Mohon tunggu...
Majawati
Majawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Keberagaman itu indah. Mengajari untuk menghargai perbedaan, harmonisasi dan saling melengkapi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jangan Ingat BPJS Disaat Sakit Saja!

19 Juni 2016   17:53 Diperbarui: 19 Juni 2016   17:57 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antrean pasien untuk berobat di rumah sakit

Sejak tujuh bulan yang lalu saya berurusan dengan rumah sakit, klinik dan apotek sampai saat ini. Ayah saya harus masuk keluar rumah sakit sejak terserang stroke. Ayah saya yang menjadi peserta Mandiri BPJS Kesehatan sangat terbantu dalam pengobatannya. Sejak saat itu pula saya menjadi paham prosedur berobat BPJS mulai dari faskes 1 sampai rawat inap dan rawat jalan yang ditangani dokter spesialis. Awalnya belum biasa, terasa ribet. Tetapi setelah dijalani dan tahu prosedurnya, jadi terbiasa. Apalagi sesama peserta BPJS seperti saudara yang selalu mau berbagi info kepada saya. Hampir setiap bulan saya bertemu mereka lagi untuk saling antre mengantar ayah saya kontrol atau mengantre obat.

 Awalnya saya pun mengeluh, waktu setengah hari selalu habis untuk berobat. Tetapi akhirnya saya menyadari bahwa semua itu bukan untuk dikeluhkan. Saya tidak sendirian, ada banyak orang yang juga sama-sama mendapatkan pengobatan dengan biaya murah tetapi manfaatnya maksimal. Bila semua biaya itu ditanggung sendiri, entah sudah berapa juta uang yang diperlukan untuk pengobatan. Selama 7 bulan, sudah 3 kali keluar masuk rumah sakit. Yang saat ini jadi kendala hanyalah menyediakan waktu yang panjang saat kontrol dan mengantre obat saja. Layanannya sudah cukup bagus, apalagi sejak ada kenaikan iuran bulanannya. Waktu layanan menjadi lebih pagi, untuk rawat inap juga tidak harus naik kelas karena kamar lebih banyak tersedia.

BPJS Kesehatan membuat Masyarakat Tak Khawatir Berobat

Kita semua tahu, di saat sakit biaya yang dikeluarkan bisa tak terukur. Apalagi kalau harus rawat inap di rumah sakit. Tak jarang orang kembali pulang karena biaya pembedahan tak mampu ditanggung. Ada lagi pasien yang tertahan di rumah sakit karena tak mampu membayar biaya pengobatan selama dirawat di rumah sakit. Sebagian orang memilih tidak berobat karena untuk periksa dan menebus obat tak ada dananya. Tetapi sejak ada BPJS Kesehatan segala lapisan masyarakat bisa berobat dengan biaya terjangkau dan pelayanan yang baik. Meskipun antrenya masih panjang. 

Hal ini terjadi karena tidak seimbangnya tenaga kesehatan dan fasilitas yang tersedia dengan jumlah pasien. Tetapi dengan adanya BPJS Kesehatan, semua lapisan masyarakat punya kesempatan berobat tanpa khawatir dengan biayanya. Selagi membayar iuran secara rutin setiap bulan, maka fasilitas rawat inap dan rawat jalan dapat dinikmati peserta. Memang benar ada kalanya keluar uang untuk obat-obatan yang tidak ditanggung, tetapi itu pun tidak seberapa bila dibandingkan dengan fasilitas pemeriksaan, terapi, biaya laboratorium, biaya pembedahan dan lain-lainnya.

Banyak Peserta BPJS Kesehatan Tak Paham Asuransi

Suatu saat sambil menunggu giliran proses antrean untuk periksa, saya duduk bersebelahan dengan seorang Ibu yang juga akan memeriksakan dirinya. Sudah biasa antrean panjang itu memang menjemukan. "Yah.... kita harus antre sekian lama ini karena tidak bayar, ya!" gerutunya pelan pada saya. Saya terheran dengan pernyataannya. Memang benar saat berobat seperti sekarang, hanya cukup menyerahkan foto copy KTP dan Kartu BPJS. Kita bisa diperiksa dokter dan mendapatkan obat tanpa menyerahkan uang sepeserpun. Bahkan bila diperlukan cek laboratorium, juga tidak bayar. Tapi bukan berarti semua itu gratis, kan? Gratis benar-benar tidak bayar! Peserta BPJS Kesehatan tetap membayar iuran setiap bulannya, dan bila tak bayar iuran, atau terlambat tak akan dilayani. 

"Bukan tidak bayar, Bu!" jelas saya. "Ibu kan bayar iuran setiap bulan, apalagi bayarnya untuk semua anggota keluarga, kan?" tanya saya. "Iya, betul! Tapi mana cukup buat periksa dan bayar obatnya!" sanggahnya. "Nah, peserta BPJS Kesehatan kan sebagian besar penduduk Indonesia, tak semuanya sakit. Jadi biaya itu dikelola, yang sehat belum membutuhkan pengobatan, yang sakit butuh biaya pengobatan. Sehingga kita bukan tidak bayar, Bu! Kita berhak mendapat pengobatan sesuai penyakit yang diderita karena uang yang terkumpul dari semua peserta, baik yang sedang sakit maupun yang sehat!" terang saya. “Dari keluarga Ibu, apa semua sakit?” tanya saya. Dia menggeleng. “Kalau tidak sakit, bayar iuran berarti kan rugi? 

Jadi sebenarnya dengan menjadi peserta BPJS Kesehatan kita saling gotong royong menanggung biaya kesehatan masyarakat. Agar di saat sakit ada yang menanggung. Tetapi lebih bersyukur kalau bisa sehat terus. Sementara biaya yang tidak digunakan oleh orang yang tidak sakit, dipakai untuk menanggung yang sakit.” jelas saya. Dia mangut-mangut mencoba memahami penjelasan saya. Sangat salah bila orang beranggapan membayar iuran murah, tak layak dapat pelayanan yang baik. Atau beranggapan iuran yang dibayarkan tak sepadan dengan biaya berobatnya, sehingga tidak dilayani dengan baik. Itu namanya menanggung sendiri biaya kesehatannya. “Kita memang harus menunggu, karena jumlah orang yang sakit belum sebanding dengan tenaga yang melayani,” sambung saya.

Saya juga mendapati banyak orang setelah sakit parah dan masuk rumah sakit, baru mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan. Hal ini jauh berbeda dengan aturan di asuransi swasta, bahwa ada ketentuan sekian bulan, tidak bisa menikmati layanan rawat inap untuk penyakit-penyakit tertentu. Bagaimana mau tidak bangkrut jika semua peserta BPJS mendaftarkan diri setelah keadaannya sudah sakit parah dan biaya pengobatannya besar. Cukup bayar premi sebulan, mendapat pelayanan maksimal, yang nilainya bisa ratusan kali lipat dari premi yang dibayarkan. 

Di sinilah perlunya BPJS Kesehatan untuk mensosialisasikan pemahaman prinsip asuransi kepada masyarakat. Agar kesadaran untuk menjadi peserta BPJS harus dimulai sejak dini, bukan bersandar pada BPJS ketika sudah sakit parah. Batasan aturan-aturan rawat jalan dan rawat inap perlu diberlakukan agar masyarakat menjadi sadar bagaimana kepesertaan yang benar dan bertanggung jawab.

Saya juga pernah mendengar kisah teman yang menjadi peserta BPJS Kesehatan hanya untuk keperluan mencabut gigi dan mendapat ganti gigi palsu secara lengkap. Setelah perawatan giginya selesai, dia tak mau lagi bayar iuran. Padahal biaya cukup besar untuk mencabuti semua giginya dan ganti palsu. Orang seperti ini akan mendaftar di saat sakit saja dan keluar setelah sembuh. Prinsip asuransi tidaklah seperti ini bukan? Namun sekarang ada denda bagi peserta yang tidak tertib membayar iuran.

Prinsip Gotong Royong Kepesertaan BPJS Kesehatan

Program JKN-BPJS Kesehatan sangat membantu masyarakat dengan memberikan fasilitas kesehatan kepada masyarakat, terutama lansia. Boleh dibilang saat ini yang paling banyak menggunakan fasilitas BPJS adalah kaum lansia, karena usia lanjut menyebabkan munculnya penyakit. Sebelum ada BPJS orang bisa berobat karena punya uang atau ditanggung oleh perusahaan. Selebihnya entahlah, bahkan mungkin sebagian menyerah pasrah diobati ala kadarnya. Namun sejak ada BPJS Kesehatan, segala lapisan masyarakat mendapatkan fasilitas kesehatan yang setara. 

Bahkan banyak kalangan mampu yang juga sudah punya proteksi asuransi masih menjadi peserta BPJS Kesehatan. Pada asuransi swasta, rata-rata fasilitas kesehatan hanya diberikan untuk rawat inap. Sementara menjadi peserta BPJS Kesehatan mereka bisa mendapat fasilitas rawat jalan, cek laboratorium, cuci darah hanya dengan membayar iuran yang jauh lebih murah dibandingkan dengan ditanggung sendiri. Asal ada persetujuan dokter, peserta BPJS bisa memeriksakan kesehatannya tanpa menunggu harus sakit dulu dan dirawat di rumah sakit baru tergantikan. 

Menjadi nasabah asuransi swasta, seringkali peserta harus menebus dulu biaya pengobatannya baru digantikan oleh rumah sakit, sementara menjadi peserta BPJS Kesehatan tinggal menunjukkan kartu BPJS dan KTP. Hanya obat-obatan yang tidak ditanggung BPJS, diberikan resep untuk beli sendiri, pada kasus tertentu. Sungguh-sungguh suatu manfaat yang jauh lebih banyak dan simple sekali. Inilah bentuk kepedulian nyata pemerintah kepada warga masyarakat dalam pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan manfaat yang maksimal dengan biaya yang benar-benar terjangkau.

Pada tahun 2015, BPJS sampai harus disubsidi oleh pemerintah dan “berteriak” karena biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan pemasukan yang diterima. Dengan kondisi seperti yang saya ceritakan di atas, dimana kesadaran masyarakat masih rendah tentang prinsip gotong royong dalam menanggung biaya kesehatan secara nasional maka BPJS Kesehatan akan menjadi perusahaan yang tidak sehat. Satu pasien sakit bisa membutuhkan biaya pengobatan berjuta-juta, sekali rawat inap. Belum rawat jalan selanjutnya.

 Bila peserta BPJS Kesehatan adalah rata-rata peserta yang kondisinya sudah dalam keadaan sakit saat mendaftar maka jelas sekali defisit anggaran tak bisa dihindari. Tanpa ada keseimbangan antara peserta sehat dan sakit meski disubsidi oleh pemerintah maka akan berat bagi BPJS Kesehatan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik ke depannya.

Harapannya BPJS bisa membenahi dengan regulasi-regulasi yang bisa menanamkan kesadaran kepada pesertanya untuk bisa bergotong-royong dalam menanggung biaya kesehatan bersama , bukan hanya saat sakit baru ingat BPJS. Sanksi denda bagi yang menunggak iuran memang perlu diterapkan agar peserta BPJS juga tertib memenuhi kewajibannya, bukan cuma menuntut haknya. Bukan berarti menekan masyarakat atau sekedar mencari untung, tetapi itulah pengelolaan yang tepat dan dapat menyadarkan masyarakat akan pentingnya menanggung biaya kesehatan secara gotong royong dalam kepesertaannya. Dengan pengelolaan yang baik dan keuntungan yang diperoleh, ke depannya pelayanan BPJS diharapkan akan makin baik, lancar, seimbangnya tenaga kesehatan dan pasien. Berkurangnya antrean yang tidak terlalu panjang dan memakan waktu.

Ajakan Hidup Sehat dan Informasi Menjaga Kesehatan Perlu Disebarluaskan

Disamping memberikan layanan kesehatan berupa rawat jalan dan rawat inap, sudah saatnya BPJS Kesehatan menggencarkan informasi dan ajakan kepada masyarakat akan pentingnya hidup sehat dan menjaga kesehatan. Bila selama ini dilakukan dalam bentuk pemberian informasi di fasilitas kesehatan, maka sudah saatnya informasi itu perlu dengan gencar disebarluaskan di berbagai media. Tujuannya agar masyarakat yang belum sakit tergugah untuk menjaga kesehatan dengan mulai menjaga pola makannya, rajin berolah raga, mendapat informasi tentang gejala awal suatu penyakit dan lain-lain. Informasi itu bisa disebarkan di web BPJS Kesehatan, sosial media, talk show di TV, media cetak. 

Himbauan dan informasi yang terus-menerus disebarkan akan mempengaruhi pola pikir masyarakat untuk mulai menerapakan pola hidup sehat dalam kesehariannya. Masyarakat yang sehat tidak lagi membutuhkan biaya pengobatan yang besar. Masyarakat yang sehat juga makin produktif serta hidupnya lebih bahagia. Dengan demikian tanggungan negara terhadap kesehatan rakyat juga akan berkurang. Saat ini seiring dengan meningkatnya kesejahteraan, berdampak dengan makin banyaknya orang terserang penyakit yang semestinya belum saatnya diderita. Terlalu keras bekerja dan pola hidup yang tidak seimbang membuat orang mudah stress serta menyepelekan kesehatan. Oleh sebab itu BPJS Kesehatan juga perlu menyediakan dana upaya pencegahan penyakit kepada masyarakat.

BPJS Kesehatan Perlu Menerapkan Transparansi Biaya Pengobatan

Sepanjang saya mendampingi ayah saya berobat dengan menggunakan layanan BPJS Kesehatan, baik layanan rawat jalan dan rawat inap kami tidak pernah tahu biaya dokternya berapa, obatnya berapa, juga fasilitas-fasilitas lainnya. Fasilitas yang disediakan BPJS tidak pernah mencantumkan berapa nilai pengobatan yang kami terima. Kami hanya cukup tanda tangan saja. Pulang dari rawat inap pun bila seluruhnya ditanggung BPJS, tak ada selembar kertas pun yang kami terima dengan rincian biaya selama pegobatan berlangsung. Sementara apabila naik kelas, juga hanya tertulis biaya yang ditanggung BPJS Kesehatan sekian rupiah, sisanya yang harus dibayar pasien sekian rupiah, tanpa ada rincian yang jelas.

 Ini berbeda dengan bila akan klaim pada asuransi swasta, semua rincian harus tertulis dengan jelas, beserta kwitansi masing-masing. Bagi pasien memang tak terlalu penting, apalagi bila tidak naik kelas dan bisa pulang dari rumah sakit tanpa dikenakan biaya apa-apa lagi. Ada beberapa manfaat bila biaya pengobatan peserta tertera jelas dalam bentuk kwitansi. Peserta dan keluarganya tahu biaya yang ditanggung oleh BPJS seberapa, akan mempunyai efek kesadaran bahwa biaya sebesar itu bisa ditanggung karena adanya gotong royong dari semua peserta. Akibatnya kesadaran untuk membayar iuran juga akan bangkit. Agar tidak terjadi di saat sakit disiplin membayar iuran, sementara setelah sehat jadi ogah-ogahan. 

Merasa terbebani membayar iuran karena tidak merasa menggunakan. Manfaat yang lain, dengan adanya transparansi biaya pengobatan peserta bisa menjadi memberi masukan, kritik dan saran, ataupun evaluasi atas layanan fasilitas kesehatan, rumah sakit, apotek, laboratorium dan pihak-pihak yang menjadi rekanan BPJS Kesehatan. Dampak positif bagi BPJS Kesehatan sendiri adalah tidak adanya tuduhan-tuduhan miring ataupun penyalahgunaan layanan yang mungkin dilakukan oleh oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan kesempatan ini.

Tidak ada yang orang yang mau sakit. Tetapi tidak semua orang punya kesadaran menjaga kesehatannya. Di saat sakit, juga belum tentu punya persiapan dana untuk mengobatinya. Keberadaan BPJS Kesehatan sungguh membantu peserta di saat terserang penyakit atau mengalami musibah kecelakaan, tanpa banyak persyaratan yang rumit. Di sisi lain peserta juga sekaligus telah bergotong royong membantu sesama yang membutuhkan pengobatan dari iuran yang dibayarkan setiap bulan. Mungkin saat ini kita merasa masih muda, kuat, tidak pernah sakit, sehingga seolah-olah kurang mendapat manfaatnya dengan membayar iuran BPJS. Tetapi nanti akan tiba saatnya kita menua, badan mulai lemah dan sakit-sakitan. 

Saat itulah biaya pengobatan akan kita butuhkan. Bangsa Indonesia telah menerapkan prinsip gotong royong sejak zaman nenek moyang kita, sampai sekarang kita pun mengakui dengan gotong royong segala sesuatunya menjadi ringan karena ditanggung bersama. Masihkah kita akan menjadi peserta BPJS Kesehatan menunggu setelah usia tua atau tertimpa musibah dulu?

Oleh : Majawati Oen

Sumber foto : di sini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun