami adalah Gajah Tawa yang menjadi lucu kalau ketakutan hahaha” Gajah Tawa membanggakan julukan yang tersemat kepada dirinya tanpa menyadari darimana label itu berasal.

DIPLOMASI TIKUS KAMPRET II

Selesai bertugas ke klan Gajah Tawa, Tikus Kampret melanjutkan ke Gajah Cuek.

Tikus Kampret : “Wahai Gajah Cuek, ketahuilah bahwa Kampret akan menyerang kalian”

Gajah Cuek : “Kami sudah tahu.. biarain aja. Ngurus amat sih ama omongan Kampret”

Tikus Kampret : “Ketahuilah Gajah Cuek, bahwa Kampret punya teknlogi ultrasonik dan mampu bergerilya di malam hari” (Tikus Kampret mencoba menakut-nakuti si Gajah dengan ancaman yang pasti TIDAK BIKIN takut para Gajah)

Para Gajah Cuek : “iya, itu memang kerjaan para Kampret”

Tikus Kampret : “Kalian tidak takut ya??”

Para Gajah : “Mungkin kalau Kampretnya segede Gajah kami baru takut, kita sih cuek-cuek saja” Gajah Cuek membanggakan julukan yang tersemat kepada dirinya tanpa menyadari daripana label itu berasal.

DIPLOMASI TIKUS KAMPRET III

Selesai bertugas ke klan Gajah Cuek, Tikus Kampret melanjutkan ke yang antisipatif. Yakni klan Gajah Kikuk.

Tikus Kampret : “Wahai Gajah Patriot ketahuilah bahwa Kampret akan menyerang kalian” (Tikus Kampret menggunakan kata Patriot untuk menjunjung Martabat Gajah yang secara umum sudah dikenal bahwa klan Gajah yang ini lebih dikenal sebagai Gajah Kikuk, sehingga panggilan Patriot bagi para Gajah ini sangat mengandung penghormatan)

Gajah Kikuk : “Benar sekali wahai Tikus, mereka terbukti sudah berhasil memporak-porandakan negeri Onta dan negeri Kambing “

Tikus Kampret : “Ketahuilah Gajah, bahwa Kampret punya teknlogi ultrasonik dan mampu bergerilya di malam hari..”

Para Gajah Kikuk : “apa lagi yang kau tahu?”

Tikus Kampret : “Mereka, para Kampret juga punya sayap yang bisa terbang dan taring yang bisa menggigit!”

Para Gajah : “Gila! Mereka akan lebih menguasai udara.. dan bergerak sporadis tanpa teraba. Informasi apalagi yang bisa kau berikan wahai saudaraku Tikus?”

Tikus Kampret : “Banyak sih, tapi Kalian tidak takut kan??”

Para Gajah : “Kami perlu mengantisipasi segala kemungkinan mara bahaya dan mengapresiasi setiap pendapat yang sejalan dengan perjuangan kita meskipun ia seekor Tikus seperti dirimu. Katakan, apalagi yang bisa kau berikan?”

Tikus Kampret : “Ketahuilah, bahwa para Kampret itu pandai menyamar, mereka juga punya mata-mata dimana-mana”

Para Gajah : “Wah…Wah itu bahaya sekali. Kami harus secepatnya bikin rapat besar para Gajah agar seluruh Gajah tahu semua dan bahu-membahu dalam perjuangan”

RAPAT PARA GAJAH

Delegasi Gajah Kikuk : Bahwa Kampret sudah menyatakan dengan blak-blakan akan menyerang, kita gak boleh anggap remeh dan harus bekerjasama. Karena Kampret punya persenjataan mutakhir dan pandai menyamar.

Delegasi Gajah Tawa : “Kami harus tertawa.. wahahahahha…. “

Gajah Kikuk : “Kamu jangan meremehkan, jangan sombong dan jangan menyepelekan keadaaan”

Klan Gajah Tawa : (tertawa lebih keras dan terbahak-bahak)

Gajah Kikuk tersinggung dan menyerang Gajah Tawa dengan kata-kata kasar.

Gajah Kikuk : “Kalian ini tong kosong nyaring bunyinya, bodoh, gak punya nyali dan gak punya jiwa nasionalisme, kalian pura-pura tertawa terbahak-bahak padahal kalian ingin menghibur kecemasan kalian yang diam-diam menghantui sanubari kalian. Kalian ini Gajah hanya berbadan besar namun kecil jiwa perjuangan dan sok bijaksana”

Mendengar ucapan ini Gajah Tawa terdiam dan kemudian memerah kupingnya dan berteriak kepada Gajah Kikuk.

Gajah Tawa : “Kamu itu yang bodoh! Kamu itu paranoid! Kamu nggak sadar sedang diterkam ketakutan yang sesungguhnya tidak perlu kamu takuti. Kamu nggak sadar bahwa kau itu kawanan Gajah dan sedang kasak-kusuk hanya gara-gara digertak sama kawanan Kampret”

Demi melihat situasi yang seperti ini, Gajah Cuek ternyata tidak bisa cuek terus. Ia kemudian angkat bicara ;

Gajah Cuek : “Wahai para Gajah, kalian ini semua sedang bertengkar dan mempertengkarkan sesuatu yang tidak tepat. Kalian merasa benar dengan pendapat kalian masing-masing dan seakan-akan pendapat itu bisa kalian tanamkan ke kepala Gajah lain. Ketahuilah, sikap kita seharusnya lebih memperkuat persatuan bukan malah bertengkar”

Gajah Kikuk : “OOhh. Jadi kamu yang sekarang ingin menanamkan kebenaranmu ke kepala Gajah lain?”

Gajah Tawa : wahahahaha….

Gajah Cuek : “Sudahlah memang sebaiknya aku diam saja”

Para Gajah yang lain berbisik-bisik menyaksikan delegasi mereka berdiskusi yang lebih mirip sedang berdebat. Mereka semua masih belum menemukan cara untuk berada dalam satu barisan. Pada saat Gajah mulai menyadari bahwa inti persoalannya adalah kerukunan, Tikus Kampret segera masuk ke arena rapat.

Tikus Kampret : “Mohon maaf para Gajah saudaraku, aku bukan Gajah seperti kalian tapi aku benar-benar ingin mengingatkan bahwa kalian sedang dikelabui untuk saling bertengkar. Ketahuilah bahwa Kampret itu sangat lemah dan tidak akan mampu melawan kalian. Mereka hanya berpura-pura menggertak tapi sesungguhnya mereka memang ingin punya kredibilitas saja, bahwa seekor Kampret yang mampu menggertak Gajah dan Gajahnya takut adalah sebuah peningkatan martabat dan harga diri luar biasa di mata dunia. Ini semua soal martabat bukan soal penyerangan dan penguasaan”

Para Gajah menyimak dan manggut-manggut. Tikus Kampret melanjutkan kembali.

Tikus Kampret : “Oleh sebab itu aku setuju dengan sikap Gajah Cuek yang memang sebaiknya cuek tak peduli dibikin pusing meskipun aku sangat mengapresiasi Gajah Patriot yang segera bergerak cepat mengantisipasi masalah. Hanya saja progresi Gajah Patriot terlalu kaku, kurang luwes dan tidak membawa suasana yang tenang, maka saya lebih suka ini semua disikapi dengan seloroh dan canda tawa seperti halnya yang dilakukan oleh Gajah Tawa. Tikus Kampret mengakhiri pidatonya dan mohon diri”

Rapat berlanjut dengan kondisi yang tidak lebih baik setelah Tikus Kampret pergi, masing-masing tetap belum bisa memilih sikap terbaik, apakah cuek, atau antisipatif, atau ketawa-ketawa saja. Untuk bersikap cuek apalagi ketawa-ketawa, Gajah Kikuk merasa tidak suka. Itu sama saja menyepelekan keadaan.

Sementara Tikus Kampret telah melaporkan kepada kawanan Kampret bahwa saat ini kawanan Gajah sedang sibuk bertengkar siapa yang benar dan siapa yang akan dipakai usulannya. Maka para Kampret langsung terjun ke kebun-kebun buah dan bahkan sawah-sawah para Gajah tanpa dianggap sedang mengganggu stabilitas kedaulatan karena konsentrasi mereka adalah sedang ingin menemukan solusi dan antisipasi penghancuran yang akan dilakukan para Kampret. Strategi apa yang akan digunakan, senjata apa yang menjadi pamungkasnya dan dengan senjata apa menumpas para Kampret ini. Mereka tidak akan pernah sadar bahwa senjata utama itu bernama kebodohan. Makin banyak kebodohan para Gajah makin mulus juga penguasaan dan penghancuran dilancarkan. MENGHANCURKAN ITU, TARGET UTAMANYA KEHANCURAN! Kebodohan mereka sendiri itulah senjata paling manjur untuk menghancurkannnya

Kampret akhirnya panen besar-besaran dan apakah saat ini Gajah sudah tahu? Sampai berita ini diturunkan, para Gajah masih sibuk berdebat satu sama lain.

Ketua Kampret segera melaporkan kepada Kawanan Kalong yang sudah siap membantu Kampret jika menemui masalah. Ketua Kalong segera menemui klan Naga dan Elang yang menjadi dekengan utama keberanian para Kampret dan Kalong. Gajah terus bingung dan bertengkar satu sama lain. Rapat tidak ketemu solusi dan akhirnya masing-masing Gajah melakukan caranya sendiri-sendiri sambil terus membeberkan kelemahan dan ketidak-kooperatifan klan Gajah lainnya dalam langkah perjuangan. Gajah Kikuk menganggap Gajah lain tumpul dan tak paham situasi. Gajah Cuek menganggap keadaan ini seperti terlalu dibesar-besarkan dan tidak pernah menemui solusi sikap yang tepat, usulan-usulan yang dia coba berikan hanya menjadi angin lalu. Gajah Tawa semakin merasa terhibur saat Gajah Kikuk menjelek-jelekkan klannya yang dianggap tak punya sikap, apa yang dilakukan Gajah Kikuk serasa makin lucu dan kekanak-kanakan. Maka ia juga sering bikin statement balasan bahwa Gajah Kikuk seperti Gajah yang sangat gagah berani dan penuh jiwa perjuangan dengan panggung medan pertempuran yang ia bikin sendiri. Terus saja Gajah saling silang-sengkarut dan beradu pintar dalam pentas argumentasi.

Para Elang datang dengan berperan seakan-akan menjadi penengah dan mencoba membantu menemukan solusi. Berbagai modul dan model diberikan untuk diaplikasikan para Gajah. Para Gajah yang punya sejarah kedekatan dengan Moyang Garuda merasa kehadiran Elang ini sebagai representasi Moyang Garuda yang adil dan bijaksana. Elang memberikan kesibukan kepada para Gajah untuk berbenah dalam segala macam sektor dari mulai pendidikan karakter, mental, sekolahan, HAM, Demokrasi, dan seabrek ‘PR’ untuk para Gajah yang dianggap para Gajah mampu menyelematkan persatuan dan kesatuan mereka. Elang kemudian menguasai wilayah udara dan gunung-gunung tambang para Gajah. Ini merupakan langkah maju setelah sebelumnya wilayah udara dan Gunung-gunung tambang hanya bisa disinggahi sementara sebagai penasehat teknis dan konsultan distribusi.

Klan Naga dan Elang sudah mulai menancapkan cakar-cakarnya setelah dirasa aman segala halnya. Beberapa ekor Naga dan Elang betina sudah mulai membuat sarang bahkan sudah ada yang mulai bertelur di tempat-tempat strategis. Ini semua berjalan dengan hampir tanpa hambatan sebab para Gajah benar-benar mabuk dengan permainan adu benar dan martabat. Mereka masih menyangka bahwa musuh mereka adalah Kampret, padahal kampret merupakan pasukan turunan yang digunakan untuk mengkamuflase kehadiran para Naga dan Elang.

Identitas Palsu yang Dijunjung

Negeri Gajah benar-benar sangat peduli terhadap segala macam jenis perbaikan. Tapi rupanya para klan Gajah yang sangat sosialis ini telah mulai menikmati keterjebakan identitas yang mengurung kelompok sosialnya untuk berinteraksi lebih terbuka, luas dan merdeka, seperti sebelumnya. Klan Gajah Tawa, Gajah Cuek, dan Gajah Kikuk, seakan-akan menjadi mengemuka dan disunggi di kepala menjadi seperti identitas hakiki turun temurun dan penegasan akan jati diri. Mereka masih sama sekali tidak menyadari bahwa penyematan identitas itu untuk membuat mereka mudah diadu dan dikendalikan.

Klan Elang yang mampu terbang tinggi dengan leluasa mengamati gerak-gerik para Gajah. Perbaikan dan kerja keras para Gajah yang mengggarap modul dan model solusi perbaikan yang ia rekomendasikan dikerjakan dengan betapa serius dan tanpa reserve. Para Gajah sangat tertib dan sebisa mungkin mematuhi segala macam aturan dan tidak berani melanggar batas-batas yang telah ditetapkan oleh klan Elang. Beberapa hal sudah dilakukan untuk mencegah timbulnya potensi kekuatan massif para Gajah. Pada beberapa modul disebutkan bahwa Gajah harus pandai meliuk-liuk seperti ular, ternyata dipatuhi hingga anda bisa bayangkan sendiri betapa lucunya Gajah meliuk-liuk. Pada beberapa asupan motivasi juga disampaikan bahwa Gajah jangan sampai puas terhadap potensinya, harus bekerja keras dan tinggi melayang di atas yang lain, seperti Elang. Maka para Gajahpun berusaha sekuat tenaga mematuhi modul ini dan berusaha seoptimal mungkin untuk terbang agar mampu mengejar ketinggian Elang sang guru.

Pada tingkat berikutnya, Elang mulai mengatakan kepada para Gajah bahwa selama ini, potensi paling berbahaya ketidak-harmonisan adalah karena gading. Gading ini menimbulkan efek hak asasi Gajah yang tidak adil. Bagi yang memiliki gading tentu sangat mudah untuk menunjukkan kekuatan dan menindas yang lemah. Yang belum punya gading atau yang tak lagi memiliki gading tidak akan mendapatkan hak-haknya. Oleh sebab itu gading harus dihilangkan demi terciptanya kondisi yang harmonis dan menjunjung hal asasi Gajah yang demokratis dan berkeadilan. Setelah para Gajah mulai menghilangkan gading-gading mereka, kehidupan para Gajah menjadi berubah. Susah mencari makan, oleh sebab itu Elang menganjurkan memakan sampah yang telah dibungkus dan dikemas dengan berbagai macam teks yang mengatakan bahwa isi di dalam bungkusan itu adalah makanan berkualitas dan sangat bagus untuk para Gajah. Elang dan Naga tentu saja menikmati dengan leluasa hadiah para Gajah yang telah menghilangkan gading-gadingnya itu.

Kampanye tentang keburukan gading terus dimutakhirkan agar para Gajah selalu sibuk mewaspadai bahaya gading dan semakin lupa untuk mengingat bahwa selama ini mereka diakali. Ada yang mengatakan bahwa ternyata gading menjadi sumber penyakit, menjadi penyebab kesombongan, sebagai alat penindasan, merupakan hambatan dalam proses mencerna makanan dan lain sebagainya yang intinya menganjurkan kepada para Gajah untuk makin benci kepada gading dan menjauhinya. Dan manfaat berlipat ganda dengan tak memiliki gading.

Setelah para Gajah mulai terbiasa makan sampah, dimana sampah-sampah itu juga mengandung unsur-unsur yang membuat Gajah gampang sakit. Kondisi para Gajah makin tambun dan tak lincah, maunya malas-malasan dan suka sekali memperoleh hasil dengan cara-cara instan. Kondisi ini adalah saat yang dirasa sangat tepat untuk memberitahu bahwa selain gading, ternyata yang selama ini mengganggu dan bergantung menjuntai tidak jelas pada kehidupan para Gajah adalah adanya belalai. Terbukti belalai tidak berfungsi lagi pada jaman sekarang, maka keberadaan belalai adalah faktor yang membuat Gajah susah untuk bisa terbang seperti Elang dan meliuk bagai Naga.

Maka beberapa Gajah yang kooperatif dikumpulkan. Yang kooperatif ini bukan yang blo’on, melainkan yang berkemampuan dialog dan mumpuni di bidang organisasi. Mereka diundang lantas diberikan ‘informasi rahasia’ ini, mereka lantas membuat LSG (Lembaga Swadaya Gajah) yang berniat memberikan informasi rahasia kepada para Gajah lain dengan biaya sendiri, bukan atas subsidi dari pemerintah Gajah. Padahal LSG ini mendapatkan kucuran dana dari klan Elang dan Naga karena berfungsi efektif dalam menyebar informasi kepada para Gajah dengan gigih dan penuh etos perjuangan. Gajah-Gajah makin banyak yang tak lagi menginginkan belalai meskipun tetap ada yang mempertahankannya. Memang goal-nya bukan untuk bikin Gajah kehilangan belalai namun untuk membuat Gajah sibuk berdebat satu sama lain tentang berfungsi atau tidaknya belalai, dan itu pasti lama sekali diskusinya.

Tiba-tiba, dari atas angkasa klan Elang mendapatkan panggilan oleh suara yang membuat bulu kuduk Elang berkidik.

“Hai Elang, lihatlah kekuasanmu telah tampak menghampar. Negeri Gajah yang gagah ini sudah bisa disebut berhasil kau kuasai. Maka kau harus ingat untuk kasih upeti kepadaku. Semua yang kau lakukan dan hasil yang kau peroleh itu adalah hutangmu kepadaku. Sebab kalau tidak, kau akan tetap tinggal di tebing-tebing terpencil dan makan kerikil saat tak ada mangsa”

Elang menjawab dengan gemetar ;

“Paduka, apakah yang Paduka pinta? Hamba akan segera mempersembahkannya”

“Ingat Elang, kau tak sendirian menancapkan cakarmu di negeri Gajah, kau akan sangat mudah untuk dimangsa para Naga kapan saja jika tanpa perlindunganku”

“Benar Paduka”

“Segera perbaiki kuda-kudamu, kamu akan terkejut jika ternyata para Gajah tak se-naif yang kau kira”

“Benarkah Paduka? Bukankah pada saat ini Gajah telah lupa asal-usul? Tak mengerti yang terjadi hari ini , dan tak punya proyeksi masa depan. Mereka saling beseteru satu sama lain, tidak punya cakrawala, tidak punya kemerdekaan mengemukakan pendapat, kesibukan utamanya adalah mengurusi hal-hal sepele dan remeh temeh. Teknologinya rendah, cara pandangnya linier, dan masih banyak para Gajah yang menganggap bahwa ancaman terbesar mereka adalah Kampret”

“DIAM!!Kau terlalu sok tahu!”

“Ampuun Paduka, mohon petunjuk paduka”

“INGAT! Para Gajah itu mau melakukan itu semua karena mereka masih punya satu cita-cita yang sama. Yakni membangun negeri yang Tuhan mereka kehendaki. Mereka mungkin berhasil kau bodohi sampai ke tai-tainya. Tapi niat awal mereka tak akan mereka lupakan. Mereka pasti akan menanyakan jawaban. Jawaban! Dan, jawaban itu semakin kau jauhkan maka jangan salah jika kelak ada Gajah berkempompong dan kemudian lahir menjadi Gajah bersayap yang bisa terbang melebihimu dan bisa melesat lebih cepat daripada Naga”

_Elang terpingkal-pingkal dalam hati dan membatin “sepertinya paduka ini mulai pikun dan suka berkhayal” qiqiqiqiqi….. wekekekek…. Wahahahaha…..

Kurungan Klan

“Hey Jongos! Kau kira aku tak tahu apa yang kau pikirkan?”

Darah Elang serasa terkesiap, tersirap, pucat pasi dan diam tanpa berani menatap apapun kecuali yang dibawahnya sejurus dengan arah pandangan matanya saja, bahkan untuk melirik saja tidak berani. Kakinya gemetaran. Dengan suara parau dan bergetar ia pun berkata :

“Ampun Paduka, hamba lancang, mohon ampun dan mohon hukuman paduka kepada hamba”

“Sekali-kali kau berani lancang, maka akan ada menu elang cincang bumbu saus tiram di meja makanku!!”

“Ampun.. ampun Paduka, hamba tidak akan mengulang kelancangan hamba”

“Kau itu makin hari makin tidak bisa mempelajari bagaimana harusnya menempatkan diri, kau makin hari makin menyangka bahwa kau yang terhebat, terkuat, terpandai, dan terpilih di antara semua klan di bumi! Kau lupa siapa yang terpilih itu ha?!!”

“Hamba mohon ampun Paduka, Paduka lah Klan terpilih yang akan menjadi pemimpin seluruh klan di Bumi dan akan mewarisi segala kekayaan dan kejayaan bumi ini”

“Bagus.. ternyata kini kau ingat”

“Hamba senantiasa mengingatnya Paduka, namun hamba memang khilaf”

Demikianlah, Sang Elang yang tampak dan gagah merdeka melanglang buwana, menggagahi bumi, memunggungi langit ternyata tak juga semerdeka yang terlihat. Bahkan untuk urusan mbatin dan berkata secara diam-diam dalam hati pun terpantau. Betapa Sang Elang terkurung dalam ilusi kebebasannya. Namun tak jarang ia menikmati kurungan tersebut karena diantara sekian kurungan yang disematkan kepada semua klan di bumi, kurungan miliknyalah yang paling tampak gagah dan berkelas. Sebelum kemudian suara tadi menghilang, Elang diberikan sebuah pesan :

“Wahai Elang, aku akan kembali dan akan tetap masih mengawasimu, ingat kau berhutang kepadaku dan harus segera membayar upeti untukku. Kau memang sekarang tak perlu khawatir dengan kekuatan para Gajah yang lebih mirip boneka lucu daripada makhluk rimba yang solid dan kuat. Tapi kau perlu tahu, bahwa ada kekuatan besar di balik para Gajah. Jangankan engkau, para Gajah pun tak mengerti itu, bahkan jangankan Gajah dan engkau, aku pun masih tak paham dan tak mampu mendeteksi kemunculan gangguan-gangguan sinyal yang muncul dari negeri Gajah ini. Perbaikilah kuda-kudamu”

Memang demikianlah, klan misterius tadi sangat terganggu dengan gangguan-gangguan sinyal liar yang tak terdeteksi sebabnya hingga saat ini. Setiap kali muncul secara liar seakan-akan sangat berbahaya, namun setelah diantisipasi dan diperhatikan tiba-tiba senyap dan hilang begitu saja. Dan bahkan bukan muncul dari aktivitas para Gajah, aktivitas para Gajah masih biasa-biasa saja bahkan terkontrol. Namun kenapa sinyal itu bisa muncul, dan selalu saja dari Negeri Gajah? Sementara kemunculan sinyal itu disimpulkan sebagai cipratan liar yang secara kebetulan muncul dari koordinat negeri Gajah. Namun kesimpulan itu tidak pula menentramkan, karena begitu akan mempercayai sinyal tersebut sebagai kebetulan, baru saja akan mulai tenang, tetiba sinyal itu muncul lagi. Berkali-kali identifikasi dilakukan, dipastikan semua kegiatan para Gajah terkontrol dan terpantau dari hal terkecil hingga hal terbesar. Tidak masuk akal bahwa segala lini pengamanan dan kontrol yang sudah aman ini masih bocor. Klan misterius sangat penasaran.

Taksaka dan Garuda

Klan Naga saat ini sedang merasa sampai pada sebuah peristiwa impian. Yakni penguasaan di segala bidang dan sektor setelah bekerja keras sekian kurun waktu yang panjang. Naga ini, _seperti halnya Elang yang merepresentasikan Garuda_ memiliki perwujudan yang merepresentasikan Taksaka. Garuda dan Taksaka dahulunya adalah saudara, menemani peradaban para Gajah lantas kemudian mereka menghilang entah kemana lalu munculah Naga dan Elang yang bagi para Gajah sangat identik dan serasa menguntai kembali kenangan indah bersama moyang Garuda dan Taksaka. Hingga kepolosan para Gajah ini tak sadar mengikis dan menggugurkan kedaulatan mereka selapis demi selapis.

Naga berjumlah ratusan, maka klan Naga sekarang tidak selalu berhubungan dengan Taksaka. Taksaka adalah jenis Naga yang memiliki peran cukup berat yakni menegakkan keadilan dan kemuliaan seorang Raja negeri Gajah dengan cara membunuhnya. Kejadian ini menorehkan luka yang mendalam hingga sempat akan diwujudkan upacara persembahan dengan membakar para ular oleh klan Gajah. Namun utusan Taksaka datang dan memohon ampun. Upacara batal diadakan. Setelah itu Taksaka menghilang. Hubungan baik negeri Gajah kepada para Naga tidak hanya kepada Taksaka, namun juga kepada Anantaboga, dan Naga Besuki. Hingga kemudian berdatangan para ular yang telah belajar ilmu para Naga dan kemudian mengaku sebagai anak turun para Naga, para Gajah pun menyambutnya dengan sukacita.

Sedangkan Garuda dahulu ikut menyertai peradaban negeri para Gajah dan memberikan pelayanan pada para Naga karena baktinya kepada sang ibu yang dijebak dan harus menjadi budak para Naga. Setelah ia berhasil menebus dan membebaskan ibunya dari perbudakan, sang Garuda diangkat oleh Dewa dan tak lagi tampak menemani peradaban. Perasaan rindu para Gajah sangat mendalam, sehingga meskipun lembaran demi lembaran peradaban telah beratus bahkan beribu tahun, kenangan dan kebanggaan kepada Garuda masih terpatri hingga kini.

Sang Elang masih tertegun atas nasehat dari klan misterius tentang sinyal liar yang belum teridentifikasi dari negeri Gajah. Dengan lebih serius Elang bekerjasama dengan Naga untuk menyusun strategi pengamanan dan antisipasi berlapis. Elang menggarap di wilayah Timur dan Naga di wilayah Barat.  

Timur ini adalah kode, yang artinya menggarap di wilayah fundamental seperti pendidikan, kesehatan, lalu-lintas informasi, pertahanan & keamananan, kebijakan, aturan perundangan. Sehingga sejak semula para Gajah tak punya sistem pendidikan sendiri, tidak punya sistem kesehatan sendiri, tak kuasa atas sistem informasi sendiri, tak ada pertahanan kemananan hingga kebijakan dan perudangan yang para Elang tidak ikut campur tangan.

Sedangkan para Naga mendapat jatah garapan di wilayah Barat yakni sektor lanjutan dan sistemik pada wilayah aplikasi. Para Naga menyusup dan menyamar sebagai ulat-ulat kecil yang tak berbahaya dengan menggarap ekonomi, politik praktis, jaringan internasional, isu-isu zero ground dari pusat pemerintahan negeri Gajah untuk kemudian spread ke seluruh domain negeri Gajah. Rencana utama para Naga adalah menguasai politik dan perundangan negeri Gajah, karena hal ini akan berdampak pada penguasaan aset dan kedaulatan para Gajah.

Sementara target klan Elang adalah membatasi cara berfikir, menggarap generasi, memutus sejarah masa lalu Gajah dan memastikan Gajah tak lagi berbahaya dan kuat. Sebab, kekuatan yang tertancap kuat adalah kekuatan yang diyakini sejak kanak-kanak. Dan kehebatan tanpa tandingan adalah ketika para Gajah melihat kehebatan para Elang tanpa punya pembanding terhadap masa lalu nenek moyang mereka sendiri. Ini namanya penguasaan mental yang akan berimbas pada langgengnya kekuasaan dan kepercayaan para Gajah kepada Elang.

Kemakmuran Palsu adalah Jawaban bagi Kerentanan

Elang memperhatikan kata-kata paduka rajanya bahwa para Gajah sanggup menjalani kesulitan demi kesulitan bahkan mengalami keterpecahan adalah karena mereka sesungguhnya masih memiliki satu kepercayaan. Kepercayaan ini masih susah untuk dipecah apalagi dihancurkan. Para Gajah masih menunggu jawaban dari modul dan model yang diberikan Elang kepada para Gajah. Para Gajah masih menunggu datangnya negeri yang dibangun berkesesuaian dengan kehendak Tuhan. Sedangkan apa yang menjadi modul dan modelnya adalah makin menjauhkan dari jawaban tersebut. Ini agak mencemaskan, ditakutkan para Gajah akan tersadar dan membangun kekuatan dan mengadakan perlawanan. Meskipun saat ini masih tampak mudah dikendalikan namun kekuatan gajah yang bersatu benar-benar menakutkan. Sekali Gajah membangun ikatan sosial, itu berarti butuh kerja keras untuk kembali dibuat hancur.

Elang kemudian membanting strategi. Diam-diam dia menyiapkan formula untuk memberikan ilusi kemasyhuran kepada para Gajah. Beberapa Gajah mulai dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan berskala internasional. Satu Gajah saja dilibatkan seluruh Gajah dipenjuru negeri Gajah akan menganggap sebagai salah satu indikator bahwa para Gajah sudah mulai menuju sebagai negeri yang mampu berbicara di kancah dunia. Diakui prestasi dan kehandalannya. Beberapa Gajah dilibatkan dalam proyek-proyek legendaris sebagai figuran. Disusul kemudian dimenangkannya Gajah dalam sebuah kontes berlevel dunia. Bertubi-tubi tapi eceran ini diberikan kepada negeri Gajah yang selama ini sudah sangat haus terhadap terangkatnya kembali martabat dan kesetaraan, oleh karenanya ; meskipun diberi setetes, dua tetes, mereka akan benar-benar bersyukur dan berbahagia siang malam.

Periode ini kelak akan dikembangkan sebagai modal untuk mengurung para Gajah dengan kemasyhuran dan kemakmuran yang seakan-akan menjadi impian mereka sejak lama. Namun, Elang tahu bahwa kemasyhuran dan kemakmuran itu tidak boleh muncul secara mandiri dari kedaulatan para Gajah. Elang harus mengambil peran dengan seakan-akan berkat jasa para Elanglah kemasyhuran dan kemakmuran itu didapatkan. Maka, meskipun para Gajah pesakitan ini nanti mendapat apa yang mereka impikan, sesungguhnya mereka tetap akan terlena dengan sekian banyak sawah dan ladang yang seharusnya mereka jaga. Malah, para Gajah dengan sukarela bekerja ikut membajak dan menebangi hutan-hutan untuk perluasan kemasyhuran dan kemakmuran palsu yang digagas oleh para Elang.

Memang pada kondisi ketertindasan tertentu, banyak aspek yang akan dilupakan. Kadang banyak aspek primer justru malah disekunderkan dan banyak aspek sekunder bahkan tersier diprimerkan. Demikian Elang memain-mainkan situasi dengan gong-gong peristiwa yang dimainkan klan Naga.

Salah satu aspek primer yang semula dijaga dengan sungguh-sungguh para Gajah adalah martabat. Hingga pada kondisi tertentu martabat terbukti tak mampu mengenyangkan dan menjawab persoalan-persoalan berbiaya, maka martabat ini akan dengan sendirinya tergusur dengan digantikan orientasi hidup baru yang dianggap lebih menjawab persoalan. Meskipun untuk hal itu maka konsekuensi Gajah untuk kehilangan martabat sangat terbuka.

Elang dengan terampil mengkondisikan kerentanan-kerentanan yang diakibatkan oleh pilihan pilihan prinsip yang dijunjung para Gajah. Ketika kerentanan itu sudah dirasakan maka yang diharapkan hanyalah solusi. Dengan demikian Elang akan memberikan solusi yang diikuti para Gajah tanpa pertentangan.

Kembali suara datang kepada Elang, suara yang selalu membuat berkidik dan menekan perasaaan

“Hai Elang”

“Hamba paduka”

“Aku lihat kau memperhatikan ucapanku, bagus”

“Terima kasih paduka, semua atas petunjuk paduka”

“Aku akan memberimu dua hal yang perlu kau garap dengan baik dan rapi untuk menghancurkan negeri Gajah secara paripurna”

“Hamba bersedia dan menerimanya dengan kedua tangan terbuka ya paduka raja”

“Pertama, jangan sampai Gajah punya Budaya. Kalaupun mereka harus punya maka harus mengambil kebudayaan dari klan lain”

“Baik paduka raja”

“Kedua, jangan biarkan Gajah punya keyakinan kepada Tuhan, kalaupun mereka akan melanjutkan bentuk-bentuk upacara keyakinannya, jadikanlah itu sebagai cangkang-cangkang kosong tanpa isi. Buatlah mereka seakan-akan menjalankan secara aplikatif keyakinannya namun bahwa puncaknya bukan untuk terjalin kepada Tuhan melainkan terbentuknya kekosongan-kekosongan itu karena isinya harus dipenuhi oleh cara-cara hidup yang lebih umum, yang sudah disepakati secara luas oleh semua klan di bumi”

“Baik paduka, hamba akan memperhatikan petunjuk paduka ini”

“Setelah itu kau jalankan, maka bukan hanya negeri Gajah yang akan hancur namun seluruh klan yang diam-diam masih menunggu munculnya kekuatan yang membebaskan mereka dari belenggu”

“Apakah para klan itu menganggap bahwa penolong itu adalah negeri Gajah ya paduka?”

“Tidak bisa dipastikan, tapi kau harus ingat bahwa para Gajah ini akan berkepompong”

Tiba-tiba, Elang berusaha sekuat tenaga menahan tawanya, dan menutup rapat kelopak mata serta menjaga nafasnya supaya tak satupun gerakan dari dirinya yang sesungguhnya sangat geli ini tertangkap dan menyinggung perasaan paduka rajanya itu.

Budaya dan Keyakinan Ruhani

Padahal Elang sudah melibatkan Kalong dan Kampret untuk ikut merusak citra dan kegamangan Gajah pada keyakinannya. Sudah melakukan kamuflase dan tipuan-tipuan yang membuat Gajah kehilangan keyakinan. Tapi kenapa paduka klan misterius masih memerintahkan untuk menggarap dua hal itu agar pemnghancurannya paripurna.

Elang merasa sejauh ini memang dua hal itu yang akan ditumbangkan. Gajah boleh melakukan upacara-upacara keyakinannya karena itu urusan kebiasaan turun-temurun. Tapi Gajah harus berpikir dengan cara Elang, harus berpakaian dengan cara Elang, harus memakan makanan sesuai anjuran Elang, dan harus memenuhi kebutuhan hidup seperti kebutuhan hidup para Elang. Ukuran bahagia dan tidak bahagia harus sesuai dengan aturan ukuran Elang.

Bukankah modul dan model ini yang sejak lama sudah dilancarkan? Kenapa paduka rajanya masih memberikan usulan yang tak benar-benar baru itu. Persoalannya Elang tak pernah berani bertanya-jawab panjang karena takut salah dan didamprat habis. Mau tidak mau ia harus mengiyakan dan mulai memperketat konsentrasinya di bidang budaya dan keyakinan ruhani itu.

Dengan lebih serius Elang mengidentifikasi kebudayaan dan keyakinan mayoritas para Gajah. Mengidentifikasi sekolah-sekolah tradisional yang mempertebal keyakinan ruhani para Gajah. Sekolah-sekolah tradisional perlu dimodernkan termasuk kurikulumnya. Namun agar anjuran itu sukses dan tampak sangat simpatik, pihak Elang memberikan bantuan dana tidak sedikit yang sesungguhnya diambil secuil dari kekayaan para Gajah sendiri. Segala bentuk perkumpulan dan pertemuan yang berbicara tentang kebudayaan dan keyakinan disusupi, kemudian dirangkul dan diberikan dana untuk berkembang. Mereka pasti akan berkembang sendiri-sendiri dan pasti akan mengalami perkembangan yang berbeda dari kelompok yang lain, dan perbedaan ini akan berpotensi terjadi gesekan dan jika gesekan tidak terjadi harus dikipas-kipasi. Jika sudah terjadi gesekan pasti akan mengakibatkan mandeknya proses pertumbuhan ruhani karena sibuk adu ketololan.

Dengan mengutus Kampret dan Kalong untuk menyamar ke negeri Gajah untuk menjadi pihak yang arif, bijaksana, dan berilmu, makin hari makin membuat kualitas keyakinan para Gajah hanya sekelas Kampret dan Kalong. Tak berani tampil di siang hari dan menggerogoti buah-buahan di malam hari. Para Kampret dan Kalong selalu menganjurkan kepada para Gajah untuk menjadi Onta atau Kambing yang diberkati susunya dan mampu bertahan di tengah gurun pasir yang tandus. Jangan puas menjadi Gajah yang mungkin besar tapi kemana-mana pergi malah terlalu sibuk mengangkat berat badan. Anjuran-anjuran tidak mutu Kampret ini anehnya dipercaya dan diikuti para Gajah yang sudah lelah dan tertekan persoalan hidup. Nasehat-nasehat Kampret seakan-akan merupakan jawaban jitu dan pengingat kepada mereka bahwa hidup harus kembali mendekatkan diri kepada Tuhan dan mengerti caranya. Persoalannya Gajah yang terlanjur punya kebudayaan bijaksana ini menerima saja cara-cara yang dianjurkan Kampret. Gajah-gajah tak menimbang kemungkinan cara yang bisa mereka temukan sendiri.

Elang juga mengajak Naga untuk menyusupkan kebudayaan tandingan yang hadir atas dasar hukum pluralitas. Gajah menjadi semakin sibuk. Tapi anehnya komunitas Gajah yang dihancurkan berkali-kali ini seakan-akan punya nyawa sejuta. Seakan-akan sudah sekarat, tinggal sedikit lagi mati. Ternyata klan Gajah nggak mati-mati. Kelihatannya sekarat terus, tampak sudah mau mati, tapi masih hidup terus.

Tanggal, Tinggal, Tunggal = Pitulungan

Kehidupan Gajah yang nggak mati-mati ini sesungguhnya diharapkan paling tidak melahirkan satu hal, yakni stress atau trauma, atau putus-asa. Tapi peran Gajah Tawa yang selalu saja bisa melucu saat kondisi apapun ternyata cukup efisien memulihkan kondisi mental para Gajah. Keadaan ini makin lama makin disadari oleh Gajah bahwa mereka memang tidak bisa mengandalkan satu jenis perjuangan untuk menuju keberhasilan bersama. Karena keberhasilan bersama maka berjuang pun harus bersama, maka cara yang ditempuh harus dengan kebersamaan.

Gajah cuek yang sejauh ini selalu lebih banyak memilih cuek tiba-tiba menjadi motor pemersatu. Dia menemui Gajah Kikuk dan Gajah Tawa untuk mengingatkan kembali bahwa baik dirinya, dan Gajah lain tak pernah dilahirkan dalam pemisahan dan pengkotakan yang membodohkan ini. Kotak itu adalah sematan identitas.

“Kita semua para Gajah memiliki tradisi kesetiaan, sosial, dan suka bekerjasama dalam kondisi susah maupun senang. Tidak ada Gajah yang dilahirkan dalam kondisi yang hanya ketawa saja, pasti dia juga memiliki kepedulian untuk berbuat dan juga akan diam pada kondisi tertentu. Tidak ada Gajah yang dilahirkan gagap, kikuk, dan canggung selamanya tanpa diberi keluasan bathin untuk mencerna dan mentertawakan dirinya sendiri pada saat ia lebih dewasa. Dan tidak pernah ada Gajah cuek yang sejak lahir hingga mati hanya cuek saja tak pernah peduli dan memperhatikan lingkungan, tak punya nuansa dan tak punya keinginan untuk membangun kehidupan.

Kita semua adalah Gajah, Gajah bisa girang dengan tawanya, bisa gembira dengan kerjasama dan proses aktifnya, bisa sukacita dalam diamnya. Gajah bukan kotak-kotak kecil identitas yang sesungguhnya adalah alat identifikasi untuk mengontrol dan mengadu para Gajah.

Kita ini Gajah yang punya sejarah panjang peradaban. Kita bukan Elang yang bisa terbang dan bukan pula Naga yang meliuk merayap. Kita juga bukan Kampret dan Kalong yang suka bersembunyi di balik kegelapan.

Kita ini Gajah, yang punya jiwa kekesatriaan Taksaka, punya Keberanian dan Kelembah-manahan Garuda, yang punya belalai dan gading. Lalu kemana itu semua? Kita sekarang tengah menjelma menjadi Gajah yang kepayahan, bercita-cita bisa terbang bagai Elang, rela kehilangan Gading dan rela kehilangan kekerabatan tradisi Gajah yang telah turun-temurun.

Lalu kemana para Gajah itu? Kini hanya ada Gajah kekampret-kampretan, Gajah keElang-Elangan, Gajah keNaga-Nagaan, Gajah Santri, Gajah Abangan, Gajah Priyayi, apa-apaan itu? bahkan yang sangat lucu kita ikut menjunjung identitas adanya Gajah kikuk, Gajah tawa, Gajah cuek!! Itu semua bukan kita! Itu semua bukan Gajah.

Lihatlah, Elang tak memproses dirinya menjadi Elang kekampret-kampretan, Naga tak mengubah dirinya menjadi Naga kekalong-kalongan. Hanya kita yang dipaksa untuk tidak memiliki kejelasan namun disemati identitas palsu yang jelas. Sadarkah kalian wahai saudaraku para Gajah. Tak ingatkah kalian bahwa sanubari kalian adalah sanubari yang tercetak ribuan tahun dalam mengarungi peradaban. Kalian bukan makhluk baru yang masih bingung identitas dan menurut saja dijuluki segala macam dan dicetak dengan segala model yang diinginkan para Kampret, Kalong, Elang, Naga dan segala kroni-kroninya”

Para Gajah memperhatikan dan mengangguk-angguk menyadari ucapan demi ucapan Gajah yang sebelumnya dikenal cuek ini. Bahkan Gajah tawa melelehkan airmata betapa ia terlena banyak hal dan terlalu menyepelekan banyak hal. Gajah yang suka tertawa dan cerdas bikin bahan tertawaan ini diam-diam menyesal telah sangat sering menggunakan Gajah lain sebagai obyek tertawaan. Lebih-lebih kepada Gajah Kikuk.

Namun, demikian halnya Gajah Kikuk yang merasa dijebak habis-habisan dengan menjalankan modul dan model yang dicanangkan Elang. Ia bahkan rela bermusuhan kepada Gajah lain yang ia anggap tidak progresif dan tak paham situasi. Gajah kikuk menyesal telah membuat banyak Gajah kehilangan gadingnya, telah banyak mengobarkan kebencian, permusuhan, dan cercaan dengan dalih menegakkan perjuangan dan kasih sayang. Gajah kikuk yang patriotik ini pun melelehkan air mata, ia begitu tertikam perasaan sesal yang mendalam.

Kemudian Gajah cuek melanjutkan kembali perkataannya :

“Oleh sebab itu saudaraku, Tanggalkan semua sematan-sematan palsu yang membuat diri kalian terkurung dan terjebak dalam sebuah kendali lembut yang tak kalian sadari. Tidak ada lagi Gajah Cuek, Gajah Tawa, Gajah Kikuk. Tidak ada!! Yang ada hanyalah Gajah!

Tinggalkan sematan-sematan yang telah kalian tanggalkan karena kita bukan budak sematan, kita ini budak Tuhan, mari Tunggalkan tekad untuk manunggal meniti jalan perjuangan dan penataan hidup seperti halnya yang Tuhan kehendaki. Itulah cita-cita kita sesungguhnya. Itulah cita-cita purwa kita.”

Semua Gajah merinding mendengarkan perkataan saudaranya itu. Tiba-tiba hawa dingin bersemilir, kemudian makin kencang. Langit menggulung pekat. Mendung dan kilat bersambaran. Para Gajah tidak begitu menghiraukan, mereka makin merapatkan diri untuk menghangatkan badan karena mendung itu disertai hawa yang dingin. Mereka masih mendengarkan Gajah yang tiba-tiba saat sangat banyak berbicara ini.

Gajah makin merapatkan diri. Makin rapat. Makin Rapat hingga seakan-akan mereka saling terhimpit. Tiba-tiba mereka semua dibalut selapis demi selapis tirai sutra. Makin lama makin tebal menghangatkan mereka. Makin lama makin tebal dan mereka semua terbungkus dalam sebuah kepompong raksasa. Kepompong makin mengeras. Makin mengeras dan menjadi cangkang. Kepompong menjelma menjadi telur. Telur yang sangat besar. Telur yang di dalamnya terdiri dari sekian kumpulan penderitaan dan pengalaman tempaan dan kamanunggalan. Telur yang di dalamnya berisi para Hasti, para pelaku yang Esti, yang bersungguh-sungguh. Semua itu adalah unsur yang kemudian melebur dalam sebuah proses di dalam telur yang sangat besar itu. Setiap Elang dan Naga mulai cemas. Usaha dilakukan untuk menghancurkan telur tersebut. Namun upaya mereka gagal oleh hempasan angin, atau oleh tanah yang bergejolak, atau oleh kilatan-kilatan petir yang menyambar cepat, atau oleh guyuran air yang meluap ganas.

Kampret dan Kalong sudah mengungsi jauh menghindari malapetaka. Elang dan Naga tercerai berai dalam kecemasan yang luar biasa.

Diam-diam di berbagai sudut dan pelosok bumi muncul beberapa klan yang dianggap telah punah. Ternyata selama ini mereka menunggu, mereka terlindas di bawah kesombongan jaman. Dan, kini mereka mulai terbangun, sebab yang selama ini mereka tunggu telah hadir. Yang mereka nantikan telah tiba. Mereka bersiap menyatukan diri dan menjadi mitra perjuangan bersama sang pemimpin sejati. Semua klan yang telah terbangun ini dengan sigap segera melesat menuju telur, ada yang dari jauh ada pula yang dari dekat. Mereka datang dari penjuru Bumi. Mereka kemudian melingkari dan berjaga di sekeliling telur dengan kewaspadaan tinggi akan segala ancaman yang coba menggagalkan menetasnya sang telur. Inilah telur yang mereka tunggu dengan kesiapan yang matang. Mereka semua tidak hanya menunggu dengan tidur-tiduran. Mereka mempersiapkan segala hal yang kini siap disumbangsihkan dalam perjuangan.

Mereka tanpa lelah berbaik sangka akan datangnya peristiwa ini. Menetasnya sang pemimpin yang akan mereka ikuti ajakannya dan yang akan mengajak pada perbaikan yang nyata. Inilah Simurgh, inilah Feniks, inilah Krut, inilah Karura, inilah….  Sang Garuda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun