Mohon tunggu...
Majawati
Majawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Keberagaman itu indah. Mengajari untuk menghargai perbedaan, harmonisasi dan saling melengkapi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Full Day School, antara Pilihan dan Kebijakan

9 Agustus 2016   00:01 Diperbarui: 16 Agustus 2017   14:43 1905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS.com / MUHAMAD SYAHRI ROMDHON Ilustrasi siswa SD

Hari ini saya membaca di Line Today tentang rencana dari Mendikbud menerapkan full day school di  jenjang pendidikan SD dan SMP dengan pertimbangan anak-anak ini bisa pulang bersamaan dengan pulangnya orang tua dari kerja. Daripada mereka pulang ke rumah saat orang tua tidak ada di rumah akibatnya bisa terjerumus ke pergaulan yang kurang baik. 

Program ini juga diharapkan dapat membentuk kepribadian dan menambah wawasan anak, antara lain dengan belajar agama atau kegiatan-kegiatan lain yang bermanfaat dan menyenangkan di sekolah. Yang jelas tambahan waktu itu bukan untuk menambah belajar secara akademis lagi. Harapannya pula, saat pulang sekolah orang tua bisa menjemput sendiri anaknya.

Bila Anies Baswedan menerapkan program mengantar anak di hari pertama sekolah, Muhadjir Effendy menerapkan program jemput anak setiap pulang sekolah. Memang idealnya begitu, betapa senangnya baik anak maupun orang tua bila selalu punya kesempatan mengantar dan menjemput sendiri anaknya sekolah. Begitu juga sang anak, duh senangnya bila bisa diantar dan dijemput orang tuanya sendiri. 

Pada kenyataannya kompleknya permasalahan di zaman sekarang ini antar dan jemput sekolah sudah tak memungkinkan lagi bagi orang tua untuk selalu antar jemput sendiri. Bahkan saya melihat tayangan di TV ada murid-murid  SD yang akhinya diperkenankan naik sepeda motor sendiri ke sekolah, karena jarak yang sangat jauh atau mereka tidak sekolah. Apakah kalau tidak diantar dan dijemput sendiri jadi penyebab  kenakalan pada anak-anak ini? Tak bisa dijadikan kambing hitam juga kan!

Fakta tentang program Full Day School

Full Day School sudah berlangsung lama, setidaknya sekitar lima belas  tahun terakhir. Pertimbangan orang tua memilih full day school untuk anaknya adalah karena mereka tidak repot menjemput di siang hari, bisa bekerja sampai sore baru menjemput anaknya. Unsur menitipkan anak di sekolah sampai sore dan jaminan keamanan serta pendampingan belajar yang dipilih. 

Sebagian lagi memilih full day school karena ada tambahan pelajaran agama, agar mereka menjadi anak-anak yang santun dan soleh. Sebagian lagi ingin anak-anak pulang sudah tanpa membawa pr dan belajar lagi dirumah, segalanya sudah selesai di sekolah. 

Ada lagi pertimbangan orang tua yang menyukai full day school karena Sabtu Minggu libur, sehingga mereka bebas bangun siang di hari Sabtu, bisa jalan-jalan lebih panjang di akhir pekan. Kalau dihitung-hitung, pemilihan full day school adalah membebaskan orang tua dari mengurusi anak sejak jam pulang sekolah sekitar jam 1 siang sampai jam 5 sore. Tugas orang tua sekitar 4 jam itu diserahkan pihak lain dengan membayar  uang jasa.

Pada kenyataannya ada banyak orang tua yang kecewa juga pada akhirnya, saat anak pulang di sore hari ternyata masih ada pr dan bahan belajar. Itupun tak cukup belajar sendiri, masih perlu juga menambah les pelajaran tertentu. Bayangkan saja mau pulang jam berapa? Belajar mulai jam 7 pagi pulang jam 7 malam. Apakah hasil kemampuan akademisnya dijamin lebih hebat daripada anak-anak yang pulang siang. 

Ya tetap relatif, karena masalah kemampuan belajar bukan semata-mata diukur dari lama belajar, tapi seberapa pemahamannya. Beberapa full day school juga masih menerapkan Sabtu masuk sekolah, meskipun hanya diisi dengan ekstra kurikuler. Beberapa anak sudah tak sempat mengikuti les  untuk pengembangan hobi di bidang seni , olah tubuh atau ketrampilan karena di hari Minggu tidak ada yang buka, atau mereka terpaksa memanggil guru privat ke rumah di hari Minggu. 

Akibat pulang sudah sore hari, sebagian anak sudah mengantuk atau jenuh, akibatnya ingin segera tidur, nonton TV, main game tanpa diganggu. Memang benar anak-anak ini bisa diantar dan dijemput oleh orang tuanya sendiri, lebih aman tentunya. Apakah ada kesempatan berkomunikasi secara efektif? Apakah terjadi hubungan emosional mendalam antara orang tua dan anak? Apakah  mengalami proses problem solving diantara anak dan orang tua?

Fakta tentang Program Half Day School

Inilah program belajar konvensional, masuk di pagi hari pulang di siang hari. Itu pun anak-anak akan bersorak kalau ada pulang pagi (pulang sebelum waktu berakhir) karena ada rapat guru atau lain-lain. Meskipun sekolah itu tempat menuntut ilmu, namun para murid tetap lebih bahagia dan nyaman kalau bisa pulang. Akan lebih banyak jumlah murid yang memilih pulang daripada berlama-lama di sekolah. Rumah adalah 'istana" mereka. Memang sebaiknya mereka pulang dengan ada orang tua atau wali yang mengawasinya di rumah, apalagi bagi murid SD yang masih di bawah umur. 

Tidak bisa digeneralisasi juga, bahwa murid-murid sekolah konvensional yang pulang tengah hari ini rata-rata bertingkah laku buruk dan terlibat kenakalan remaja. Semua itu tergantung  pemicunya. Pada usia SD, pulang siang hari membuat anak-anak berkesempatan untuk tidur siang atau bermain. Bagi anak-anak SD waktu beristirahat lebih panjang, begitupun kegiatan bermain masih sangat diperlukan. Sebagian waktu mereka juga digunakan untuk membuat pr dan mempersiapkan ulangan keesokan harinya secara mandiri di sore hari. Sebagian anak juga mengisi waktunya dengan mengikuti les untuk mengasah hobi. 

Malam hari mereka punya kesempatan bercengkerama dengan keluarga sebelum tidur malam. Apakah kemampuan akademis mereka kalah dibandingkan dengan murid-murid full day school? Apakah mereka tak bisa dijemput orang tuanya saat pulang sekolah? Apakah mereka adalah anak-anak yang tak terurus setelah pulang sekolah?

Adalah bijak Program Full Day School sebagai Pilihan bukan Keputusan

Program Full Day School adalah baik bagi sebagian kalangan yang memang cocok dengan program itu. Tapi sebagian lagi belum tentu pas dengan program full day school. Yang lebih beresensi adalah bagaimana penyerapan pelajaran bisa diterima dengan baik oleh peserta didik. Orang tua tetap punya tanggung jawab besar dalam mendidik anak-anaknya. Masih banyak orang tua yang mau menyediakan waktu untuk mengajari anak-anaknya belajar. 

Masih banyak orang tua yang bisa mengatur waktu mengantar jemput sekolah meskipun itu pada jam kerja. Bukan jaminan orang tua yang setiap hari sudah menjemput sendiri anaknya sekolah akan lebih baik dalam mengawasi anak-anaknya. Anak-anak sekarang tak cukup diawasi secara fisik saja. Justru komunikasi efektif antara orang tua dan anak, serta kedekatan emosional diantara keduanya saat mengatasi suatu masalah itu sangat berpengaruh besar. 

Kebersamaan orang tua dan anak setiap hari memberi  kesempatan berdebat, berdialog, berdiskusi bersama, karena justru mereka saling mengenal dan menumbuhkan saling pemahaman yang baik. Tak penting orang tua pandai mengajari atau tidak, tetapi ketika mereka dihadapkan pada persoalan bersama maka mereka akan berusaha untuk mengatasi bersama.

Ketika telah memutuskan untuk punya anak, maka orang tua punya kewajiban untuk merawat dan mendidiknya secara baik. Mempunyai waktu untuk memberi perhatian kepada anak-anaknya. Tetap ada didikan orang tua yang tak bisa digantikan oleh pihak lain. Tidak harus orang tua terjun sendiri mendidik anaknya, kehadiran pengasuh, nenek kakek, bibi juga ikut ambil bagian dalam pembentukan kepribadian anak. 

Tak jarang pelaku kenakalan anak terjadi karena orang tua acuh tak acuh dengan anak-anak mereka meskipun tiap hari punya waktu bersama anak-anaknya, tetapi tiap kali ketemu berantem terus dan cekcok dengan anaknya. Anaknya juga cuma mencari ayah ibunya hanya untuk minta uang.

Tapi saya tidak sepakat apabila tambahan waktu berada di sekolah dijadikan alasan untuk menjamin anak-anak agar lebih aman dalam pergaulan. Mau full day school atau half day school selayaknya dijadikan pilihan bagi masing-masing orang tua untuk menentukan program sekolah bagi anaknya. Sangat kurang bijak apabila program full day school diterapkan secara nasional di tingkat SD dan  SMP hanya atas dasar pertimbangan Bapak Mendikbud. Suatu saat akan jadi bumerang bila masih muncul kasus kenakalan anak dan remaja. 

Sangat tidak tepat bila sekolah mengambil alih fungsi dan peran orang tua. Tidak mungkin bagi sekolah hanya dengan tambahan 4 jam di sekolah akan menjamin anak berperilaku baik. Ada banyak faktor kemungkinan yang mempengaruhinya. Saat pulang sekolah sudah menjadi kewajiban orang tua untuk mengawasi, mendidik dan mendampingi anaknya. Perilaku kenakalan remaja bisa terjadi pada jam-jam yang tidak mungkin selalu dalam pantauan sekolah. Keadaan ini tentunya juga akan memberi beban mental kepada guru-guru apabila muridnya tersangkut kasus kenakalan.

Dari pengamatan saya, bukan jaminan anak-anak full day school dijamin berprestasi akademis yang baik, perilakunya pasti santun dan soleh. Pembinaan agama jelas diberikan lebih banyak dibandingkan anak-anak half day school, tetapi tak menutup kemungkinan untuk punya sikap dan perilaku nakal dan kurang santun. Jelas bukan salah sekolahnya, tetapi pribadi murid yang bersangkutanlah penyebabnya. 

Pengawasan dan pendampingan orang tua sangat diperlukan, pengaruh teman-teman sepergaulan di lingkungan sekolah dan rumah juga punya pengaruh. Ada banyak anak-anak half day school yang prestasi akademisnya juga bagus, bukan anak-anak berperilaku nakal, punya prestasi bagus di bidang seni, olah raga dan ketrampilan.

Perlu kiranya dikaji lebih mendalam apabila program full day school dilaksanakan di SD dan SMP secara nasional. Apalagi dasarnya agar anak-anak bisa dijemput sendiri oleh orang tuanya sepulang kerja dan sekolah menjamin akhlaknya lebih baik. Akan lebih bijak dan pas bila program fullday atau halfday school dijadikan pilihan. Biarlah masyarakat memilih sendiri mau menyekolahkan anaknya di mana. Keduanya punya kelebihan dan kekurangan. Tidak semua orang tua bekerja suka anak mereka pulang sore. namun sebagian orang tua memang lebih nyaman anaknya tetap di sekolah sampai sore.

Adalah hak dan kewajiban orang tua berperan dalam mendidik dan mendampingi anak-anaknya sepulang jam sekolah. Menangani sendiri pendidikan akhlak dan sopan santun sesuai dengan nilai-nilai dalam keluarga. Sebagian orang tua juga lebih nyaman anak-anak cukup beristirahat di rumah, punya waktu untuk bermain, punya kesempatan mengasah hobi. Menjadi pilihan kalau orang tua ingin melimpahkan waktu sepulang sekolah untuk tetap dalam pengawasan sekolah. Menjadi tidak tepat bila hak dan kewajiban orang tua ini dirampas oleh sekolah karena diterapkan di semua jenjang SD dan SMP, tanpa memberi pilihan kepada orang tua.

Oleh : Majawati Oen

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun