SEBELUM MODERNITAS
Kemerosotan sebagai paham klasik korupsi:
Bagian pertama yang berisi latar belakan pengertian korupsi pada zaman kuno, dengan contoh dari alam berpikir beberapa masyarakat kuno,yunani dan romawi.dalam bagian ini akan disajikan dua contoh pengertian korupsi dari dari pamikiran aristoteles dan kautilya, seorang pujangga india kuno. Bagian kedua menyajikan arti korupsi dalam pemikiran Agustinus Dan Tonase Aquinas.bagian ketiga tentang anti korupsi dalam tradisi islam.bagian ke empat arti korupsi dalam pemikiran Machiavelli.
ZAMAN KUNO:KORUPSI SEBAGAI KEMEROSOTAN:
Almarhum Joel Hurstfield, sejarawan yang dikenal mendalami seluk-beluk pemerintahan dan masyarakat inggris abad ke-16 dan ke-17,menemukan keanehan tentang konsep korupsi ketika ia meneliti sosok Robbert Cecil(1563-1612),seorang politis, menteri,dan diplomat dalam pemerintahan Ratu Eliberth I, ratu inggris dari 1558 sampai 1603.ia mengingatkan bahaya cara berpikir anakronistis dalam studi korupsi, yaitu kesesatan menggunakan pengertian korupsi dewasa ini seolah-olah paham itu telah berlaku dizaman kuno,padahal bahkan kata korupsi tidak punya kekuatan arti dan malah membingunkan sampai abad ke-19.
Dalam suatu antologi historiografi korupsi dan arti korupsi daro zaman kuno sampai modern juga di ajukan peringatan semacam:agar kita dapat memahami perkembangan arti sejak masa silam, korupsi seharusnya tidak diteliti dengan cara pandang abad ke-21.semakin jauh ke masa silam, semakin kita perlu siap memahami arti korupsi dalam kegagapan.
HADIA DAN SUAP:KORUPSI KARENA DAMPAK:
Korupsi pada zaman kuno ibarat menembus kepekatan kabur sejarah yang hanya dapat dicoba dengan penuh kegagapan.Jhon T. Noonan Jr., seorang ahli hukum dan sejarah evolusi konsep 'suap'(bribe),menemukan konsep korupsi menempuh perjalanan panjang dan tidak linear. Dengan mendayagunakan konsep suap sebagai indikator bagi pengertian korupsi, ia mendapati bahwa "suap memang konsep hukum",tetapi ternyata"defenisi hukum tidak banyak membantu".suap punya hidup dan sejarahnya sebagai konsep moral,tertanam dalam tradisi moral suatu masyarakat, tidak punya makna yang selalu sama, dan juga terus mengalami tranformasi.
Masyarakat kuno mesepotania, mesir, israel, atau yunani, norma yang berlaku adalah bahwa resiprositas merupakan aturan hidup bersama, Rantai memberi dan menerima hadia merupakan tata bahasa resiprositas. Pola ini di temukan disemua masyarakat kuno (dari amerika utara,malanesia,oceania,Australia sampai masyarakat romawi dan jerman) yang diajukan Marcel Mauss dalam studi masyhur Assai Le Don(The Gift), 1925.hadia adalah mekanisme kesalingan yang membentuk siklus abadi pertukaran, dan kinerja siklus hadia inilah yang memungkinkan tatanan masyarakat itu sendiri. Dalam siklus kinerja hadia terlibat seluruh identitas  Dan kehormatan si pemberi dan si penerima yang berlansung bahkan antar-generasi,karena itu bahkan secara paradoksal dapat di katakan tak ada hadia/pemberian gratis.
Kejadian sekitar 1500 SM yang menyangkut Kushshiharbe, wali kota Nuzi,Mesopotamia,dan peskilisu pembantunya. Kasusnya menyangkut seorang warga bernama Hinzurima, yang sedang berpekara dengan seorang bernama Kairiru. Dipengadilan, Hinzurima menyatakan bagaimana ia telah memberi hadia berupa satu domba, semangkuk perunggu, dua almari, dan enam keping perak murni kepada peskilisu agar wali kota Khushshiharbe membantu perkaranya. Piskilisu malah memukuli Hinzurima dan tidak melakukan apa-apa pada perkara itu.
Hammurabi,perintis hukum yang Paling masyhur di zaman kuno," sudah menetapkan hukuman bagi hakim yang mengubah putusan dia harus didenda, di copot, dan di larang bertugas sebagai hakim di masa depan. "Sebab, "tidak ada alasan mengapa seorang hakim mengubah putusnya kecuali ai telah di suap. " tema tentang hakim yang dapat membuat putusan tidak adil karena suap sudah di kenal luas pada era sekitar 1700 SM.
Comotan menemukan bahwa selama periode Klasik(periode seJara yunani Antara abad ke-5 dan abad ke-4 SM)kata dorodokia Yang di pakai menunjuk penyuapan dalam konteks telah luas dipakai untuk mengungkapkan "penerimaan  hadia dengan akibat sesuatu yang buruk".
Pada tahun 323 SM, kasus besar lain yang disebut Skandal Harpalos meledak di dunia Athena. Harpalos ialah mentri keuangan Alexander Agung, Â raja Makedonia.dengan membawa sejumlah besar uang perak (5000 talenta) dan tentara(6000 serdadu bayaran serta 30 kapal perang), Harpalos minggat dari Macedonia dan menuju Athena. Awalnya di tolak, namun ia lalu diterima di Athena sebagai pemohon suaka. Suda lama kekuatan Macedonia memusingkan Athena.politisi dan orator Demosthenes, yang dikenal anti-Macedonia,tampil dan mengusulkan penangkapan Harpalos serta menahan 700 uang talenta yang dipegan Harpalos untuk disimpan di Acropolis, bamgunan di dataran tertinggi kota Athena.
Orang-orang yang menerima suap dengan akibat yang di anggap merugikan kehidupan polis disebut "dorodokos atau manusia korup"dan"dorodokos seperti Demosthenes itu dianggap pengkhianat polis,orang luar yang menginfiltrasi komunitas moral demos, maka ia mengancam dari dalam kehidupan polis".ia sosok "orang dalam(warga negara yang tidak taat),orang Luar(pengkhianat),atau orang dalam yang bermaksud menjadi orang luar (pencuri)".sosok seperti itu "digambarkan tidak patriotik, tidak peduli dengan keselamatan polis, dan hanya mengejar keuntungan bagi dirinya".maka, pokok masalahnya bukan bahwa Demosthenes telah menerima hadia,elainkan bahwa ia telah menerima hadia dengan akibat merugikan polis".
berdasrkan sumber-sumber tertulis, disebutkan "hanya sedikit politisi Athena yang tidak mungkin disuap:Aristeides,Ephialtes,Prikles,dan phokion"dan "dari sumber prasasti dapat ditambahkan Lykourgos".penyebutan bahwa ada "orang tidap dapat disuap itu mengisyaratkan luasnya praktik suap, atau setidaknya dianggap demikian".F. H. Harvey menyimpulkan bahwa "memberi dan menerima suap merupakan kebiasaan yang merasuki seluruh pori-pori kehidupan yunani dan menguasai setiap sudut".
Ciri kompetitif kehidupan politik terutama di Athena membuat pergeseran arti dari'hadia'menjadi tuduhan 'suap'sebagai bagian dinamika rivalitas politik. Itulah mengapa, seperti diisyaratkan sebelumnya, tuduhan bahwa Demosthenes telah menerima suap dilancarkan secara agresif oleh Hypereides, lawan politik Demosthenes. Maka penyuap sering diajukan sebagai penjelasan menginai perkara yang tidak jelas atau tidak di pahami.jenderal perang sering harus mundur dari medan tempur karena aneKa alasan,"yang lebih sering terkait habisnya logistik peran, karena wabah penyakit, semangat juang serdadu yang melemah, habisnya gaji, kondisi cuaca yang tidak menguntungkan, kalkulasi sang jenderal bahwa misi tidak akan berhasil, atau kombinasi semua itu.
Luasnya praktik hadia dan suap rupanya membentuk paradoks dalam masyarakat yunani kuno. Melalui dinamika saling menuduh secara publik, muncul budaya litigasi. Bersama budaya litigasi muncul proses perumusan hukum anti-suap dan anti-korupsi. Dari sumber yang tersedia,ditemulan "kemungkinan perundang itu di mulai pada tahun 594 SM, ketika ahli hukum solon membuat draf undang-undang yang melarang pejabat, terutama hakim, terlibat dalam penyuapan (dorodokia) ".dalam prodi klasik, suda di kenali "tidak kurang dari 7 proses hukum untuk memperkarakan kasus hadis atau penerima suap",yang"menurut standar modern melibatkan hukuman sangat berat denda 10 kali lipat, pencopotan hak memilih dan dipilih, atau hukuman mati".hukuman itu "hanya dapat di hindari dengan pengasingan diri".pengasingan tidaklah kurang berat, sebab itu berarti orang kehilangan identitas dan bersyarat seperti bukan manusia.
Dalam studi tentang persoalan itu,Kellam Conover menemukan bahwa dalam dunia yunani kuno "suap bukanlah masalah yang terpisah, (m) elainkan suatu modus politik itu sendiri, yang bersama demokrasi terus berubah, mereproduksi diri, menciptakan arti baru, dan karena itu harus di integrasikan dalam kinerja demokrasi".dan bagi mereka, demokrasi bukanlah seperti yang kini kita pahami, melainkan soal apa yang menguntungkan polis. Dan apa yang menguntungkan (atau merugikan)polis tidak di tetapkan dengan standar di luar sana, melainkan di definisikan oleh opini para anggota demos. Opini dan kedewasaan ini terjadi melalui tuduh-menuduh soal suap-menyuap. itulah mengapa, tulis Cnover, "orang Athena tidak berfokos pada minimalisasi kesempatan si pejabat agar tidak terlibat suap, tetapi lebih untuk memastikan bagaimana relasi pejabat itu dengan komonitas polis tetap berjalan timbal-balik saling menguntungkan".
ARISTOTELES:
Korupsi sebagai kemerosotan pemerintah:
Arti korupsi sebagai degenerasi adalah faham kehidupan dalam polis sebagai satuan organis tubuh. Dari metafor biologis ini lalu muncul paham 'tubuh politik'(Bisa politik) yang berpengaruh mendalam pada pemikiran politik tradisi republik klasik. Dalam pandang aristoteles, misalnya, tubuh politik seperti tubuh fisik mengalami perubahan yang melibatkan proses kemunculan dan kepudaran. Korupsi menunjukan gejalah pudar dan hancurnya sesuatu.salah satu karya arestoteles berjudul peri  Geneseo Kai Phthoras (Om Generation anda Crruption), yang barangkali lebih tepat di terjemahkan perihal muncul dan lenyap.di situ aristoteles menyajikan pemikiran tentang biologi, dan dalam arti tertentu juga melanjutkan pembahasanya tentang fisika.
Dalam pandangan aristoteles,pemerintah dapat di bedakan sekurangnya dalam tiga corak, yaitu pemerintah oleh satu orang (Monarchy),beberapa orang(aristocracy),dan banyak orang (pilot). Masing-masing dari tiga kategori itu secara inheren mengandung "penyelewengan dari apa yang benar".itulah korupsi. Pemerintahan monarki satu orang dalam kerajaan (bentuk yang benar) membusuk jadi tirani (bentuk korupsi). Pemerintah aristokrasi beberapa orang membusuk menjadi demokrasi (pemerintahan oleh Masa).
Dalam skema aristoteles,apa yang membedakan rezim tidak-korup dari yang korup adalah corak orientasi kepentingan umum pemerintahan satu orang (monarki) yang berubah menjadi kepentingan sempit penguasa berarti suatu rezim telah mengalami korupsi menjadi tirani. Begitu pula perubahan arah kepentingan umum pemerintahan beberapa orang (monarki) menjadi kepentingan sempit beberapa orang membuat monarki membusuk menjadi oligarki. Sedangkan orientasi untuk semua yang berubah menjadi kepentingan sempit masa membuat polity membusuk jadi "demokrasi".dalam bahasa sekarang,yang di maksut dengan pokok terakhir itu kurang lebih begini. Polity sebagai demokrasi inklusi yang mengungkapkan kebaikan umum(tampa membedakan agama, ras, atau status sosial ekonomi) membusuk jadi pemerintahan diskriminatif oleh massa.
Arlene Saxonhouse, seorang ahli pemikir aristoteles,menyebut "psikologi kemarahan yang berakar dari ketidak jelasan mendasar tentang klaim keadilan pilitik"sebagai penyebabnya. Apa yang di maksut aristoteles perlu dipahami dari titik berangkat bahwa aneka pemerintah muncul berdasarkan paham tentang apa yang adil dalam tiap bentuk pemerintahan itu :"demokrasi muncul dari pandangan bahwa jika orang setara dalam segala hal, mereka juga mutlak secara (artinya) :karena menganggap sama-sama bebas mereka merasa setara secara mutlak (dalam semua hal lain). Oligarki muncul dalam pandangan bahwa jika orang tidak setara, mereka juga tidak setara mutlak (artinya) :karena tidak setara dalam kekayaan,mereka juga mengandaikan bahwa secara mutlak orang memang tidak setara (dalam hal-hal lain).
Dalam pemikiran Politik aristoteles Terlibat sekaligus dua pengertian korupsi,yaitu korupsi sebagai degenerasi (kemerosotan)tata pemerintah serta kehidupan polis, dan korupsi sebagai penyelewengan kekuasaan/jabatan publik pengertian yang pertama menjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H