Sebelum memasuki Gedung Utama, guide mengarahkan saya untuk melihat bangunan toilet yang hanya ada di bagian ujung gedung dan terpisah dari gedung utama. Ada dua toilet besar di Lawang Sewu, masing-masing berada di ujung gedung. Wastafel dan klosetnya masih bergaya kuno dan berukuran besar. Begitu pun dengan bentuk pintunya. Dari sana saya menuju halaman tengah yang di tengah-tengahnya terdapat pohon mangga yang besar, bersebelahan dengan gedung Kantor Pengelola.Â
Memasuki gedung utama membuat saya terkagum dengan bangunan Lawang Sewu, pilar-pilar penyangganya begitu kokoh. "Gedung ini dibuat dengan bentuk simetris sehingga bagian satu sisi dengan sisi lainnya tampak kembar. Inilah yang menyebabkan orang bisa tersesat dan muter-muter (berkeliling berulang-ulang) ketemu tempat yang sama," tutur Bapak Guide. Gedung Utama yang dijadikan ruang pamer berbentuk huruf L.Â
Di bagian tengahnya terdapat tangga naik dan turun secara terpisah yang menghubungkan ke lantai dua. Lokasi ini nampak megah dengan lantai ubin yang klasik. Kaca lukis timah besar di salah satu sudutnya bisa memberi efek siluet bagi yang mengambil foto di sana. Terdapat ukiran Dewi Fortuna dan Dewi Venus. Atapnya berbentuk melengkung dengan garis-garis kayu sebagai penghubungnya mengingatkan saya pada gaya bangunan jaman dulu. Kuat dan megah! Di tempat ini beberapa foto sangat bagus untuk diambil sebagai kenang-kenangan dan merupakan lokasi yang instagramable.
Bagi saya loket itu begitu mewah karena bersekat besi yang berlubang-lubang dan motifnya indah. Di sinilah tempat penjualan tiket kereta untuk para orang Belanda. Sementara penjualan tiket kereta untuk warga pribumi dibedakan di ruangan yang berbeda dan terbuat dari kayu serta bentuknya sederhana.Â
Selanjutnya, saya mulai memasuki ruangan-ruangan besar yang sekarang menjadi ruangan pameran foto-foto tentang Lawang Sewu dari waktu ke waktu. Ruangan-ruangan ini bentuknya berjajar dan saling tembus di tengahnya, sehingga antar ruangan selalu ada pintu yang saling menghubungkan.Â
Hubungan antar ruangan  membentuk seperti rangkaian gerbong kereta api. Setiap ruangan juga mempunyai pintu dengan dua daun pintu yang menghubungkan ke selasar bangunan. Inilah yang membuat jumlah pintu di bangunan ini begitu banyak. Semua pintu bentuknya sama, ukurannya sama dan warnanya sama.Â
Bangunan B bentuknya sama tetapi dari kualitas bangunan lebih sederhana. Gedung B dibangun pada tahun 1916 dan selesai pada tahun 1918. Gedung B dibangun karena kebutuhan ruangan kerja. Struktur bangunan juga berbeda dengan Gedung A, meski lebih sederhana tetapi bertujuan untuk mengurangi permasalahan yang sering muncul pada bangunan A. Jumlah seluruh ruangan di Lawang Sewu ada 144 ruangan. Setiap ruangan mewakili kota yang ada stasiun kereta apinya.
Setelah dilakukan beberapa kali pemugaran, bangunan-bangunan di Lawang Sewu menjadi tampak bagus, rapi meskipun nuansa sejarahnya tak luntur. Kemegahan dan kekokohannya masih menjadi pesona bagi banyak orang. Kunjungan ke Lawang Sewu tak pernah sepi, antara lain untuk mendapatkan moment yang instagramable, belajar sejarah, berfoto prewedding, menggunakan ruangan untuk pameran atau seminar, sampai pesta taman bisa digelar di Lawang Sewu.